cerpen
Terinspirasi dari turnamen uber 2011.
Kisah berikut ini adalah fiktif belaka.
Kesamaan nama dan kejadian merupakan kesengajaan.
Mohon maaf bila kisah ini kurang berkenan atau menyinggung perasaan.
Silakan tinggalkan komentar.
Elite Four L presents...
Kisah berikut ini adalah fiktif belaka.
Kesamaan nama dan kejadian merupakan kesengajaan.
Mohon maaf bila kisah ini kurang berkenan atau menyinggung perasaan.
Silakan tinggalkan komentar.
Elite Four L presents...
SUPER STORM SPECIAL
THE OPENING
THE OPENING
Seorang lelaki berdiri di ujung bukit, memandang jauh ke seberang lautan. Pusaran badai bergejolak di lautan di depannya, namun lelaki itu tetap berdiri tegak tak gentar walaupun angin kencang bertiup dengan mengerikan. Hujan deras, suara gemuruh petir dan langit yang gelap menjadikan hari itu sebagai hari yang akan dihindari oleh semua nelayan. Tapi lelaki itu tetap berdiri disana dengan seekor Pokemon berduri di sampingnya.
“Badai ini harus ada yang menghentikan,” katanya. “Aku tidak bisa diam saja, ini sudah terjadi sejak naga terakhir tahun lalu… Harus ada yang menghentikannya…”
“Tapi…” lanjutnya, “Tapi aku sendiri tidak mampu melakukannya… maksudku aku butuh kekuatan yang lebih banyak agar aku bisa masuk ke dalam intinya…”
“Kalau saja peperangan naga waktu itu tidak terjadi, pasti badai ini juga tidak akan muncul… Hmm…” katanya lagi. “Sekarang apa yang harus aku lakukan?”
Lelaki itu terdiam. Dia tampak berpikir keras. “Tunggu dulu… kalau perang naga bisa memunculkan badai sehebat ini… maka sudah pasti hal itu juga bisa melenyapkannya… kupikir aku harus mengadakan turnamen baru… “
*
Seorang lelaki tengah asyik menonton televisi di ruang keluarga rumahnya. Karena asyiknya, dia tidak menyadari seorang wanita berjalan perlahan mendekati, bersiap memberikan kejutan padanya.
“Asyik banget sih nonton tivinya, Leonidas sayangku,” kata wanita itu tiba-tiba sambil merangkulkan kedua tangannya di leher lelaki yang dipanggilnya Leonidas. “Emang nonton apaan sih?”
“Ah Naga, kamu mengganggu konsentrasiku saja,” sergah Leonidas menyadari siapa yang mengejutkannya. Dia lalu menoleh kea rah wanita yang dipanggil Naga itu. “Aku sedang menonton Xros Wars, ini episode baru.”
“Iya deh yang demen Xros Wars,” kata Naga tersenyum. “Aku tidak ingin mengganggu acaramu, cuma ingin memberitahu saja kalau aku akan ikut turnamen uber.”
“Turnamen uber?” Tanya Leonidas membalik tubuhnya menghadap Naga. “Turnamen apa?” tanyanya antusias.
“Nama turnamennya Super Storm – Badai Super, ini bacalah sendiri,” jawab Naga sambil mengulurkan selebaran pada Leonidas. Leonidas serta merta menerimanya dan langsung membacanya.
“Ini… inikan…”
Naga mengangguk. “Kamu pasti tidak lupa final perang naga Dragon Wars tahun lalu… “
Leonidas terdiam. Dia memandangi selebaran itu dalam diamnya. Ingatan terbawa pada kejadian satu tahun yang lalu… saat dia berada di arena turnamen uber waktu itu, Dragon Wars. “Jirudan… aku takkan pernah melupakan saat itu… itu sangat menyakitkan…” ujarnya lirih.
“Sudahlah Leo sayang,” hibur Naga melihat Leonidas sedih. “Kamu tidak perlu menyesali kejadian waktu itu, kamu sudah berbuat yang terbaik… kupikir…”
“Badai,” sela Leonidas. “Andai saja badai itu tidak ada, aku pasti bisa membalaskan kekalahanmu…”
Naga tersenyum. Dia lalu memeluk Leonidas mesra. “Kalah atau menang, kamu tetaplah kekasihku… aku sangat bahagia memiliki kekasih yang begitu peduli padaku… itu saja sudah cukup…”
Leonidas tersenyum mendengarnya. Diciumnya pipi kekasihnya itu dengan lembut. “Aku juga bahagia memiliki kekasih yang tangguh sepertimu, Nagareboshi…”
“Jadi bagaimana Leo sayang, apa kamu mau ikut mendaftar turnamen ini?” Tanya Naga kemudian. “Kudengar Ryota sudah mendaftar dan katanya empat ksatria naga terkuat tahun lalu akan langsung terpilih masuk ke dalam arena utama bila mereka ikut mendaftar. Bukankah kamu adalah finalis Dragon Wars? Kamu pasti langsung terpilih. ”
Leonidas menggeleng pelan. “Tidak Naga, aku tidak ikut,” jawabnya. “Kupikir sudah saatnya aku berhenti dari dunia pertarungan Pokemon kompetitif… aku akan memberikan kesempatan kepada petarung-petarung baru, seperti muridku sendiri, Ryota. Bagiku Dragon Wars sudah cukup.”
“Tidak apa-apa Leo sayang… kamu cukup mendukungku saja agar bisa melewati jembatan badai,” kata Nagareboshi.
“Jembatan badai?”
Nagareboshi mengangguk. “Pada turnamen ini para peserta harus bisa melewati jembatan badai untuk bisa masuk ke arena utama Super Storm, arena badai. Bisa dibilang ini adalah babak kualifikasi.”
Leonidas tersenyum dan memegang pipi kekasihnya dengan lembut. “Tentu saja aku selalu mendukungmu, kamu kan kekasihku,” ujarnya kemudian. “Lagipula kamu kan petarung yang tangguh, kamu pasti bisa melewati jembatan itu dengan mudah. Siapa coba yang tidak kenal dengan Nagareboshi, ratu Dragon Wars yang terkenal itu?” pujinya. Dia lalu memandang wajah Nagareboshi lekat. “Percayalah padaku, kamu akan menjadi pemenang turnamen ini…”
*
Seorang lelaki berambut pendek duduk bersila di bawah sebuah pohon di atas bukit nan terjal. Di sampingnya seekor Pokemon menyerupai buaya tampak setia menemaninya. Lelaki itu diam saja dengan mata terpejam sambil sesekali menarik nafas perlahan. Udara di atas bukit itu memang sejuk, dan bersih, membuat dada terasa nyaman tatkala menghirupnya. Meski begitu tidak demikian dengan yang terjadi di dalam dada lelaki itu. Udara yang sejuk dingin menyegarkan seolah tidak bisa melenyapkan perasaan kalutnya selama satu tahun terakhir. Kejadian satu tahun yang lalu pun kemudian perlahan terngiang di benaknya. Suara-suara itu, kembali didengarnya menggaung di kepalanya.
“Aku tidak mau melawanmu, aku ini temanmu…”
“Tapi kamu harus, ini adalah kompetisi!”
“Kalau begitu, maafkanlah aku…!”
………………….
“Guru? Aku tak menyangka bisa bertemu dengan guru disini.”
“Maafkan aku, tapi aku harus melawanmu.”
“Tentu saja guru, akan aku tunjukkan kalau aku benar-benar belajar!”
………………….
“Hah! Pecundang sepertimu mau mengalahkanku? Bermimpilah terus dasar pecundang!”
“Aku… Aku…aku melawan temanku sendiri dan melawan muridku sendiri untuk bisa bertemu denganmu disini. Kulakukan segala cara untuk bisa mengalahkanmu…”
“Sampai kapanpun kamu tidak akan bisa mengalahkanku… tidak akan bisa!”
…………………..
“ARGH!!!” tiba-tiba lelaki itu berseru sangat keras sembari memegangi kepalanya. “Aku membenci diriku sendiri… aku membenci diriku sendiri!!!”
BLAAARRR!!!
Tiba-tiba terdengar suara petir menggelegar. Langit cerah di atas bukit itu perlahan berubah menjadi gelap, mendung seolah akan turun hujan. Benar saja, sejurus kemudian hujan turun dengan derasnya membasahi seluruh tanah di atas bukit itu. Namun bukannya berteduh, lelaki itu justru berjalan menantang hujan.. Dia menegadah ke langit, menatap gelapnya awan di angkasa. Hujan yang turun dengan deras langsung saja mengguyur tubuhnya. Sekali lagi lelaki itu tidak memedulikan tubuhnya yang basah dan berlalu melangkah pelan di tengah hujan. Lelaki itu terus melangkahkan kakinya diiringi Pokemon buaya di sampingnya, tak peduli ke mana langkahnya akan membawanya pergi. Dia hanya terus berjalan menurutkan langkahnya yang tak tahu ke mana.
Seharian penuh dia berjalan hingga hujan berhenti tanpa terasa. Langkah kakinya membawanya ke sebuah kota yang cukup ramai. Dia melewati hiruk-pikuk sebuah pasar. Para pedagang berseru berulang-ulang menawarkan dagangan, sementara beberapa tampak tengah melayani pembeli. Tapi tak ada satu pun yang memedulikan lelaki berambut pendek itu. Dia masih saja berjalan dengan pandangan kosong ke depan. Tawaran-tawaran dari pedagang yang menyapanya tidak dihiraukannya. Meski begitu langkahnya akhirnya berhenti saat dia mendengar kasak-kusuk orang berbicara.
“POIN mengadakan turnamen lagi? Benarkah?” kata salah seorang dalam kerumunan.
“Iya, ini turnamen uber, namanya Badai Super – Super Storm,” jawab yang lainnya.
Badai Super? Tanya lelaki berambut pendek membatin.
“Katanya turnamen ini diadakan untuk menghentikan badai yang muncul sejak naga terakhir tahun lalu. Yang pasti turnamen ini pastilah akan seru.”
Lelaki berambut pendek menjadi semakin penasaran. Tak tahan dengan rasa penasarannya, lelaki itu lalu masuk menyeruak ke dalam kerumunan.
“Benarkah akan nada turnamen uber lagi?” tanyanya begitu saja.
“Benar sekali,” salah seorang di tengah kerumunan langsung mengiyakan. “Katanya ksatria naga terkuat, Dragon Master akan ikut serta. Inilah yang membuatnya menarik,” tambah orang itu.
Ksatria naga terkuat? Dragon Master?
“Aku ingin ikut!” ujar lelaki berambut pendek spontan, membuat orang-orang langsung terkaget. “Di mana aku bisa mendaftarkan diri?”
“Umm… ada lelaki misterius bertudung hitam yang mengabarkan turnamen ini, namanya Ermac. Kamu bisa menanyakan padanya,” jawab seorang tua dalam kerumunan.
“Baiklah, aku akan langsung menemuinya,” kata lelaki berambut pendek langsung berbalik.
“Tunggu dulu Nak,” cegah orang tua itu. “Sebelum itu aku ingin tahu siapa namamu.”
Lelaki berambut pendek tersenyum misterius. Dia setengah melihat ke belakang dan menjawab, “Namaku Blazter… Black Dizaster!”
*
Seorang lelaki duduk di kursi taman di halaman gedung sebuah akademi. Di tangannya tergenggam sebuah majalah dengan sampul bergambar seorang lelaki bersama seekor Pokemon berbentuk kepala hiu.
“Hai Ghaa, selamat ya!” tiba-tiba seseorang menghampirinya. “Akhirnya kamu berhasil lulus dari akademi ini, kamu pasti senang sekali.”
“Iya Rick, terima kasih atas ucapannya,” sahut Ghaa, lelaki yang duduk di kursi taman. “Akhirnya aku selesai juga menempuh pendidikan di akademi, sekarang rasanya sangatlah bebas.”
“Hei, itukan Champion Amsal, juara POIN League 2,” kata Rick, teman Ghaa itu menunjuk pada majalah yang dipegang Ghaa. “Dia itu hebat sekali ya?”
Ghaa mengangguk. “Iya, aku ingin seperti dia, menjadi juara turnamen Pokemon kompetitif,” jawab Ghaa bernada sedih. “Sayang aku tidak pernah bisa ikut serta dalam turnamen, aku harus konsentrasi belajar.”
“Tapi sekarang kan kamu sudah lulus, kamu bisa ikut turnamen kapan saja kamu mau,” sahut Rick menyemangati.
“Iya sih, tapi sepertinya akan sulit,” kata Ghaa terdengar pesimis. “Masih satu tahun lagi saat turnamen POIN League diselenggarakan, dan mungkin saat itu aku sudah mendapatkan pekerjaan. Itu artinya aku mungkin akan kembali sibuk dan tidak bisa mengikuti turnamen.”
“Hei-hei, siapa yang membicarakan POIN League? Aku bicara tentang turnamen lain,” tukas Rick cepat.
“Turnamen lain?”
Rick mengangguk. “Iya, aku melihat di POIN TV, seorang lelaki bertudung hitam yang mengaku bernama Ermac menyebutkan kalau dia mengadakan sebuah turnamen uber di tepian lautan tanpa jalan kembali.”
“Turnamen uber di tepian laut tanpa jalan kembali?” tanya Ghaa penasaran. “Benarkah itu?”
“Iya, katanya turnamen ini akan diadakan di pulau naga yang dulunya menjadi tempat diselenggarakannya turnamen perang naga, Dragon Wars.”
Mendengar itu Ghaa langsung berdiri dari duduknya dan berjalan keluar gerbang akademi dengan tergesa-gesa. Rick yang terkejut dengan gerak spontan Ghaa langsung berteriak memanggil. “Ghaa, kamu mau kemana?”
“Ke mana lagi? Tentu saja mendaftar turnamen!”
*
“Sampai kapan mereka akan begini,” gerutu seorang lelaki di depan halaman rumahnya yang dipenuhi Pokemon. Pokemon-Pokemon itu terlihat ketakutan dan merasa tidak nyaman. “Lihatlah Regin, mereka sudah seperti ini sejak satu minggu yang lalu, ini sangat menyebalkan,” protesnya pada lelaki lain yang duduk di sampingnya. “Sesuatu yang gelap telah membuat mereka merasa tidak nyaman, ini bukanlah yang ingin kita lihat bukan?”
“Iya Kak, aku tahu perasaanmu kak Luthfi,” sahut lelaki yang dipanggil Regin. “Tapi mau bagaimana lagi? Kupikir selama badai itu masih terus bergolak, Pokemon-Pokemon ini akan terus merasa tidak nyaman.”
“Badai yang menyebalkan, membawa aura buruk saja,” gumam Luthfi sambil melihat nanar jauh ke depan di mana terlihat pusaran angin besar disana. “Entah sampai kapan badai itu akan berhenti...”
“Kudengar Kak, ada seseorang yang berusaha menghentikan badai itu melalui sebuah turnamen,” kata Regin kemudian.
“Menghentikan badai melalui turnamen? Bagaimana mungkin?” tanya Luthfi tak percaya.
“Bacalah ini,” Regin mengulurkan sebuah selebaran pada kakaknya itu. “Selebaran ini disebarkan oleh lelaki misterius bertudung hitam yang mengaku bernama Ermac.”
Luthfi menerima kertas dari adiknya dan membacanya dengan teliti. “Turnamen Super Storm atau badai super, diadakan untuk menghentikan badai ganas di lautan tanpa jalan kembali, sea of no return. Untuk mnghentikan badai itu diperlukan kekuatan yang begitu besar yang bisa didapatkan melalui turnamen yang mengumpulkan para petarung uber terbaik. Mereka yang terbaik akan memberikan kekuatan terbaiknya dan hanya seorang saja yang terkuat di antara mereka yang bisa masuk ke dalam inti badai untuk menghentikan badai ganas itu. Dia yang kekuatannya sudah terbukti dan teruji di dalam badai...”
“Bagaimana Kak?” tanya Regin memastikan.
“Kakak pikir tidak ada salahnya mencoba,” jawab Luthfi. “Benar yang dikatakan selebaran ini, memang dibutuhkan kekuatan besar untuk menghentikan badai itu, dan kakak tidak akan diam saja tanpa melakukan apa-apa. Baiklah, sudah kakak putuskan... kakak akan mendaftar!”
*
Seorang lelaki berjubah panjang tampak dikelilingi wartawan yang berusaha keras mendekatinya. Beberapa wartawan menanyakan pertanyaan-pertanyaan pada lelaki yang tengah berjalan sebuah gedung besar di seberangnya, tapi lelaki berjubah itu tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya terus berusaha berjalan di antara desakan para wartawan yang haus akan informasi.
“Jadi apa benar Tuan Amsal akan ikut dalam turnamen Super Storm?” tanya salah seorang wartawan.
“Apa Tuan yakin bisa memenangkan turnamen ini dan mengawinkannya dengan gelar POIN League?” tanya yang lain.
“Kira-kira siapa lawan terberat yang akan Tuan hadapi?”
“Apa ini ada hubungannya dengan terpilihnya Jirudan sebagai Dragon Master pada turnamen tahun lalu?Apa Tuan iri dengan kepopuleran Jirudan”
“Apa ini artinya Tuan Amsal akan berusaha merebut gelar kstaria uber terkuat milik Jirudan?”
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus terdengar mengalir dari mulut wartawan yang mengerubungi lelaki berjubah yang dipanggil Tuan Amsal. Namun lelaki itu tak jua mengeluarkan suara sedikit pun untuk memberikan jawaban. Dia tetap membisu dan berusaha menerobos kerumunan wartawan.
“. . .” seolah tanda tiga titik itu yang keluar dari mulut Amsal yang mengatup rapat.
Pada akhirnya Amsal berhasil mencapai pintu gedung di depannya walaupun dengan susah payah dan dengan cepat masuk ke dalamnya, mendorong para wartawan yang berebut ikut masuk dan langsung mengunci pintunya rapat-rapat.
Amsal membuang nafas panjang sembari memegang dadanya lega. “Wartawan-wartawan itu selalu saja ingin tahu, membuatku susah saja,” gerutunya dengan nafas naik-turun. “Melelahkan sekali...”
“Seperti biasanya, sang juara kita tidak mau bicara,” tiba-tiba terdengar lelaki di seberang tempatnya berdiri. Reflek Amsal langsung memandang sekeliling dan mendapati seorang lelaki bercadar hitam berdiri disana, memandang tepat ke arahnya.
“Siapa kau?” tanya Amsal berusaha tenang.
“Tidak penting siapa aku,” jawab lelaki bercadar hitam sambil menyeringai misterius. “Yang penting adalah mengetahui jawabanmu, si pesimis yang beruntung.”
“Jawaban apa?” tanya Amsal tak mengerti.
“Seperti yang ditanyakan orang-orang di luar sana,” jawab lelaki bercadar hitam. “Yaitu jawaban tentang kesediaanmu mengikuti turnamen... Super Storm...”
*
Di tengah hutan yang sangat lebat, seekor Pokemon berbentuk kumbang bergerak kesana kemari menghantam pepohonan. Tak jauh dari situ seorang lelaki berdiri bersedekap mengamati dengan seksama.
“Ayo Heracross! Buktikan kalau kamu kuat!” teriak lelaki itu keras. “Kita sudah berlatih selama setahun penuh hanya untuk turnamen uber! Inilah yang selama ini kita tunggu-tunggu! Kita buktikan kalau kita telah menjadi lebih kuat dibandingkan satu tahun yang lalu!”
“HEEERAAA,” desis Heracross bersemangat. Pokemon itu lalu terbang pelan ke samping pelatihnya.
“Kamu lihat barisan pohon di depan itu?” tanya lelaki sang pelatih pada Heracross sembari menunjuk ke arah deretan pepohonan di depannya. Heracross mengangguk, membuat lelaki itu tersenyum. “Hantam pepohonan... aku ingin barisan pepohonan itu jatuh hanya dalam satu kali hantaman saja!”
Heracross terbang dan bergerak cepat, menghantam pepohonan di depannya dengan sangat keras dan berhasil menjatuhkan semuanya hanya dalam sekali hantam. Melihat itu sang pelatih menepukkan tangannya beberapa kali.
“Hebat... hebat... inilah kekuatan kita... kekuatan inilah yang akan kita tunjukkan... di turnamen badai!”
*
“Kamu itu payah!”
“Kamu itu lemah!”
“Kamu itu tidak ada apa-apanya!”
“Kamu itu pantas kalah!”
“Kamu memang pecundang!”
........................................
“HENTIKAN!!!” teriak seorang lelaki terbangun dari tidurnya. Nafasnya tersengal-sengal tidak karuan. Ternyata dia bermimpi buruk. “Kenapa... kenapa bahkan di dalam mimpi pun aku bisa diremehkan dan dihina seperti itu? Kenapa?!”
Lelaki itu lalu terdiam dan berhasil mengusai dirinya. Pandangannya kini tertuju pada televisi di kamarnya yang ternyata masih menyala. Seorang lelaki bertudung tampak tengah berbicara di layar televisi.
“Saya Ermac, melalui siaran ini mengajak semua petarung Pokemon untuk ikut serta dalam turnamen Super Storm,” kata lelaki bertudung yang mengaku bernama Ermac itu di televisi. “Tunjukkan kekuatan kalian, tunjukkan bahwa kalian adalah petarung sejati yang tidak bisa diremehkan! Inilah saatnya untuk menunjukkan pada dunia betapa kuatnya kalian... para ksatria uber yang bertarung di tengah badai!”
Super Storm? Bertarung di tengah badai? Batin lelaki itu penuh tanya. Dia lalu terdiam sejenak dan kemudian tersenyum. “Pembuktian ya... inilah saatnya!”
*
Seorang lelaki tengah duduk melamun di meja bar dengan segelas besar limun di genggamannya. Sesekali lelaki itu menenggak minumannya dengan dingin, seolah ada sesuatu yang tengah dipikirkannya keras.
“Hei Sarip! Kamu gak mau ikutan?” panggil seorang gendut di yang duduk di meja di belakangnya. Lelaki di meja bar yang dipanggil Sarip itu pun menoleh.
“Ikutan apa?” tanyanya datar. Dia lalu menenggak lagi minuman di genggamannya.
“Itu tuh, turnamen,” tunjuk lelaki gendut pada televisi yang tergantung di langit-langit bar.
Sarip pun melihat ke televisi dan mengerti apa yang dimaksudkan lelaki gendut. “Ikut turnamen?” tanyanya retoris.
“Iya, apalagi? Aneh kamu ini,” balas lelaki gendut sambil merapatkan bibir gelas di genggamannya pada mulutnya. “Apa kamu tidak ingat dengan turnamen POIN League 2? Kamu membuat kami semua kalah banyak di meja judi lho waktu itu, ya nggak teman-teman?” serunya melihat pada orang-orang yang duduk di sekitarnya.
“Iya Sarip, aku sampai harus menjual sapiku untuk membayar taruhan itu dan kamu menghancurkannya begitu saja,” sahut salah seorang di antara mereka. “Kami semua bertaruh si angkuh tangguh itu yang akan menang, tapi nyatanya justru kamu mempermalukannya di pertarungan awal. Kamu mengalahkannya dan juga mengalahkan taruhan kami semua...”
“Huh, salah sendiri kalian berjudi,” dengus Sarip kesal. Dia menenggak minumannya sampai habis lalu menghentakkan gelasnya keras di meja bar. “Harusnya kalian bertaruh untukku, bukan pada si sombong itu. Aku inikan teman kalian.”
“Maafkan kami Sarip, kami tidak tahu kalau kamu ternyata begitu hebat dan mengejutkan,” sahut seseorang yang bertubuh jangkung. “Soalnya saat itu si angkuh sedang populer dan menjadi petarung terbaik. Semua orang pastilah akan bertaruh untuknya.”
“Sudahlah, lupakan saja, aku maklum kok,” kata Sarip pelan.
“Lalu bagaimana? Apa kamu akan ikut turnamen?” tanya lelaki gendut kemudian. “Kami pastikan kali ini kami akan bertaruh dan mendukungmu dengan sekuat tenaga.”
Sarip tersenyum. Dia lalu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu bar melewati lelaki gendut. Semua mata pun langsung tertuju padanya. Saat mencapai pintu bar, Sarip menoleh dan melihat ke arah lelaki gendut.
“Kita lihat saja nanti,” bisiknya pelan seraya membuka pintu, keluar dari bar.
*
“Lihatlah ini Kak Raka, sebuah turnamen!” seru seorang lelaki pada lelaki lain yang dipanggilnya kakak. Lelaki itu menunjuk pada sebuah selebaran yang dipegangnya.
“Wow, ini pasti menarik sekali,” seru sang kakak antusias. “Apta, kita berdua harus ikut dalam turnamen ini,” kata Raka pada adiknya, Apta.
Apta mengangguk. “Tentu saja Kak, hal seperti ini jarang-jarang terjadi,” katanya.
“Kalau begitu sekarang kita bersiap. Bawa Machamp-mu dan kakak akan membawa Empoleon Kakak. Kita akan pergi mendaftar sekarang,” kata Raka.
“Aye! Tentu saja Kak!” Apta terdengar senang sekali. “Kita harus lolos kualifikasi dan bertemu di arena, Kakak harus berjanji itu.”
“Ya, tentu saja,” jawab Raka. “Kita akan melewati jembatan berbeda dan kita akan bertemu kembali di arena, kita sepakat untuk itu.”
“Yup! Apta dan Raka siap untuk bertarung di Super Storm!” Keduanya pun berjalan cepat keluar dari rumah.
*
Seorang lelaki berjas putih termenung duduk di meja kerjanya. Tangan kanannya menopang dagunya dengan malas sementara tangan kirinya memainkan bola berwarna merah putih yang diputar-putarkannya di atas meja. Pandangannya menarwang jauh ke luar jendela.
“Aku ini kuat, aku ini petarung Pokemon yang hebat,” katanya pada dirinya sendiri. “Sayang aku keburu bertemu dengan Zap di babak kedua POIN League 2... aku pun tak sempat menunjukkan kekuatan terbaikku... sayang sekali...”
“Ehem...” tiba-tiba terdengar suara deheman yang langsung mengejutkan lelaki itu. Menyadari ada orang lain di ruangannyaa, lelaki itu pun langsung kalang kabut salah tingkah. Dia pun segera memasang sikap duduk tegak sempurnanya.
“Ada apa Sus? Apa Suster ini tidak pernah mengenal budaya mengetuk pintu?” tanya lelaki itu langsung berubah berwibawa.
“Saya tahu Dokter Dendy, hanya saja sedari tadi saya sudah mengetuk pintu dan tak ada jawaban dari Dokter, jadi saya...”
“Baiklah, itu memang salahku,” potong lelaki bernama Dendy yang ternyata adalah seorang dokter itu. “Lalu ada perlu apa denganku? Bukankah ini adalah waktunya seorang dokter untuk beristirahat?”
“Saya tahu dok, tapi di luar itu ada pasien yang ngotot sekali ingin bertemu dengan dokter,” jawab si suster.
“Ngotot ketemu saya? Berarti sekarang saya sudah jadi artis dong?” kata Dendy dengan pedenya. “Okelah, suruh dia masuk. Sepertinya pasien kita kali ini menderita penyakit berbahaya yang harus segera disembuhkan. Tentu saja sebagai dokter aku harus segera mengoba...”
“Hai, Dokter Dendy,” ucapan seorang lelaki memotong begitu saja perkataan Dendy. Dendy terkejut dan mendapati seorang lelaki bertudung hitam sudah berdiri di depannya.
“Oh, hai... namaku Dendy dan aku seorang dokter,” sahut Dendy memperkenalkan diri. “Apa keluhan sakit yang Anda rasakan? Sepertinya gawat.”
“Aku ke sini bukan untuk berobat, Dokter Dendy,” jawab lelaki bertudung hitam.
“Lalu kalau bukan buat berobat, buat apaan dong? Di mana-mana orang datang ke dokter kan untuk berobat, masa untuk beli kucing...”
“Aku kesini untuk mengundangmu ikut serta dalam turnamen Super Storm, itu pun bila kamu berminat,” tukas lelaki bertudung hitam
“Tur... namen?” Dendy terkejut.
“Aku mendengar kalau Dokter merasa kecewa dengan POIN League 2, karena itulah mungkin inilah cara untuk mengobati kekecewaan itu,” jawab Ermac.
“Mengobati? Jadi sekarang yang jadi dokternya siapa nih?” tanya Dendy polos.
“Whatever...”
*
Leonidas berjalan terburu memasuki sebuah ruangan. Di ruangan itu tampak lelaki bertudung hitam yang dikenal sebagai Ermac tengah duduk santai sambil browsing internet.
“Oh, Leonidas rupanya... aku tak menyangka kamu akan datang ke tempatku ini,” kata Ermac menyapa tamunya itu. “Ada perlu apa gerangan kamu datang kemari?”
“Apa benar empat ksatria naga terkuat akan langsung masuk ke arena apabila mereka mendaftar turnamen?” tanya Leonidas tanpa basa-basi.
Ermac mengangguk pelan. “Ya, tentu saja,” jawabnya santai. “Kapan aku pernah berbohong mengenai ini. Apa kamu tertarik untuk ikut mendaftar? Kupikir kamu sudah memutuskan untuk pensiun dari dunia pertarungan kompetitif.”
“Ya, rencananya memang begitu,” jawab Leonidas. “Tapi mengetahui kekasihku dan juga muridku ikut mendaftar, kupikir aku perlu memberikan kejutan pada mereka.”
“Jadi ini demi Nagareboshi dan Ryota? Kamu benar-benar kekasih dan guru yang baik,” puji Ermac.
“Sebenarnya tidak hanya itu, ada alasan lain” kata Leonidas melanjutkan.
“Aku sudah memperkirakannya,” sahut Ermac cepat. “Alasan itu pastilah Jirudan, aku selalu benar akan hal ini.”
Leonidas mengangguk. “Ya, dialah alasanku untuk ikut serta. Aku belum bisa tenang sebelum membalaskan kekalahanku di final Dragon Wars tahun lalu!”
*
Luthfi begitu bersemangat mengendarai sepeda motornya. Dia sudah sangat tidak sabar untuk menghentikan badai yang telah membuat Pokemon-Pokemonnya merasa ketakutan. Dia harus mengambil langkah cepat, secepat mungkin menghentikan badai itu. Keinginannya yang kuat untuk kembali melihat Pokemon-Pokemonnya ceria membuatnya memacu motornya dengan kecepatan tinggi, berharap tiba dengan cepat di pesisir lautan tanpa jalan kembali. Akan tetapi sebuah truk besar tiba-tiba muncul dan mengejutkan Luthfi. Berikutnya terdengar suara tabrakan yang begitu keras dan setelah itu semuanya terasa gelap baginya.
Saat terbangun, Luthfi mendapati dirinya terbaring di sebuah tempat tidur di bangsal rumah sakit. Di samping tempat tidurnya tampak Regin, adiknya itu duduk menunggu dengan cemas.
“Kenapa aku ada disini?” tanya Luthfi sambil mencoba bangkit untuk duduk.
“Kakak tertabrak truk besar,” jawab Regin. “Motor kakak hancur, tapi syukurlah Kakak baik-baik saja.”
“Kakak harus pergi, Kakak harus segera ke Super Storm,” kata Luthfi meringis kesakitan.
“Istirahatlah dulu Kak, tunggulah sampai keadaanmu membaik,” saran Regin. “Lagipula motor Kakak juga hancur.”
“Tapi Regin, kakak harus segera bergegas,” elak Luthfi bersikeras. “Kakak harus berusaha menghentikan badai itu sebelum terlambat. Ini demi kepentingan Pokemon-Pokemon kita.”
Regin terdiam. Dia tidak mungkin meluruskan keinginan kakaknya karena itu akan membahayakan keadaan kakaknya. Tapi melihat kesungguhan kakaknya, dia pun menjadi ragu.
“Baiklah Kak, aku izinkan,” kata Regin kemudian. “Kakak bisa menggunakan sepeda punyaku untuk pergi ke sana.”
Luthfi tersenyum mendengarnya. “Terima kasih Regin, kakak berhutang banyak padamu. Do’akan kakak agar bisa mencapai inti badai itu dan menghentikannya.”
“Tentu saja Kak, Kakak pasti bisa melakukannya,” sahut sang adik. Regin lalu membantu kakaknya berdiri dan mereka bersama-sama berjalan meninggalkan rumah sakit.
*
Lelaki bertudung hitam berdiri di tepi pantai. Di hadapannya telah banyak orang berdiri berkumpul. Mereka kelihatan tidak sabar.
"Selamat datang di pantai lautan tanpa jalan kembali," kata lelaki bertudung hitam itu kemudian. Suaranya keras membahana di tengah kesunyian malam. "Perkenalkan, namaku Ermac, kalian pasti sudah tak asing denganku," katanya kemudian memperkenalkan diri. "Aku penyelenggara turnamen Super Storm, turnamen super uber yang akan segera kalian hadapi."
"Yeeee!" seru orang-orang itu yang tak lain adalah peserta turnamen ikut membelah malam. Mereka pun berubah gaduh berbicara satu sama lain, membicarakan Super Storm.
"Segera mulai turnamennya! Kami sudah tidak sabar!" teriak salah seorang dari mereka. Ermac tersenyum simpul mendengarnya.
"Baiklah, jelaslah kalian sudah tidak sabar..." katanya kemudian. "Karena itulah... kuturunkan dua belas jembatan badai!"
BAM! BAM! BAM!
Berikutnya terdengar suara-suara benda jatuh dengan kerasnya ke tanah. Para peserta yang berkumpul di sana langsung terkejut tatkala melihat jembatan-jembatan besar muncul di depan mereka, menghubungkan pantai itu dengan sebuah pulau yang terletak di tengah lautan, sebuah pulau yang dikelilingi oleh badai ganas.
"Yang kalian lihat di depan ini adalah jembatan badai, The Storm Bridge," kata Ermac menjelaskan. "Ada total dua belas jembatan yang bisa kalian masuki, tapi hanya ada satu orang saja yang bisa melewatinya secara penuh dan masuk ke dalam gerbang di ujung lain jembatan ini. Gerbang itu adalah gerbang badai, Storm Gate!"
Riuh terdengar suara ramai di antara para peserta. Mereka semuanya terlihat antusias dan tidak sabar.
"Masing-masing di antara kalian telah mendapatkan nomor yang merupakan nomor jembatan yang harus kalian lewati," sambung Ermac. "Di jembatan itulah pertarungan kalian akan dimulai, kalian akan bertarung satu sama lain untuk bisa masuk ke dalam gerbang arena badai, Storm Arena, tempat di mana turnamen yang sebenarnya diselenggarakan. Sekali saja gerbang itu dimasuki manusia, berikutnya gerbang itu akan langsung tertutup dan jembatan akan segera runtuh."
"Jadi ini seperti balapan mencapai gerbang lebih dulu?" tanya salah seorang peserta.
Ermac mengangguk. "Ya, ini adalah sebuah lomba balap. Gunakan Pokemon kalian untuk saling menjatuhkan dan berpacu dari peserta lainnya, karena bila gerbang kalian telah dimasuki oleh peserta lain, maka..."
"Maka apa?" tanya salah satu peserta penasaran.
"Kita akan tenggelam," terdengar suara jawaban dari dalam kerumunan. Seluruh peserta pun langsung memandang ke asal suara. Seorang lelaki berjubah panjang berjalan pelan di antara barisan peserta dan maju ke depan keluar barisan. "Benar begitukan, Ermac?" tanyanya pada Ermac.
Ermac tersenyum. "Ya, Champion Amsal."
"Champion Amsal? Itu... itu Champion Amsal!" tunjuk salah seorang peserta tak percaya.
"Aku tak menyangka bisa melihatnya di sini, ternyata dia juga ikut mendaftar," seru yang lain. Bisik-bisik pun tak terelakkan terjadi di antara peserta.
"Bisa kita lanjutkan apa yang sudah kita mulai?" tanya Ermac membuat para peserta langsung terdiam. "Baiklah, aku tak perlu menyebutkan lagi peraturannya, kalian pasti sudah membacanya di buku peraturan. Jadi sekarang.... pergilah! Pergilah ke jembatan badai! Turnamen badai super - Super Storm telah dimulai!!!"
Bersamaan dengan itu para peserta langsung berlarian masuk ke dalam jembatannya masing-masing. Akan tetapi seorang peserta wanita tampak tetap berdiri di tempatnya, tidak ikut berlari ke jembatan. Dia terlihat cemas dan sesekali melihat ke belakang.
"Di mana Leonidas?" tanyanya pada dirinya sendiri. "Katanya dia akan mendukungku... tapi kenapa dia belum datang juga?"
"Kak Naga, apa yang Kakak lakukan? Cepatlah masuk ke jembatanmu," terdengar suara lelaki memanggil. Wanita yang ternyata Nagareboshi itu langsung melihat ke depan. Di sana berdiri Ryota, murid dari kekasihnya. "Apa yang Kakak tunggu? Cepatlah sebelum ada yang masuk ke dalam gerbang jembatan Kakak!"
"Tapi Ryota, Leo belum..." ucapan Naga terhenti. Dia terdiam, lalu menengok ke belakang pelan. Lelaki yang diharapkannya datang belum juga muncul, padahal dia sangat mengharapkan dukungannya. "Ah, sudahlah..." katanya kemudian dan mulai berlari memasuki sebuah jembatan...
“Badai ini harus ada yang menghentikan,” katanya. “Aku tidak bisa diam saja, ini sudah terjadi sejak naga terakhir tahun lalu… Harus ada yang menghentikannya…”
“Tapi…” lanjutnya, “Tapi aku sendiri tidak mampu melakukannya… maksudku aku butuh kekuatan yang lebih banyak agar aku bisa masuk ke dalam intinya…”
“Kalau saja peperangan naga waktu itu tidak terjadi, pasti badai ini juga tidak akan muncul… Hmm…” katanya lagi. “Sekarang apa yang harus aku lakukan?”
Lelaki itu terdiam. Dia tampak berpikir keras. “Tunggu dulu… kalau perang naga bisa memunculkan badai sehebat ini… maka sudah pasti hal itu juga bisa melenyapkannya… kupikir aku harus mengadakan turnamen baru… “
*
Seorang lelaki tengah asyik menonton televisi di ruang keluarga rumahnya. Karena asyiknya, dia tidak menyadari seorang wanita berjalan perlahan mendekati, bersiap memberikan kejutan padanya.
“Asyik banget sih nonton tivinya, Leonidas sayangku,” kata wanita itu tiba-tiba sambil merangkulkan kedua tangannya di leher lelaki yang dipanggilnya Leonidas. “Emang nonton apaan sih?”
“Ah Naga, kamu mengganggu konsentrasiku saja,” sergah Leonidas menyadari siapa yang mengejutkannya. Dia lalu menoleh kea rah wanita yang dipanggil Naga itu. “Aku sedang menonton Xros Wars, ini episode baru.”
“Iya deh yang demen Xros Wars,” kata Naga tersenyum. “Aku tidak ingin mengganggu acaramu, cuma ingin memberitahu saja kalau aku akan ikut turnamen uber.”
“Turnamen uber?” Tanya Leonidas membalik tubuhnya menghadap Naga. “Turnamen apa?” tanyanya antusias.
“Nama turnamennya Super Storm – Badai Super, ini bacalah sendiri,” jawab Naga sambil mengulurkan selebaran pada Leonidas. Leonidas serta merta menerimanya dan langsung membacanya.
“Ini… inikan…”
Naga mengangguk. “Kamu pasti tidak lupa final perang naga Dragon Wars tahun lalu… “
Leonidas terdiam. Dia memandangi selebaran itu dalam diamnya. Ingatan terbawa pada kejadian satu tahun yang lalu… saat dia berada di arena turnamen uber waktu itu, Dragon Wars. “Jirudan… aku takkan pernah melupakan saat itu… itu sangat menyakitkan…” ujarnya lirih.
“Sudahlah Leo sayang,” hibur Naga melihat Leonidas sedih. “Kamu tidak perlu menyesali kejadian waktu itu, kamu sudah berbuat yang terbaik… kupikir…”
“Badai,” sela Leonidas. “Andai saja badai itu tidak ada, aku pasti bisa membalaskan kekalahanmu…”
Naga tersenyum. Dia lalu memeluk Leonidas mesra. “Kalah atau menang, kamu tetaplah kekasihku… aku sangat bahagia memiliki kekasih yang begitu peduli padaku… itu saja sudah cukup…”
Leonidas tersenyum mendengarnya. Diciumnya pipi kekasihnya itu dengan lembut. “Aku juga bahagia memiliki kekasih yang tangguh sepertimu, Nagareboshi…”
“Jadi bagaimana Leo sayang, apa kamu mau ikut mendaftar turnamen ini?” Tanya Naga kemudian. “Kudengar Ryota sudah mendaftar dan katanya empat ksatria naga terkuat tahun lalu akan langsung terpilih masuk ke dalam arena utama bila mereka ikut mendaftar. Bukankah kamu adalah finalis Dragon Wars? Kamu pasti langsung terpilih. ”
Leonidas menggeleng pelan. “Tidak Naga, aku tidak ikut,” jawabnya. “Kupikir sudah saatnya aku berhenti dari dunia pertarungan Pokemon kompetitif… aku akan memberikan kesempatan kepada petarung-petarung baru, seperti muridku sendiri, Ryota. Bagiku Dragon Wars sudah cukup.”
“Tidak apa-apa Leo sayang… kamu cukup mendukungku saja agar bisa melewati jembatan badai,” kata Nagareboshi.
“Jembatan badai?”
Nagareboshi mengangguk. “Pada turnamen ini para peserta harus bisa melewati jembatan badai untuk bisa masuk ke arena utama Super Storm, arena badai. Bisa dibilang ini adalah babak kualifikasi.”
Leonidas tersenyum dan memegang pipi kekasihnya dengan lembut. “Tentu saja aku selalu mendukungmu, kamu kan kekasihku,” ujarnya kemudian. “Lagipula kamu kan petarung yang tangguh, kamu pasti bisa melewati jembatan itu dengan mudah. Siapa coba yang tidak kenal dengan Nagareboshi, ratu Dragon Wars yang terkenal itu?” pujinya. Dia lalu memandang wajah Nagareboshi lekat. “Percayalah padaku, kamu akan menjadi pemenang turnamen ini…”
*
Seorang lelaki berambut pendek duduk bersila di bawah sebuah pohon di atas bukit nan terjal. Di sampingnya seekor Pokemon menyerupai buaya tampak setia menemaninya. Lelaki itu diam saja dengan mata terpejam sambil sesekali menarik nafas perlahan. Udara di atas bukit itu memang sejuk, dan bersih, membuat dada terasa nyaman tatkala menghirupnya. Meski begitu tidak demikian dengan yang terjadi di dalam dada lelaki itu. Udara yang sejuk dingin menyegarkan seolah tidak bisa melenyapkan perasaan kalutnya selama satu tahun terakhir. Kejadian satu tahun yang lalu pun kemudian perlahan terngiang di benaknya. Suara-suara itu, kembali didengarnya menggaung di kepalanya.
“Aku tidak mau melawanmu, aku ini temanmu…”
“Tapi kamu harus, ini adalah kompetisi!”
“Kalau begitu, maafkanlah aku…!”
………………….
“Guru? Aku tak menyangka bisa bertemu dengan guru disini.”
“Maafkan aku, tapi aku harus melawanmu.”
“Tentu saja guru, akan aku tunjukkan kalau aku benar-benar belajar!”
………………….
“Hah! Pecundang sepertimu mau mengalahkanku? Bermimpilah terus dasar pecundang!”
“Aku… Aku…aku melawan temanku sendiri dan melawan muridku sendiri untuk bisa bertemu denganmu disini. Kulakukan segala cara untuk bisa mengalahkanmu…”
“Sampai kapanpun kamu tidak akan bisa mengalahkanku… tidak akan bisa!”
…………………..
“ARGH!!!” tiba-tiba lelaki itu berseru sangat keras sembari memegangi kepalanya. “Aku membenci diriku sendiri… aku membenci diriku sendiri!!!”
BLAAARRR!!!
Tiba-tiba terdengar suara petir menggelegar. Langit cerah di atas bukit itu perlahan berubah menjadi gelap, mendung seolah akan turun hujan. Benar saja, sejurus kemudian hujan turun dengan derasnya membasahi seluruh tanah di atas bukit itu. Namun bukannya berteduh, lelaki itu justru berjalan menantang hujan.. Dia menegadah ke langit, menatap gelapnya awan di angkasa. Hujan yang turun dengan deras langsung saja mengguyur tubuhnya. Sekali lagi lelaki itu tidak memedulikan tubuhnya yang basah dan berlalu melangkah pelan di tengah hujan. Lelaki itu terus melangkahkan kakinya diiringi Pokemon buaya di sampingnya, tak peduli ke mana langkahnya akan membawanya pergi. Dia hanya terus berjalan menurutkan langkahnya yang tak tahu ke mana.
Seharian penuh dia berjalan hingga hujan berhenti tanpa terasa. Langkah kakinya membawanya ke sebuah kota yang cukup ramai. Dia melewati hiruk-pikuk sebuah pasar. Para pedagang berseru berulang-ulang menawarkan dagangan, sementara beberapa tampak tengah melayani pembeli. Tapi tak ada satu pun yang memedulikan lelaki berambut pendek itu. Dia masih saja berjalan dengan pandangan kosong ke depan. Tawaran-tawaran dari pedagang yang menyapanya tidak dihiraukannya. Meski begitu langkahnya akhirnya berhenti saat dia mendengar kasak-kusuk orang berbicara.
“POIN mengadakan turnamen lagi? Benarkah?” kata salah seorang dalam kerumunan.
“Iya, ini turnamen uber, namanya Badai Super – Super Storm,” jawab yang lainnya.
Badai Super? Tanya lelaki berambut pendek membatin.
“Katanya turnamen ini diadakan untuk menghentikan badai yang muncul sejak naga terakhir tahun lalu. Yang pasti turnamen ini pastilah akan seru.”
Lelaki berambut pendek menjadi semakin penasaran. Tak tahan dengan rasa penasarannya, lelaki itu lalu masuk menyeruak ke dalam kerumunan.
“Benarkah akan nada turnamen uber lagi?” tanyanya begitu saja.
“Benar sekali,” salah seorang di tengah kerumunan langsung mengiyakan. “Katanya ksatria naga terkuat, Dragon Master akan ikut serta. Inilah yang membuatnya menarik,” tambah orang itu.
Ksatria naga terkuat? Dragon Master?
“Aku ingin ikut!” ujar lelaki berambut pendek spontan, membuat orang-orang langsung terkaget. “Di mana aku bisa mendaftarkan diri?”
“Umm… ada lelaki misterius bertudung hitam yang mengabarkan turnamen ini, namanya Ermac. Kamu bisa menanyakan padanya,” jawab seorang tua dalam kerumunan.
“Baiklah, aku akan langsung menemuinya,” kata lelaki berambut pendek langsung berbalik.
“Tunggu dulu Nak,” cegah orang tua itu. “Sebelum itu aku ingin tahu siapa namamu.”
Lelaki berambut pendek tersenyum misterius. Dia setengah melihat ke belakang dan menjawab, “Namaku Blazter… Black Dizaster!”
*
Seorang lelaki duduk di kursi taman di halaman gedung sebuah akademi. Di tangannya tergenggam sebuah majalah dengan sampul bergambar seorang lelaki bersama seekor Pokemon berbentuk kepala hiu.
“Hai Ghaa, selamat ya!” tiba-tiba seseorang menghampirinya. “Akhirnya kamu berhasil lulus dari akademi ini, kamu pasti senang sekali.”
“Iya Rick, terima kasih atas ucapannya,” sahut Ghaa, lelaki yang duduk di kursi taman. “Akhirnya aku selesai juga menempuh pendidikan di akademi, sekarang rasanya sangatlah bebas.”
“Hei, itukan Champion Amsal, juara POIN League 2,” kata Rick, teman Ghaa itu menunjuk pada majalah yang dipegang Ghaa. “Dia itu hebat sekali ya?”
Ghaa mengangguk. “Iya, aku ingin seperti dia, menjadi juara turnamen Pokemon kompetitif,” jawab Ghaa bernada sedih. “Sayang aku tidak pernah bisa ikut serta dalam turnamen, aku harus konsentrasi belajar.”
“Tapi sekarang kan kamu sudah lulus, kamu bisa ikut turnamen kapan saja kamu mau,” sahut Rick menyemangati.
“Iya sih, tapi sepertinya akan sulit,” kata Ghaa terdengar pesimis. “Masih satu tahun lagi saat turnamen POIN League diselenggarakan, dan mungkin saat itu aku sudah mendapatkan pekerjaan. Itu artinya aku mungkin akan kembali sibuk dan tidak bisa mengikuti turnamen.”
“Hei-hei, siapa yang membicarakan POIN League? Aku bicara tentang turnamen lain,” tukas Rick cepat.
“Turnamen lain?”
Rick mengangguk. “Iya, aku melihat di POIN TV, seorang lelaki bertudung hitam yang mengaku bernama Ermac menyebutkan kalau dia mengadakan sebuah turnamen uber di tepian lautan tanpa jalan kembali.”
“Turnamen uber di tepian laut tanpa jalan kembali?” tanya Ghaa penasaran. “Benarkah itu?”
“Iya, katanya turnamen ini akan diadakan di pulau naga yang dulunya menjadi tempat diselenggarakannya turnamen perang naga, Dragon Wars.”
Mendengar itu Ghaa langsung berdiri dari duduknya dan berjalan keluar gerbang akademi dengan tergesa-gesa. Rick yang terkejut dengan gerak spontan Ghaa langsung berteriak memanggil. “Ghaa, kamu mau kemana?”
“Ke mana lagi? Tentu saja mendaftar turnamen!”
*
“Sampai kapan mereka akan begini,” gerutu seorang lelaki di depan halaman rumahnya yang dipenuhi Pokemon. Pokemon-Pokemon itu terlihat ketakutan dan merasa tidak nyaman. “Lihatlah Regin, mereka sudah seperti ini sejak satu minggu yang lalu, ini sangat menyebalkan,” protesnya pada lelaki lain yang duduk di sampingnya. “Sesuatu yang gelap telah membuat mereka merasa tidak nyaman, ini bukanlah yang ingin kita lihat bukan?”
“Iya Kak, aku tahu perasaanmu kak Luthfi,” sahut lelaki yang dipanggil Regin. “Tapi mau bagaimana lagi? Kupikir selama badai itu masih terus bergolak, Pokemon-Pokemon ini akan terus merasa tidak nyaman.”
“Badai yang menyebalkan, membawa aura buruk saja,” gumam Luthfi sambil melihat nanar jauh ke depan di mana terlihat pusaran angin besar disana. “Entah sampai kapan badai itu akan berhenti...”
“Kudengar Kak, ada seseorang yang berusaha menghentikan badai itu melalui sebuah turnamen,” kata Regin kemudian.
“Menghentikan badai melalui turnamen? Bagaimana mungkin?” tanya Luthfi tak percaya.
“Bacalah ini,” Regin mengulurkan sebuah selebaran pada kakaknya itu. “Selebaran ini disebarkan oleh lelaki misterius bertudung hitam yang mengaku bernama Ermac.”
Luthfi menerima kertas dari adiknya dan membacanya dengan teliti. “Turnamen Super Storm atau badai super, diadakan untuk menghentikan badai ganas di lautan tanpa jalan kembali, sea of no return. Untuk mnghentikan badai itu diperlukan kekuatan yang begitu besar yang bisa didapatkan melalui turnamen yang mengumpulkan para petarung uber terbaik. Mereka yang terbaik akan memberikan kekuatan terbaiknya dan hanya seorang saja yang terkuat di antara mereka yang bisa masuk ke dalam inti badai untuk menghentikan badai ganas itu. Dia yang kekuatannya sudah terbukti dan teruji di dalam badai...”
“Bagaimana Kak?” tanya Regin memastikan.
“Kakak pikir tidak ada salahnya mencoba,” jawab Luthfi. “Benar yang dikatakan selebaran ini, memang dibutuhkan kekuatan besar untuk menghentikan badai itu, dan kakak tidak akan diam saja tanpa melakukan apa-apa. Baiklah, sudah kakak putuskan... kakak akan mendaftar!”
*
Seorang lelaki berjubah panjang tampak dikelilingi wartawan yang berusaha keras mendekatinya. Beberapa wartawan menanyakan pertanyaan-pertanyaan pada lelaki yang tengah berjalan sebuah gedung besar di seberangnya, tapi lelaki berjubah itu tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya terus berusaha berjalan di antara desakan para wartawan yang haus akan informasi.
“Jadi apa benar Tuan Amsal akan ikut dalam turnamen Super Storm?” tanya salah seorang wartawan.
“Apa Tuan yakin bisa memenangkan turnamen ini dan mengawinkannya dengan gelar POIN League?” tanya yang lain.
“Kira-kira siapa lawan terberat yang akan Tuan hadapi?”
“Apa ini ada hubungannya dengan terpilihnya Jirudan sebagai Dragon Master pada turnamen tahun lalu?Apa Tuan iri dengan kepopuleran Jirudan”
“Apa ini artinya Tuan Amsal akan berusaha merebut gelar kstaria uber terkuat milik Jirudan?”
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus terdengar mengalir dari mulut wartawan yang mengerubungi lelaki berjubah yang dipanggil Tuan Amsal. Namun lelaki itu tak jua mengeluarkan suara sedikit pun untuk memberikan jawaban. Dia tetap membisu dan berusaha menerobos kerumunan wartawan.
“. . .” seolah tanda tiga titik itu yang keluar dari mulut Amsal yang mengatup rapat.
Pada akhirnya Amsal berhasil mencapai pintu gedung di depannya walaupun dengan susah payah dan dengan cepat masuk ke dalamnya, mendorong para wartawan yang berebut ikut masuk dan langsung mengunci pintunya rapat-rapat.
Amsal membuang nafas panjang sembari memegang dadanya lega. “Wartawan-wartawan itu selalu saja ingin tahu, membuatku susah saja,” gerutunya dengan nafas naik-turun. “Melelahkan sekali...”
“Seperti biasanya, sang juara kita tidak mau bicara,” tiba-tiba terdengar lelaki di seberang tempatnya berdiri. Reflek Amsal langsung memandang sekeliling dan mendapati seorang lelaki bercadar hitam berdiri disana, memandang tepat ke arahnya.
“Siapa kau?” tanya Amsal berusaha tenang.
“Tidak penting siapa aku,” jawab lelaki bercadar hitam sambil menyeringai misterius. “Yang penting adalah mengetahui jawabanmu, si pesimis yang beruntung.”
“Jawaban apa?” tanya Amsal tak mengerti.
“Seperti yang ditanyakan orang-orang di luar sana,” jawab lelaki bercadar hitam. “Yaitu jawaban tentang kesediaanmu mengikuti turnamen... Super Storm...”
*
Di tengah hutan yang sangat lebat, seekor Pokemon berbentuk kumbang bergerak kesana kemari menghantam pepohonan. Tak jauh dari situ seorang lelaki berdiri bersedekap mengamati dengan seksama.
“Ayo Heracross! Buktikan kalau kamu kuat!” teriak lelaki itu keras. “Kita sudah berlatih selama setahun penuh hanya untuk turnamen uber! Inilah yang selama ini kita tunggu-tunggu! Kita buktikan kalau kita telah menjadi lebih kuat dibandingkan satu tahun yang lalu!”
“HEEERAAA,” desis Heracross bersemangat. Pokemon itu lalu terbang pelan ke samping pelatihnya.
“Kamu lihat barisan pohon di depan itu?” tanya lelaki sang pelatih pada Heracross sembari menunjuk ke arah deretan pepohonan di depannya. Heracross mengangguk, membuat lelaki itu tersenyum. “Hantam pepohonan... aku ingin barisan pepohonan itu jatuh hanya dalam satu kali hantaman saja!”
Heracross terbang dan bergerak cepat, menghantam pepohonan di depannya dengan sangat keras dan berhasil menjatuhkan semuanya hanya dalam sekali hantam. Melihat itu sang pelatih menepukkan tangannya beberapa kali.
“Hebat... hebat... inilah kekuatan kita... kekuatan inilah yang akan kita tunjukkan... di turnamen badai!”
*
“Kamu itu payah!”
“Kamu itu lemah!”
“Kamu itu tidak ada apa-apanya!”
“Kamu itu pantas kalah!”
“Kamu memang pecundang!”
........................................
“HENTIKAN!!!” teriak seorang lelaki terbangun dari tidurnya. Nafasnya tersengal-sengal tidak karuan. Ternyata dia bermimpi buruk. “Kenapa... kenapa bahkan di dalam mimpi pun aku bisa diremehkan dan dihina seperti itu? Kenapa?!”
Lelaki itu lalu terdiam dan berhasil mengusai dirinya. Pandangannya kini tertuju pada televisi di kamarnya yang ternyata masih menyala. Seorang lelaki bertudung tampak tengah berbicara di layar televisi.
“Saya Ermac, melalui siaran ini mengajak semua petarung Pokemon untuk ikut serta dalam turnamen Super Storm,” kata lelaki bertudung yang mengaku bernama Ermac itu di televisi. “Tunjukkan kekuatan kalian, tunjukkan bahwa kalian adalah petarung sejati yang tidak bisa diremehkan! Inilah saatnya untuk menunjukkan pada dunia betapa kuatnya kalian... para ksatria uber yang bertarung di tengah badai!”
Super Storm? Bertarung di tengah badai? Batin lelaki itu penuh tanya. Dia lalu terdiam sejenak dan kemudian tersenyum. “Pembuktian ya... inilah saatnya!”
*
Seorang lelaki tengah duduk melamun di meja bar dengan segelas besar limun di genggamannya. Sesekali lelaki itu menenggak minumannya dengan dingin, seolah ada sesuatu yang tengah dipikirkannya keras.
“Hei Sarip! Kamu gak mau ikutan?” panggil seorang gendut di yang duduk di meja di belakangnya. Lelaki di meja bar yang dipanggil Sarip itu pun menoleh.
“Ikutan apa?” tanyanya datar. Dia lalu menenggak lagi minuman di genggamannya.
“Itu tuh, turnamen,” tunjuk lelaki gendut pada televisi yang tergantung di langit-langit bar.
Sarip pun melihat ke televisi dan mengerti apa yang dimaksudkan lelaki gendut. “Ikut turnamen?” tanyanya retoris.
“Iya, apalagi? Aneh kamu ini,” balas lelaki gendut sambil merapatkan bibir gelas di genggamannya pada mulutnya. “Apa kamu tidak ingat dengan turnamen POIN League 2? Kamu membuat kami semua kalah banyak di meja judi lho waktu itu, ya nggak teman-teman?” serunya melihat pada orang-orang yang duduk di sekitarnya.
“Iya Sarip, aku sampai harus menjual sapiku untuk membayar taruhan itu dan kamu menghancurkannya begitu saja,” sahut salah seorang di antara mereka. “Kami semua bertaruh si angkuh tangguh itu yang akan menang, tapi nyatanya justru kamu mempermalukannya di pertarungan awal. Kamu mengalahkannya dan juga mengalahkan taruhan kami semua...”
“Huh, salah sendiri kalian berjudi,” dengus Sarip kesal. Dia menenggak minumannya sampai habis lalu menghentakkan gelasnya keras di meja bar. “Harusnya kalian bertaruh untukku, bukan pada si sombong itu. Aku inikan teman kalian.”
“Maafkan kami Sarip, kami tidak tahu kalau kamu ternyata begitu hebat dan mengejutkan,” sahut seseorang yang bertubuh jangkung. “Soalnya saat itu si angkuh sedang populer dan menjadi petarung terbaik. Semua orang pastilah akan bertaruh untuknya.”
“Sudahlah, lupakan saja, aku maklum kok,” kata Sarip pelan.
“Lalu bagaimana? Apa kamu akan ikut turnamen?” tanya lelaki gendut kemudian. “Kami pastikan kali ini kami akan bertaruh dan mendukungmu dengan sekuat tenaga.”
Sarip tersenyum. Dia lalu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu bar melewati lelaki gendut. Semua mata pun langsung tertuju padanya. Saat mencapai pintu bar, Sarip menoleh dan melihat ke arah lelaki gendut.
“Kita lihat saja nanti,” bisiknya pelan seraya membuka pintu, keluar dari bar.
*
“Lihatlah ini Kak Raka, sebuah turnamen!” seru seorang lelaki pada lelaki lain yang dipanggilnya kakak. Lelaki itu menunjuk pada sebuah selebaran yang dipegangnya.
“Wow, ini pasti menarik sekali,” seru sang kakak antusias. “Apta, kita berdua harus ikut dalam turnamen ini,” kata Raka pada adiknya, Apta.
Apta mengangguk. “Tentu saja Kak, hal seperti ini jarang-jarang terjadi,” katanya.
“Kalau begitu sekarang kita bersiap. Bawa Machamp-mu dan kakak akan membawa Empoleon Kakak. Kita akan pergi mendaftar sekarang,” kata Raka.
“Aye! Tentu saja Kak!” Apta terdengar senang sekali. “Kita harus lolos kualifikasi dan bertemu di arena, Kakak harus berjanji itu.”
“Ya, tentu saja,” jawab Raka. “Kita akan melewati jembatan berbeda dan kita akan bertemu kembali di arena, kita sepakat untuk itu.”
“Yup! Apta dan Raka siap untuk bertarung di Super Storm!” Keduanya pun berjalan cepat keluar dari rumah.
*
Seorang lelaki berjas putih termenung duduk di meja kerjanya. Tangan kanannya menopang dagunya dengan malas sementara tangan kirinya memainkan bola berwarna merah putih yang diputar-putarkannya di atas meja. Pandangannya menarwang jauh ke luar jendela.
“Aku ini kuat, aku ini petarung Pokemon yang hebat,” katanya pada dirinya sendiri. “Sayang aku keburu bertemu dengan Zap di babak kedua POIN League 2... aku pun tak sempat menunjukkan kekuatan terbaikku... sayang sekali...”
“Ehem...” tiba-tiba terdengar suara deheman yang langsung mengejutkan lelaki itu. Menyadari ada orang lain di ruangannyaa, lelaki itu pun langsung kalang kabut salah tingkah. Dia pun segera memasang sikap duduk tegak sempurnanya.
“Ada apa Sus? Apa Suster ini tidak pernah mengenal budaya mengetuk pintu?” tanya lelaki itu langsung berubah berwibawa.
“Saya tahu Dokter Dendy, hanya saja sedari tadi saya sudah mengetuk pintu dan tak ada jawaban dari Dokter, jadi saya...”
“Baiklah, itu memang salahku,” potong lelaki bernama Dendy yang ternyata adalah seorang dokter itu. “Lalu ada perlu apa denganku? Bukankah ini adalah waktunya seorang dokter untuk beristirahat?”
“Saya tahu dok, tapi di luar itu ada pasien yang ngotot sekali ingin bertemu dengan dokter,” jawab si suster.
“Ngotot ketemu saya? Berarti sekarang saya sudah jadi artis dong?” kata Dendy dengan pedenya. “Okelah, suruh dia masuk. Sepertinya pasien kita kali ini menderita penyakit berbahaya yang harus segera disembuhkan. Tentu saja sebagai dokter aku harus segera mengoba...”
“Hai, Dokter Dendy,” ucapan seorang lelaki memotong begitu saja perkataan Dendy. Dendy terkejut dan mendapati seorang lelaki bertudung hitam sudah berdiri di depannya.
“Oh, hai... namaku Dendy dan aku seorang dokter,” sahut Dendy memperkenalkan diri. “Apa keluhan sakit yang Anda rasakan? Sepertinya gawat.”
“Aku ke sini bukan untuk berobat, Dokter Dendy,” jawab lelaki bertudung hitam.
“Lalu kalau bukan buat berobat, buat apaan dong? Di mana-mana orang datang ke dokter kan untuk berobat, masa untuk beli kucing...”
“Aku kesini untuk mengundangmu ikut serta dalam turnamen Super Storm, itu pun bila kamu berminat,” tukas lelaki bertudung hitam
“Tur... namen?” Dendy terkejut.
“Aku mendengar kalau Dokter merasa kecewa dengan POIN League 2, karena itulah mungkin inilah cara untuk mengobati kekecewaan itu,” jawab Ermac.
“Mengobati? Jadi sekarang yang jadi dokternya siapa nih?” tanya Dendy polos.
“Whatever...”
*
Leonidas berjalan terburu memasuki sebuah ruangan. Di ruangan itu tampak lelaki bertudung hitam yang dikenal sebagai Ermac tengah duduk santai sambil browsing internet.
“Oh, Leonidas rupanya... aku tak menyangka kamu akan datang ke tempatku ini,” kata Ermac menyapa tamunya itu. “Ada perlu apa gerangan kamu datang kemari?”
“Apa benar empat ksatria naga terkuat akan langsung masuk ke arena apabila mereka mendaftar turnamen?” tanya Leonidas tanpa basa-basi.
Ermac mengangguk pelan. “Ya, tentu saja,” jawabnya santai. “Kapan aku pernah berbohong mengenai ini. Apa kamu tertarik untuk ikut mendaftar? Kupikir kamu sudah memutuskan untuk pensiun dari dunia pertarungan kompetitif.”
“Ya, rencananya memang begitu,” jawab Leonidas. “Tapi mengetahui kekasihku dan juga muridku ikut mendaftar, kupikir aku perlu memberikan kejutan pada mereka.”
“Jadi ini demi Nagareboshi dan Ryota? Kamu benar-benar kekasih dan guru yang baik,” puji Ermac.
“Sebenarnya tidak hanya itu, ada alasan lain” kata Leonidas melanjutkan.
“Aku sudah memperkirakannya,” sahut Ermac cepat. “Alasan itu pastilah Jirudan, aku selalu benar akan hal ini.”
Leonidas mengangguk. “Ya, dialah alasanku untuk ikut serta. Aku belum bisa tenang sebelum membalaskan kekalahanku di final Dragon Wars tahun lalu!”
*
Luthfi begitu bersemangat mengendarai sepeda motornya. Dia sudah sangat tidak sabar untuk menghentikan badai yang telah membuat Pokemon-Pokemonnya merasa ketakutan. Dia harus mengambil langkah cepat, secepat mungkin menghentikan badai itu. Keinginannya yang kuat untuk kembali melihat Pokemon-Pokemonnya ceria membuatnya memacu motornya dengan kecepatan tinggi, berharap tiba dengan cepat di pesisir lautan tanpa jalan kembali. Akan tetapi sebuah truk besar tiba-tiba muncul dan mengejutkan Luthfi. Berikutnya terdengar suara tabrakan yang begitu keras dan setelah itu semuanya terasa gelap baginya.
Saat terbangun, Luthfi mendapati dirinya terbaring di sebuah tempat tidur di bangsal rumah sakit. Di samping tempat tidurnya tampak Regin, adiknya itu duduk menunggu dengan cemas.
“Kenapa aku ada disini?” tanya Luthfi sambil mencoba bangkit untuk duduk.
“Kakak tertabrak truk besar,” jawab Regin. “Motor kakak hancur, tapi syukurlah Kakak baik-baik saja.”
“Kakak harus pergi, Kakak harus segera ke Super Storm,” kata Luthfi meringis kesakitan.
“Istirahatlah dulu Kak, tunggulah sampai keadaanmu membaik,” saran Regin. “Lagipula motor Kakak juga hancur.”
“Tapi Regin, kakak harus segera bergegas,” elak Luthfi bersikeras. “Kakak harus berusaha menghentikan badai itu sebelum terlambat. Ini demi kepentingan Pokemon-Pokemon kita.”
Regin terdiam. Dia tidak mungkin meluruskan keinginan kakaknya karena itu akan membahayakan keadaan kakaknya. Tapi melihat kesungguhan kakaknya, dia pun menjadi ragu.
“Baiklah Kak, aku izinkan,” kata Regin kemudian. “Kakak bisa menggunakan sepeda punyaku untuk pergi ke sana.”
Luthfi tersenyum mendengarnya. “Terima kasih Regin, kakak berhutang banyak padamu. Do’akan kakak agar bisa mencapai inti badai itu dan menghentikannya.”
“Tentu saja Kak, Kakak pasti bisa melakukannya,” sahut sang adik. Regin lalu membantu kakaknya berdiri dan mereka bersama-sama berjalan meninggalkan rumah sakit.
*
Lelaki bertudung hitam berdiri di tepi pantai. Di hadapannya telah banyak orang berdiri berkumpul. Mereka kelihatan tidak sabar.
"Selamat datang di pantai lautan tanpa jalan kembali," kata lelaki bertudung hitam itu kemudian. Suaranya keras membahana di tengah kesunyian malam. "Perkenalkan, namaku Ermac, kalian pasti sudah tak asing denganku," katanya kemudian memperkenalkan diri. "Aku penyelenggara turnamen Super Storm, turnamen super uber yang akan segera kalian hadapi."
"Yeeee!" seru orang-orang itu yang tak lain adalah peserta turnamen ikut membelah malam. Mereka pun berubah gaduh berbicara satu sama lain, membicarakan Super Storm.
"Segera mulai turnamennya! Kami sudah tidak sabar!" teriak salah seorang dari mereka. Ermac tersenyum simpul mendengarnya.
"Baiklah, jelaslah kalian sudah tidak sabar..." katanya kemudian. "Karena itulah... kuturunkan dua belas jembatan badai!"
BAM! BAM! BAM!
Berikutnya terdengar suara-suara benda jatuh dengan kerasnya ke tanah. Para peserta yang berkumpul di sana langsung terkejut tatkala melihat jembatan-jembatan besar muncul di depan mereka, menghubungkan pantai itu dengan sebuah pulau yang terletak di tengah lautan, sebuah pulau yang dikelilingi oleh badai ganas.
"Yang kalian lihat di depan ini adalah jembatan badai, The Storm Bridge," kata Ermac menjelaskan. "Ada total dua belas jembatan yang bisa kalian masuki, tapi hanya ada satu orang saja yang bisa melewatinya secara penuh dan masuk ke dalam gerbang di ujung lain jembatan ini. Gerbang itu adalah gerbang badai, Storm Gate!"
Riuh terdengar suara ramai di antara para peserta. Mereka semuanya terlihat antusias dan tidak sabar.
"Masing-masing di antara kalian telah mendapatkan nomor yang merupakan nomor jembatan yang harus kalian lewati," sambung Ermac. "Di jembatan itulah pertarungan kalian akan dimulai, kalian akan bertarung satu sama lain untuk bisa masuk ke dalam gerbang arena badai, Storm Arena, tempat di mana turnamen yang sebenarnya diselenggarakan. Sekali saja gerbang itu dimasuki manusia, berikutnya gerbang itu akan langsung tertutup dan jembatan akan segera runtuh."
"Jadi ini seperti balapan mencapai gerbang lebih dulu?" tanya salah seorang peserta.
Ermac mengangguk. "Ya, ini adalah sebuah lomba balap. Gunakan Pokemon kalian untuk saling menjatuhkan dan berpacu dari peserta lainnya, karena bila gerbang kalian telah dimasuki oleh peserta lain, maka..."
"Maka apa?" tanya salah satu peserta penasaran.
"Kita akan tenggelam," terdengar suara jawaban dari dalam kerumunan. Seluruh peserta pun langsung memandang ke asal suara. Seorang lelaki berjubah panjang berjalan pelan di antara barisan peserta dan maju ke depan keluar barisan. "Benar begitukan, Ermac?" tanyanya pada Ermac.
Ermac tersenyum. "Ya, Champion Amsal."
"Champion Amsal? Itu... itu Champion Amsal!" tunjuk salah seorang peserta tak percaya.
"Aku tak menyangka bisa melihatnya di sini, ternyata dia juga ikut mendaftar," seru yang lain. Bisik-bisik pun tak terelakkan terjadi di antara peserta.
"Bisa kita lanjutkan apa yang sudah kita mulai?" tanya Ermac membuat para peserta langsung terdiam. "Baiklah, aku tak perlu menyebutkan lagi peraturannya, kalian pasti sudah membacanya di buku peraturan. Jadi sekarang.... pergilah! Pergilah ke jembatan badai! Turnamen badai super - Super Storm telah dimulai!!!"
Bersamaan dengan itu para peserta langsung berlarian masuk ke dalam jembatannya masing-masing. Akan tetapi seorang peserta wanita tampak tetap berdiri di tempatnya, tidak ikut berlari ke jembatan. Dia terlihat cemas dan sesekali melihat ke belakang.
"Di mana Leonidas?" tanyanya pada dirinya sendiri. "Katanya dia akan mendukungku... tapi kenapa dia belum datang juga?"
"Kak Naga, apa yang Kakak lakukan? Cepatlah masuk ke jembatanmu," terdengar suara lelaki memanggil. Wanita yang ternyata Nagareboshi itu langsung melihat ke depan. Di sana berdiri Ryota, murid dari kekasihnya. "Apa yang Kakak tunggu? Cepatlah sebelum ada yang masuk ke dalam gerbang jembatan Kakak!"
"Tapi Ryota, Leo belum..." ucapan Naga terhenti. Dia terdiam, lalu menengok ke belakang pelan. Lelaki yang diharapkannya datang belum juga muncul, padahal dia sangat mengharapkan dukungannya. "Ah, sudahlah..." katanya kemudian dan mulai berlari memasuki sebuah jembatan...
Di pulau naga, di tengah lautan tanpa jalan kembali. Seorang lelaki jangkung berambut acak-acakan dengan jubah besar di belakang tubuhnya tampak berdiri tidak sabar. Lelaki itu mengamati dengan seksama ke arah dua belas jembatan yang terhubung dengan pulau itu. Pulau itu sendiri dikelilingi oleh pusaran badai yang begitu besar sehingga apa yang terjadi di luar pulau itu terlihat samar-samar tidak jelas.
“Rupanya Tuan Jirudan sudah tidak sabar menunggu,” sebuah suara muncul dari belakang lelaki berjubah yang dipanggil Jirudan itu. Jirudan serta merta berbalik menoleh dan melihat lelaki bertudung hitam berdiri di depannya sekarang.
“Tentu Tuan Ermac... Tentu saja,” sahut Jirudan pada lelaki bertudung hitam yang tak lain adalah Ermac itu. “Kalau ada yang bisa membuat darahku bergejolak hebat, itu adalah pertarungan Pokemon kompetitif... turnamen seperti inilah. Bisa dibilang saat ini aku begitu penasaran melihat orang-orang lemah yang bersusah payah melewati jembatan penuh badai itu hanya untuk menantangku. Mereka benar-benar berjalan dalam keputusasaan karena Tuan Ermac dan semuanya pasti sudah tahu siapa Jirudan, kstaria uber terkuat, sang Dragon Master yang tak terkalahkan.”
“Seperti biasanya, keangkuhanmu masih begitu kentara, Tuan Jirudan,” tiba-tiba terdengar suara lain. Jirudan dan Ermac langsung menoleh ke asal suara. Seorang lelaki berambut pendek yang tak asing bagi Jirudan berdiri disana.
“Oh, rupanya Bagaz si lemah juga ada di arena ini, sungguh sebuah kebetulan yang tak dinyana,” kata Jirudan menanggapi kemunculan lelaki yang dipanggilnya Bagaz itu.
“Namaku sekarang bukan Bagaz,” sergah lelaki berambut pendek cepat. “Panggil aku Blazter, aku adalah bencana hitam yang akan menghancurkanmu!”
“Hahaha... dengar apa yang dia katakan...” sahut Jirudan dengan nada mengejek. “Kamu bilang apa tadi? Blazter? Memangnya permen belang?”
“Diam!” bentak Blazter tak terima. “Aku sudah menunggu lama untuk ini Jirudan,” katanya dengan nada tinggi. “Aku sudah menunggu lama untuk membalaskan kekalahanku waktu itu... kali ini kamu tidak akan bisa berkata apa-apa lagi! Aku akan menghancurkan kesombonganmu itu! Aku datang untuk mengulitimu!”
“Oh ya? Kupikir aku yang akan mengunyahmu terlebih dulu... dasar permen belang!” celetuk Jirudan mengejek. Mendengar itu Blazter langsung bergerak maju ke arah Jirudan. Jirudan juga sebaliknya, langsung bergerak maju ke arah Blazter.
“Sudah, hentikan!” lerai Ermac cepat. Jirudan dan Blazter langung berhenti, namun mereka masih saling menatap penuh kebencian. “Selesaikan masalah kalian nanti, saat pertarungan di arena ini sudah dimulai,” sambung Ermac. “Hormatilah peserta yang lain, jangan bertindak seperti ini.”
“Peserta yang lain? Kudengar Leonidas juga ikut mendaftar, bukankah dia seharusnya juga ada di arena ini sekarang?” tanya Jirudan kemudian.
“Ah ya, itu dia,” tunjuk Blazter ke salah satu sudut jauh arena itu. Ermac dan Jirudan menoleh dan tampak Leonidas berdiri disana.
Sama seperti Jirudan, Leonidas juga berdiri tak sabar memandang jauh keluar pulau. Pandangannya sama sekali tak beralih dari gerbang salah satu jembatan. Sekeras apapun dia memandang, dia tetap tidak bisa melihat menembus pekatnya badai untuk mengetahui apa yang tengah terjadi di luar sana.
“Ayo Naga sayangku... kamu pasti bisa...” bisiknya pelan. “Cepatlah lewati jembatan itu, aku sudah tak sabar menunggumu disini.... tak sabar memberikan kejutan padamu...”
*
Pertarungan Super Storm di jembatan badai Storm Bridge telah dimulai. Masing-masing petarung menunjukkan kekuatan terbaiknya melawan satu sama lain. Beberapa di antara mereka berlari begitu saja, namun saat akan mencapai jembatan dihantam oleh Pokemon milik peserta lain yang langsung menjatuhkannya dari jembatan. Pertarungan di jembatan itu benar-benar pertarungan yang begitu brutal, seolah mereka yang ada di sana rela melakukan apa saja untuk bisa melewati jembatan lebih dulu dari yang lainnya.
Suasana pertarungan sengit dengan Pokemon dewa itu terjadi di semua jembatan, tak terkecuali jembatan nomor tiga. Setelah melalui pertarungan hebat, tinggal dua peserta saja yang ada di jembatan.
"Aku tak menyangka akan berhadapan dengan ratu Dragon Wars di jembatan ini," kata orang pertama, seorang lelaki. "Meski begitu aku tak punya pilihan lain kecuali menjatuhkanmu dari jembatan ini. Hal seperti ini sudah kutunggu sejak lama... turnamen ini telah aku tunggu sejak lama! Takkan kubiarkan emosiku menghentikannya!"
"Kalau begitu lawan aku, jangan banyak bicara," kata orang kedua, seorang wanita yang tak lain adalah Nagareboshi. "Kita buktikan siapa yang pantas masuk ke dalam arena."
"Apa kau bercanda? Orang itu adalah aku! I Can't Fly, keluarlah!" lelaki itu langsung mengeluarkan PokeBallnya, memunculkan Pokemon kadal berkepala besi, Heatran.
"Darkrai, Dark Void!" teriak Nagareboshi kemudian yang memunculkan Pokemon bayangan kegelapan, Darkrai. Dan terjadilah pertarungan seru di antara keduanya.
"GodHand, Ice Beam!"
"Arceus, Shadow Force!"
"Demon, Psystrike!"
"Palkia, Spacial Rend!"
Kedua petarung itu saling serang dengan hebatnya, seolah keduanya sama-sama kuat. Tapi pada akhirnya lelaki itu lebih unggul, membuat Nagareboshi tinggal menyisakan satu Pokemon saja.
"Kau... kau hebat... tapi aku takkan menyerah!" pekik Nagareboshi berusaha bertahan.
"Kau juga hebat Nagareboshi," sahut lelaki itu. "Tapi aku tak punya pilihan lain, aku akan menjatuhkanmu. Entah kenapa kau terlihat kurang bertenaga... apa ada sesuatu yang kau pikirkan?"
"Aku... aku... aku tidak apa-apa!" jawab Nagareboshi bangkit. "Tanpa dukungan Leo pun aku bisa memenangkan pertarunganku!"
"Oh, jadi itu yang membuatmu risau? Kenapa aku bisa lupa kalau kau adalah kekasih Leonidas, kstaria naga yang tak beruntung itu," sahut lelaki itu pongah. "Aku tahu dengan menjatuhkanmu dari jembatan ini itu pasti akan membuat Leonidas murka, tapi aku tak punya pilihan lain." Lelaki itu terdiam. Wajahnya berubah sedih. Dia lalu mendongak cepat dan memandang Nagareboshi tajam. "Aku pernah terlupakan dan membuatku sangat sedih," katanya kemudian. "Tapi hal itu takkan terjadi lagi... aku akan membuat sejarah di turnamen ini."
"Ter... lupakan?" tanya Nagareboshi.
Lelaki itu mengangguk. "Ya, karena itulah aku mengerti perasaanmu saat kekasihmu tak datang memberikan dukungan. Rasanya sangatlah menyedihkan. Kau pastilah begitu menderita."
"Le...Leo..."
"Maafkan aku Nagareboshi, tapi aku harus melakukannya... akan kulengkapi penderitaanmu itu! Judgment, Extremespeed!!!"
Seekor Arceus bergerak cepat ke arah Nagareboshi yang konsentrasinya terpecah karena teringat kekasihnya. Nagareboshi yang terkejut dengan serangan tiba-tiba itu pun tak bisa berbuat banyak saat Arceus menghantam Kyogre miliknya. Hantamannya begitu kuat hingga membuat Nagareboshi ikut terhempas. Dia bersama dengan Kyogre miliknya pun terjatuh dari jembatan, melayang bebas di udara. "Maafkan aku... Leonidas..." kata Nagareboshi dengan berurai air mata, satu detik sebelum tubuhnya menghantam ombak lautan yang ganas. Air matanya itu pun terbang tertiup angin, bercampur dengan angin badai yang mengelilingi sebuah pulau... menyisakan sebuah kegetiran yang menyedihkan...
*
Di jembatan nomor sembilan, terjadi pertarungan antar dua peserta yaitu Raka dan Achmadghazi. Raka tampak perkasa dan dengan mudah berhasil menjatuhkan Achmadghazi.
"Kamu hebat Raka," puji Achmad. "Aku mengaku kalah, kamu bisa melangkah ke gerbang itu dan masuk ke arena."
"Terima kasih banyak, kamu juga sudah memberikan perlawanan yang hebat," Raka balas memuji. "Dengan begini aku bisa memenuhi janji pada adikku."
"Janji?" tanya Achmad.
Raka mengangguk. "Aku ikut turnamen bersama adikku, Apta. Dia ada di jembatan nomor delapan. Kami berjanji akan bertemu di arena," jawab Raka.
"Wah, kalau begitu lekaslah pergi, adikmu pasti tidak sabar menunggu disana," kata Achmad menyemangati.
"Sip... Terima kasih Achmad," sahut Raka senang. Dia mulai melangkahkan kakinya menuju seberang jembatan saat tiba-tiba saja sesosok misterius berjubah serba hitam berdiri menghadangnya.
"Jangan terburu-buru," kata sosok itu. Suaranya terdengar seperti suara perempuan. "Kamu belum bertarung denganku."
"Oh, ternyata masih ada satu yang harus aku kalahkan... ini bukan masalah," sahut Raka menyeringai. "Aku akan mengalahkanmu dengan cepat dan memenuhi janjiku!"
"Tidak secepat itu, aku pastikan janji itu tidak akan terpenuhi!" seru sosok misterius.
Pertarungan hebat pun tak terelakkan terjadi. Di luar dugaan, sosok misterius ternyata lebih kuat dan menjatuhkan semua Pokemon milik Raka. Raka yang tadinya merasa di atas angin tak percaya dengan yang terjadi sekarang.
"Tidak mungkin, aku tidak mungkin dikalahkan dengan begitu mudah," ujarnya putus asa. "Aku harus menemui adikku, apapun resikonya!"
"Dasar keras kepala, kamu itu sudah kalah, terimalah! Sekarang nikmatilah kekalahanmu!"
Berikutnya sebuah hantaman keras mengenai Raka. Lelaki itu pun terlempar jauh dan jatuh dari atas jembatan, meluncur dan akhirnya menghantam ombak dengan kerasnya.
Achmadghazi tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Situasi di atas jembatan itu berubah sangat cepat. "Apa... apa yang kamu lakukan? Dia seharusnya sudah bertemu adiknya!" protesnya.
"Mau bagaimana lagi? Dia sudah kalah... kalah ya kalah, gak mungkin bisa terus melangkah," jawab sosok misterius dengan nada enteng. "Jadi apa kamu mau menyusulnya tenggelam di laut? Atau membiarkanku berjalan ke gerbang itu?" tunjuk sosok misterius pada gerbang di seberang jembatan.
"Siapa... Siapa kamu sebenarnya?" tanya Achmadghazi lemah. Dia terdiam tak punya pilihan selain membiarkan sosok itu pergi.
"Aku? Baiklah." Sosok misterius perlahan membuka jubahnya. Ternyata memang benar bahwa sosok misterius itu adalah seorang wanita. Wanita itu menyeringai sambil menatap ke arah Achmadghazi dan berkata, "Ingat baik-baik namaku... namaku AiForGaraa!"
*
Di jembatan nomor delapan, adik Raka yaitu Apta bertarung dengan sebaik mungkin demi bisa bertemu kakaknya di arena badai. Dia yakin kakaknya itu sudah berada di arena menunggunya sekarang karena dia tahu betul kekuatan kakaknya itu.
"Kamu hebat Raka, aku mengaku kalah," kata Arga Wangston, lawan yang telah dikalahkannya. "Aku orang yang sportif, karena itu aku akan melompat sendiri ke laut," katanya lagi. Arga lalu melangkah ke tepi jembatan, berdiri di atasnya sambil melihat lautan berombak ganas di bawahnya. "Kamu tahu, aku selalu bermimpi melakukan hal ini," katanya pada Apta. Sedetik kemudian dia melompat dari tepi jembatan dan meluncur bebas ke lautan luas. "SUUUPPERRRR... STOOOOORMMMM!" teriaknya keras dan bergaung. Teriakan itu lalu lenyap bersamaan dengan bunyi sesuatu yang berat jatuh ke laut.
"Dia memang sangat sportif," ujar seseorang bercaping gunung. "Sayang aku belum sempat melawannya, dia itu adalah rival beratku."
"Ah, Anda kan Dr. Afifz yang terkenal itu!" Apta tersentak kaget melihat siapa yang berbicara di depannya. "Ah, aku sepertinya tidak punya peluang," katanya lemah begitu menyadari siapa yang berdiri di depannya.
"Memangnya kenapa Nak? Apakah turnamen ini begitu penting untukmu?" tanya Dr. Afifz melihat kekecewaan Apta.
"Aku sudah berjanji akan bertemu dengan kakakku di arena badai, dia pasti sudah tak sabar menungguku di sana," kisah Apta.
"Apa dia kuat?"
Apta mengangguk. "Iya, dia kuat. Dia mengalahkan petarung yang mengalahkan Dragon Master di POIN League 2."
"Oh... I see... I see..." sahut Dr. Afifz sambil memilin janggut tipisnya. "Aku terharu dengan ceritamu, seorang adik yang ingin bertemu kakaknya di turnamen. Aku akan merasa bersalah kalau kamu gagal memenuhi janjimu itu, jadi pergilah," kata Dr. Afifz panjang lebar.
"Pergi? Apa maksudnya?" tanya Apta heran.
"Kamu jalan aja masuk ke gerbang dan temui kakakmu," jelas Dr. Afifz. "Lagipula badai dan air ini tidak cocok dengan Pokemon apiku... FIRE-FIRE-FIRE!"
"Eh..." Apta terdiam. Dia masih mencerna ucapan Dr. Afifz hingga akhirnya dia mengerti. "Terima kasih Dr. Afifz, aku takkan melupakan hal ini!" serunya girang. Dia langsung saja berlari cepat menuju ke gerbang di seberang jembatan. "Kakak... aku datang!!!" teriaknya sangat keras. Gambaran pertemuan dengan sang kakak muncul di kepalanya, dia pun tersenyum senang tanpa tahu apa yang sebenarnya telah terjadi...
*
Luthfi Rifki berjalan terpincang di atas jembatan nomor tujuh. Tubuhnya masih sakit karena kecelakan ditabrak truk itu, tapi dia tetap teguh pergi ke jembatan badai untuk mencoba peruntungannya di turnamen Super Storm, demi menghentikan badai besar yang mengganggu Pokemon-Pokemonnya. Dilihatnya dua orang lelaki tengah menunggunya di tengah jembatan. Luthfi pun berjalan pelan mendekati dua orang itu yang pastilah merupakan lawannya.
"Kamu terlihat berantakan," kata lelaki berambut acak-acakan. "Sepertinya kamu baru saja ditabrak truk besar."
"Memang itulah yang terjadi," jawab Luthfi polos.
"Dengan kondisi seperti ini kamu masih tetap nekat datang kesini? Benar-benar tidak bisa dipercaya," ujar lelaki satunya.
"Hei bocah, lebih baik kamu segera pergi dari jembatan ini karena terus terang aku tidak tega bertarung dengan orang celaka seperti kamu," kata lelaki berambut acak-acakan dengan nada sinis. "Namaku Ramz, dan aku adalah master kartu Pokemon. Aku bisa saja membuatmu lebih berantakan lagi seperti yang kulakukan pada satu pack kartu ini," sambungnya sambil mengeluarkan satu pack kartu dari sakunya, lalu melemparkannya begitu saja di udara. Kartu-kartu itu pun langsung berterbangan ke sana kemari tertiup angin badai yang kencang. "Kamu lihat sendiri kan? Kamu pasti tidak mau bernasib sama seperti kartu-kartu itu."
Luthfi terdiam tak menyahut. Dia hanya menelan ludah saja tapi berusaha untuk tetap tenang.
"Namaku Thomzzz," kata lelaki satunya memperkenalkan diri. "Aku memang bukan petarung yang hebat, tapi bahkan diriku yang lemah ini bisa dengan mudah mengalahkanmu yang luka-luka seperti itu. Jadi lebih baik pergi deh."
"Aku tidak akan pergi!" kata Luthfi kemudian. "Aku datang kesini untuk menghentikan badai, takkan ada yang bisa menghentikan keinginanku, bahkan kalian berdua sekalipun!"
"Oh... kamu percaya diri sekali," puji Ramz menyatukan kepalan dua tangannya. "Kalau begitu mari kita bertarung, kamu jangan menyesalinya!"
"Aku juga siap," sahut Thomzzz bersemangat. "Mari kita mulai sekarang."
Luthfi Rifki tersenyum. "Baiklah, bersiaplah untuk badai yang sebenarnya!!!"
*
"Bangun Nak, bangun..." kata seorang lelaki berambut abu-abu sambil menggoyang-goyangkan tubuh seorang remaja laki-laki. "Sampai kapan kamu akan terus tidur disini?"
"Mmmm... aku di mana?" kata remaja itu mulai membuka matanya.
"Syukurlah kamu sudah bangun. Kamu ada di jembatan badai nomor dua belas, ini Super Storm," jawab lelaki berambut abu-abu.
"Jembatan badai?" tanya remaja itu sambil bangkit berdiri. "Oh tidak! Aku ketiduran! Ini pasti karena terlalu bersemangat pergi ke sini."
"Bisa-bisanya kamu tertidur dalam situasi seperti ini," kata lelaki berambut abu-abu sambil geleng-geleng kepala. "Coba kamu lihat itu," tunjuknya ke arah lain.
Remaja itu memandang ke arah yang ditunjuk. Tampak satu-persatu jembatan badai lainnya jatuh perlahan masuk ke dalam laut, memunculkan suara hantaman yang begitu keras.
"Jem... jembatannya jatuh!?" tanyanya terkejut.
Lelaki berambut abu-abu mengangguk. "Ya, itu pula yang akan terjadi pada jembatan ini kalau kita tidak bergegas masuk ke dalam gerbang."
"Lalu mana peserta lainnya?" tanya remaja itu tampak kebingungan karena jembatan begitu sepi."
"Aku sudah mengalahkan mereka semua, mereka tak sebanding dengan kekuatanku," jawab lelaki berambut abu-abu. "Sebenarnya bisa saja aku langsung pergi ke gerbang, tapi aku tak bisa membiarkanmu tenggelam begitu saja bersama jembatan ini."
"Anda mengalahkan mereka semua? Hebat!" puji remaja itu. Dia langsung menoleh ke pintu gerbang di seberang jembatan. Dia lalu menghela nafas panjang. "Tapi hanya ada satu orang yang bisa melewatinya... kupikir aku tidak punya peluang..."
Remaja itu lalu berbalik dan berjalan ke arah pantai. Dia berjalan pelan sambil menundukkan kepalanya sedih. "Padahal aku begitu berharap bisa menunjukkan kemampuanku terbaik di uber... uber adalah spesialisasiku..."
Lelaki berambut abu-abu yang tadi sudah melangkah berjalan menuju ke gerbang langsung terdiam. Dia menjadi ragu setelah mendengar perkataan remaja itu.
"Tunggu Nak," panggilnya kemudian. Remaja yang dipanggil lalu berbalik.
"Ada apa?" tanya remaja itu. "Oh iya, aku lupa mengucapkan terima kasih karena Anda sudah membangunkanku. Kalau saja Anda tidak membangunkanku, aku pasti akan langsung ternggelam bersama jembatan ini saat Anda masuk ke dalam gerbang."
"Bukan, bukan itu," sergah lelaki berambut abu-abu. "Kalau kamu memang sangat ingin ikut dalam turnamen ini, aku akan mengalah untukmu," lanjutnya.
"Mengalah? Apa maksud Anda?" tanya remaja itu tak mengerti.
Lelaki berambut abu-abu menyeringai. "Aku sudah sering ikut dalam turnamen, jadi sekali saja tidak ikut bukan masalah bagiku," katanya kemudian. "Jadi mungkin aku perlu memberikan kesempatan kepada petarung baru untuk menunjukkan kehebatannya, bila yang kamu katakan tadi benar bahwa uber adalah spesialisasimu."
"Sering ikut dalam turnamen? Benarkah?" tanya remaja itu tak percaya.
"Nak, apa kamu tidak mengenaliku? Kupikir sebagai seorang juara mestinya aku banyak dikenal orang, seperti si Amsal itu," kata lelaki berambut abu-abu dengan enteng.
"Juara?" remaja itu terperangah. Dia lalu memandangi wajah lelaki berambut abu-abu dengan seksama. Sepertinya dia pernah melihat wajah itu, wajah itu sepertinya dikenal. Dan benar saja, dia tiba-tiba ingat siapa lelaki yang berdiri di depannya. "An... Anda kan Tuan... Tuan Night! Juara kejuaraan nasional!"
Lelaki berambut abu-abu yang dipanggil Night itu tersenyum. "Ya, itulah aku," jawabnya membenarkan. "Sekarang lebih baik segeralah pergi masuk ke dalam gerbang sebelum aku berubah pikiran."
"Aku tidak percaya ini... aku tidak percaya aku bertemu dengan Night Wyvern yang terkenal itu... dan dia membiarkanku pergi begitu saja!"
"Sudah sana pergi!" bentak Night tidak sabar. "Kamu tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Lakukanlah yang terbaik."
"Ba...baiklah! Aku pasti akan melakukan yang terbaik!" sahut remaja itu sambil berlari ke arah pintu gerbang di seberang jembatan. Saat tiba di depan gerbang, remaja itu berhenti dan berbalik ke arah Night. "Terima kasih Tuan Night," katanya bersemangat.
"Siapa namamu Nak?" tanya Night.
"Namaku Eliten, dan aku akan menjadi Master Uber! Akan aku kalahkan siapa saja yang meremehkan kekuatan Pokemon uber!"
*
Leonidas menunggu dengan tidak sabar. Dia terus mengamati pintu gerbang jembatan badai, berharap kekasihnya Nagareboshi keluar dari salah satu gerbang itu.
"Ermac, apa pertarungan di jembatan badai sudah selesai?" tanya Leonidas pada Ermac. Dia tampak tak sabar.
"Ya, sudah selesai semuanya," jawab Ermac. "Sebentar lagi mereka akan mulai masuk ke arena ini." Benar saja apa yang dikatakan oleh Ermac karena tak lama setelah itu, Amsal muncul dari gerbang jembatan nomor sebelas. "Sudah kuduga dia akan lolos dengan mudah," komentar Ermac melihat Amsal masuk ke arena.
Berikutnya berurutan Hecro masuk dari gerbang nomor satu, Ghaa dari gerbang nomor dua, Sarip dari gerbang nomor lima, Jodhy dari gerbang nomor enam, Luthfi Rifki dari gerbang nomor tujuh, dan Dendy dari gerbang nomor sepuluh. Untuk beberapa menit tidak ada yang muncul dari gerbang tersisa, hingga kemudian Ryota masuk dari gerbang nomor empat disusul Apta dari gerbang nomor delapan dan AiForGaraa dari gerbang nomor sembilan.
"Guru!" teriak Ryota saat melihat Leonidas di dalam arena. Dia lalu berlari mendekati gurunya. "Aku tak menyangka guru ikut di turnamen ini, bukannya waktu itu guru bilang sudah pensiun?" tanya Ryota cepat.
"Aku ingin memberi kejutan padamu dan juga pada Naga," jawab Leonidas. "Senang melihatmu berhasil masuk ke arena ini, apa yang telah kuajarkan ternyata tidak sia-sia."
"Tentu saja guru," jawab Ryota tampak senang. "Aku selalu belajar dengan baik, aku telah banyak berkembang dari yang guru pikirkan."
"Kalau begitu aku tinggal menunggu Naga," kata Leonidas. "Oh iya Ryota, apa kamu tahu di mana Naga? Aku belum melihatnya masuk ke arena ini," lanjutnya khawatir.
"Tadi dia bilang dia di jembatan nomor tiga, mungkin sebentar lagi dia masuk," jawab Ryota. "Kak Nagareboshi kan kuat, pastilah dia bisa masuk dengan mudah. Tapi..."
"Tapi apa?"
"Tapi tadi aku lihat kak Naga tampak tak bersemangat, dia tampak sedih," jawab ryota.
"Sedih?" Leonidas terdiam. Mendengar itu dia menjadi semakin khawatir.
Sementara itu Apta yang baru masuk ke arena terkejut begitu melihat siapa yang masuk dari gerbang nomor sembilan...
*
Dr. Afifz berada di rumah sakit pesisir lautan tanpa jalan kembali untuk melihat keadaan peserta Super Storm yang terbaring tak sadarkan diri di bangsal rumah sakit. Lelaki bercaping itu berjalan mengitari bangsal untuk melihat siapa saja yang sudah dijatuhkan dari jembatan.
Dia melewati dua kasur bertuliskan Riley dan Anang Rizki dan langsung saja dia mengerti kalau sang Champion Amsal telah lolos dengan mudah. Dia lalu melewati dua kasur lain bertuliskan Kenny Indra dan Charleo Hazan. Dilihatnya lelaki yang tidur di kasur bertuliskan Charleo Hazan tampak kesakitan dan sesekali mengigaukan kata, "Charrrr!"
Menyedihkan sekali, batin Dr. Afifz. Dia lalu kembali berjalan dan terkejut saat melihat seorang wanita terbaring tak sadarkan diri dengan banyak luka di tubuhnya, terbaring di kasur bertuliskan Nagareboshi. "Naga... Naga terkalahkan? Aku tak bisa percaya ini," katanya sambil menutup mulutnya. Setelah melihat keadaan Naga, Dr. Afifz kembali bergerak dan menghampiri sebuah tempat tidur bertuliskan Shimmer. Lelaki spesialis Pokemon tipe api itu lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia mengenal Shimmer, ksatria Dragon Wars yang kuat. Dia tak menyangka banyak petarung kuat yang terkalahkan dalam pertarungan di jembatan badai. "PokeBall memang bulat," komentarnya sambil berjalan menghampiri tempat tidur terakhir di bangsal itu. Keterkejutan Dr. Afifz akhirnya memuncak ketika membaca nama yang tertulis di tempat tidur terakhir itu. "Tidak mungkin... ini artinya... artinya apa yang kulakukan sia-sia belaka..." katanya dengan nada melemah. Dr. Afifz memegang papan nama itu dan membacanya perlahan, "Raka."
*
"DI MANA KAKAKKU?!" teriak Apta pada perempuan yang masuk dari gerbang nomor jembatan nomor sembilan, AiForGaraa. "Seharusnya kakakku yang keluar dari situ, bukan kamu?!"
"Oh, jadi kamu adik si lemah itu," sahut Ai dengan pandangan meremehkan. "Kalau dia memang kuat, seharusnya dia yang ada di sini bukan? Tapi lihatlah apa yang dilakukan kakakmu sekarang, dia mungkin sedang berenang kepayahan di lautan yang penuh Sharpedo buas itu..."
"Kurang Ajar!" umpat Apta marah. Dia langsung bergerak cepat ke arah Ai dan mengayunkan pukulannya, namun Ai dapat menangkap pukulan itu dan berbalik menjatuhkan Apta begitu saja ke lantai.
"Kamu mencoba memukulku? Mana rasa hormatmu pada perempuan?" bentak Ai. "Kalau kamu mau membalaskan kekalahan kakakmu, aku tunggu pertemuan kita di arena ini, jangan bersikap barbar seperti itu." Usai mengatakan itu, Ai lalu berjalan pelan meninggalkan Apta yang terduduk diam di atas lantai.
"Kakak..." ujarnya lirih dan terdengar sedih.
Leonidas dan Ryota melihat kesedihan itu dari kejauhan. "Kasihan dia ya Guru?" komentar Ryota pada Leonidas. Tapi Leonidas tak menyahut. Pikirannya sedang kalut karena kekasihnya tak juga masuk dari gerbang nomor tiga. Leonidas termenung lama memandangi gerbang jembatan nomor tiga. Dia langsung tersentak saat mendengar suara langkah kaki dari dalam gerbang.
"Itu... itu pasti Nagareboshi!" seru Leonidas bersemangat. Dia langsung berlari ke gerbang nomor tiga dan menunggu di depannya. Langkah itu semakin dekat, membuat Leonidas benar-benar tak sabar. Perlahan akhirnya seseorang berjalan dari gerbang nomor tiga. Leonidas menatapnya dengan tajam. Sosok yang keluar dari gerbang itu, sosok yang berdiri di hadapannya kini bukanlah kekasihnya. Dia seorang lelaki.
"Siapa kamu?" tanya Leonidas tak percaya dengan yang dilihatnya.
Lelaki itu tersenyum menyeringai. "Namaku Yudhis, aku yang menjatuhkan kekasihmu itu..."
"Tidak mungkin.... Ini tidak mungkin!" Leonidas tampak kehilangan kendali. "Nagareboshi adalah petarung yang kuat, dia tidak mungkin terkalahkan dengan mudah!"
"Tentang kenyataan bahwa kekasihmu itu kuat, ya, aku mengakuinya, dia memang kuat," sahut Yudhis tenang. "Sayang sesuatu tampak mengganggu pikirannya dan aku berhasil memanfaatkannya dengan mudah," sambung Yudhis. "Leonidas, harusnya kamu melihat ekspresi Nagareboshi saat itu... harusnya kamu melihat betapa menderitanya dirinya sehingga dia memohon-mohon agar aku segera menenggelamkannya ke dalam laut...."
"KURANG AJAR!" bentak Leonidas tak bisa menahan dirinya lagi. Dia sudah bergerak hendak menghantam Yudhis saat seseorang menarik tubuhnya cepat.
"Guru, apa yang kau lakukan?" rupanya Ryota yang menarik tubuh Leonidas. "Guru tidak bisa berlaku kasar seperti itu!"
"Tapi dia... tapi dia... ARGH!" Leonidas tampak kacau.
"Seperti inikah kelakuan kstaria uber yang mencapai naga terakhir tahun lalu? Menyedihkan..." ejek Yudhis.
"Kau..."
"Lebih baik tutup mulutmu itu dan segera pergi dari sini," bentak Ryota ikut marah.
"Oh... seorang murid yang berusaha membela gurunya... menarik sekali," kata Yudhis terus berusaha menyulut emosi.
"Yudhis... aku pastikan... aku pastikan kita akan bertemu di arena ini!" seru Leonidas marah. "Saat itu... saat itu aku pastikan aku akan membantaimu... aku akan membalaskan perlakuanmu pada Naga!" Leonidas mendelik tajam pada Yudhis. Yudhis yang sebenarnya takut dengan tatapan itu berusaha bersikap tenang dan menutupi ketakutannya.
"Sesukamu sajalah," katanya datar.
"Lepaskan aku!" bentak Leonidas pada Ryota yang masih memeganginya. Secara spontan Ryota melepaskan pegangannya pada Leonidas. Leonidas kemudian berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Yudhis. Dia lalu berpapasan dengan Jirudan yang dari tadi menyaksikan pertikaian itu sambil bersedekap angkuh.
"Sepertinya turnamen ini akan berjalan menarik," komentarnya saat Leonidas berjalan melewatinya.
Leonidas berhenti melangkah. Dia mendekati Jirudan dan menatapnya tajam. "Dengarkan aku baik-baik Jirudan," katanya ketus. "Setelah aku menghajar Yudhis... berikutnya keangkuhanmu itu yang akan kuhajar... akan kubalaskan dendam kekalahanku dulu... hingga kamu menyesal pernah mengenal Leonidas!" Usai mengatakan itu Leonidas kembali berjalan pergi. Kali ini dia berpapasan dengan Ermac.
"Tenangkan dirimu Leonidas," kata Ermac sambil memegang bahu Leonidas.
"Singkirkan tanganmu Ermac!" bentak Leonidas sembari menghentakkan tangan Ermac kasar. "Kamu menginginkan kekuatan besar untuk menghentikan badai ini bukan? Kalau begitu kujanjikan kekuatan besar itu... jangan khawatir... badai itu pasti akan berlalu..." Dan Leonidas pun kembali berjalan pergi.
"Aku tak menyangka turnamen tahun ini berjalan begitu menarik," kata Ermac pada dirinya sendiri ketika Leonidas telah berlalu. "Tiga puluh enam peserta telah berusaha melewati jembatan badai demi bisa mencapai arena badai pulau naga ini dan hanya dua belas saja yang akhirnya tiba di arena ini, bergabung dengan empat kstaria naga yang telah lebih dulu datang. Hmm..." Ermac terdiam sejenak. Dia melihat ke arah para peserta turnamen yang berada di arena dan berkata, "Kini telah terkumpul enam belas penantang badai - Storm Challenger. Dengan kekuatan mereka semua... badai ini pastilah akan lenyap. Turnamen ini akan jadi semakin menarik saja..."
Enam belas penantang badai telah berkumpul di arena badai...
Mereka semua akan bertarung dengan sekuat tenaga untuk bisa mencapai inti badai...
Siapakah yang akan berhasil mencapainya dan menghentikan badai super itu?
“Rupanya Tuan Jirudan sudah tidak sabar menunggu,” sebuah suara muncul dari belakang lelaki berjubah yang dipanggil Jirudan itu. Jirudan serta merta berbalik menoleh dan melihat lelaki bertudung hitam berdiri di depannya sekarang.
“Tentu Tuan Ermac... Tentu saja,” sahut Jirudan pada lelaki bertudung hitam yang tak lain adalah Ermac itu. “Kalau ada yang bisa membuat darahku bergejolak hebat, itu adalah pertarungan Pokemon kompetitif... turnamen seperti inilah. Bisa dibilang saat ini aku begitu penasaran melihat orang-orang lemah yang bersusah payah melewati jembatan penuh badai itu hanya untuk menantangku. Mereka benar-benar berjalan dalam keputusasaan karena Tuan Ermac dan semuanya pasti sudah tahu siapa Jirudan, kstaria uber terkuat, sang Dragon Master yang tak terkalahkan.”
“Seperti biasanya, keangkuhanmu masih begitu kentara, Tuan Jirudan,” tiba-tiba terdengar suara lain. Jirudan dan Ermac langsung menoleh ke asal suara. Seorang lelaki berambut pendek yang tak asing bagi Jirudan berdiri disana.
“Oh, rupanya Bagaz si lemah juga ada di arena ini, sungguh sebuah kebetulan yang tak dinyana,” kata Jirudan menanggapi kemunculan lelaki yang dipanggilnya Bagaz itu.
“Namaku sekarang bukan Bagaz,” sergah lelaki berambut pendek cepat. “Panggil aku Blazter, aku adalah bencana hitam yang akan menghancurkanmu!”
“Hahaha... dengar apa yang dia katakan...” sahut Jirudan dengan nada mengejek. “Kamu bilang apa tadi? Blazter? Memangnya permen belang?”
“Diam!” bentak Blazter tak terima. “Aku sudah menunggu lama untuk ini Jirudan,” katanya dengan nada tinggi. “Aku sudah menunggu lama untuk membalaskan kekalahanku waktu itu... kali ini kamu tidak akan bisa berkata apa-apa lagi! Aku akan menghancurkan kesombonganmu itu! Aku datang untuk mengulitimu!”
“Oh ya? Kupikir aku yang akan mengunyahmu terlebih dulu... dasar permen belang!” celetuk Jirudan mengejek. Mendengar itu Blazter langsung bergerak maju ke arah Jirudan. Jirudan juga sebaliknya, langsung bergerak maju ke arah Blazter.
“Sudah, hentikan!” lerai Ermac cepat. Jirudan dan Blazter langung berhenti, namun mereka masih saling menatap penuh kebencian. “Selesaikan masalah kalian nanti, saat pertarungan di arena ini sudah dimulai,” sambung Ermac. “Hormatilah peserta yang lain, jangan bertindak seperti ini.”
“Peserta yang lain? Kudengar Leonidas juga ikut mendaftar, bukankah dia seharusnya juga ada di arena ini sekarang?” tanya Jirudan kemudian.
“Ah ya, itu dia,” tunjuk Blazter ke salah satu sudut jauh arena itu. Ermac dan Jirudan menoleh dan tampak Leonidas berdiri disana.
Sama seperti Jirudan, Leonidas juga berdiri tak sabar memandang jauh keluar pulau. Pandangannya sama sekali tak beralih dari gerbang salah satu jembatan. Sekeras apapun dia memandang, dia tetap tidak bisa melihat menembus pekatnya badai untuk mengetahui apa yang tengah terjadi di luar sana.
“Ayo Naga sayangku... kamu pasti bisa...” bisiknya pelan. “Cepatlah lewati jembatan itu, aku sudah tak sabar menunggumu disini.... tak sabar memberikan kejutan padamu...”
*
Pertarungan Super Storm di jembatan badai Storm Bridge telah dimulai. Masing-masing petarung menunjukkan kekuatan terbaiknya melawan satu sama lain. Beberapa di antara mereka berlari begitu saja, namun saat akan mencapai jembatan dihantam oleh Pokemon milik peserta lain yang langsung menjatuhkannya dari jembatan. Pertarungan di jembatan itu benar-benar pertarungan yang begitu brutal, seolah mereka yang ada di sana rela melakukan apa saja untuk bisa melewati jembatan lebih dulu dari yang lainnya.
Suasana pertarungan sengit dengan Pokemon dewa itu terjadi di semua jembatan, tak terkecuali jembatan nomor tiga. Setelah melalui pertarungan hebat, tinggal dua peserta saja yang ada di jembatan.
"Aku tak menyangka akan berhadapan dengan ratu Dragon Wars di jembatan ini," kata orang pertama, seorang lelaki. "Meski begitu aku tak punya pilihan lain kecuali menjatuhkanmu dari jembatan ini. Hal seperti ini sudah kutunggu sejak lama... turnamen ini telah aku tunggu sejak lama! Takkan kubiarkan emosiku menghentikannya!"
"Kalau begitu lawan aku, jangan banyak bicara," kata orang kedua, seorang wanita yang tak lain adalah Nagareboshi. "Kita buktikan siapa yang pantas masuk ke dalam arena."
"Apa kau bercanda? Orang itu adalah aku! I Can't Fly, keluarlah!" lelaki itu langsung mengeluarkan PokeBallnya, memunculkan Pokemon kadal berkepala besi, Heatran.
"Darkrai, Dark Void!" teriak Nagareboshi kemudian yang memunculkan Pokemon bayangan kegelapan, Darkrai. Dan terjadilah pertarungan seru di antara keduanya.
"GodHand, Ice Beam!"
"Arceus, Shadow Force!"
"Demon, Psystrike!"
"Palkia, Spacial Rend!"
Kedua petarung itu saling serang dengan hebatnya, seolah keduanya sama-sama kuat. Tapi pada akhirnya lelaki itu lebih unggul, membuat Nagareboshi tinggal menyisakan satu Pokemon saja.
"Kau... kau hebat... tapi aku takkan menyerah!" pekik Nagareboshi berusaha bertahan.
"Kau juga hebat Nagareboshi," sahut lelaki itu. "Tapi aku tak punya pilihan lain, aku akan menjatuhkanmu. Entah kenapa kau terlihat kurang bertenaga... apa ada sesuatu yang kau pikirkan?"
"Aku... aku... aku tidak apa-apa!" jawab Nagareboshi bangkit. "Tanpa dukungan Leo pun aku bisa memenangkan pertarunganku!"
"Oh, jadi itu yang membuatmu risau? Kenapa aku bisa lupa kalau kau adalah kekasih Leonidas, kstaria naga yang tak beruntung itu," sahut lelaki itu pongah. "Aku tahu dengan menjatuhkanmu dari jembatan ini itu pasti akan membuat Leonidas murka, tapi aku tak punya pilihan lain." Lelaki itu terdiam. Wajahnya berubah sedih. Dia lalu mendongak cepat dan memandang Nagareboshi tajam. "Aku pernah terlupakan dan membuatku sangat sedih," katanya kemudian. "Tapi hal itu takkan terjadi lagi... aku akan membuat sejarah di turnamen ini."
"Ter... lupakan?" tanya Nagareboshi.
Lelaki itu mengangguk. "Ya, karena itulah aku mengerti perasaanmu saat kekasihmu tak datang memberikan dukungan. Rasanya sangatlah menyedihkan. Kau pastilah begitu menderita."
"Le...Leo..."
"Maafkan aku Nagareboshi, tapi aku harus melakukannya... akan kulengkapi penderitaanmu itu! Judgment, Extremespeed!!!"
Seekor Arceus bergerak cepat ke arah Nagareboshi yang konsentrasinya terpecah karena teringat kekasihnya. Nagareboshi yang terkejut dengan serangan tiba-tiba itu pun tak bisa berbuat banyak saat Arceus menghantam Kyogre miliknya. Hantamannya begitu kuat hingga membuat Nagareboshi ikut terhempas. Dia bersama dengan Kyogre miliknya pun terjatuh dari jembatan, melayang bebas di udara. "Maafkan aku... Leonidas..." kata Nagareboshi dengan berurai air mata, satu detik sebelum tubuhnya menghantam ombak lautan yang ganas. Air matanya itu pun terbang tertiup angin, bercampur dengan angin badai yang mengelilingi sebuah pulau... menyisakan sebuah kegetiran yang menyedihkan...
*
Di jembatan nomor sembilan, terjadi pertarungan antar dua peserta yaitu Raka dan Achmadghazi. Raka tampak perkasa dan dengan mudah berhasil menjatuhkan Achmadghazi.
"Kamu hebat Raka," puji Achmad. "Aku mengaku kalah, kamu bisa melangkah ke gerbang itu dan masuk ke arena."
"Terima kasih banyak, kamu juga sudah memberikan perlawanan yang hebat," Raka balas memuji. "Dengan begini aku bisa memenuhi janji pada adikku."
"Janji?" tanya Achmad.
Raka mengangguk. "Aku ikut turnamen bersama adikku, Apta. Dia ada di jembatan nomor delapan. Kami berjanji akan bertemu di arena," jawab Raka.
"Wah, kalau begitu lekaslah pergi, adikmu pasti tidak sabar menunggu disana," kata Achmad menyemangati.
"Sip... Terima kasih Achmad," sahut Raka senang. Dia mulai melangkahkan kakinya menuju seberang jembatan saat tiba-tiba saja sesosok misterius berjubah serba hitam berdiri menghadangnya.
"Jangan terburu-buru," kata sosok itu. Suaranya terdengar seperti suara perempuan. "Kamu belum bertarung denganku."
"Oh, ternyata masih ada satu yang harus aku kalahkan... ini bukan masalah," sahut Raka menyeringai. "Aku akan mengalahkanmu dengan cepat dan memenuhi janjiku!"
"Tidak secepat itu, aku pastikan janji itu tidak akan terpenuhi!" seru sosok misterius.
Pertarungan hebat pun tak terelakkan terjadi. Di luar dugaan, sosok misterius ternyata lebih kuat dan menjatuhkan semua Pokemon milik Raka. Raka yang tadinya merasa di atas angin tak percaya dengan yang terjadi sekarang.
"Tidak mungkin, aku tidak mungkin dikalahkan dengan begitu mudah," ujarnya putus asa. "Aku harus menemui adikku, apapun resikonya!"
"Dasar keras kepala, kamu itu sudah kalah, terimalah! Sekarang nikmatilah kekalahanmu!"
Berikutnya sebuah hantaman keras mengenai Raka. Lelaki itu pun terlempar jauh dan jatuh dari atas jembatan, meluncur dan akhirnya menghantam ombak dengan kerasnya.
Achmadghazi tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Situasi di atas jembatan itu berubah sangat cepat. "Apa... apa yang kamu lakukan? Dia seharusnya sudah bertemu adiknya!" protesnya.
"Mau bagaimana lagi? Dia sudah kalah... kalah ya kalah, gak mungkin bisa terus melangkah," jawab sosok misterius dengan nada enteng. "Jadi apa kamu mau menyusulnya tenggelam di laut? Atau membiarkanku berjalan ke gerbang itu?" tunjuk sosok misterius pada gerbang di seberang jembatan.
"Siapa... Siapa kamu sebenarnya?" tanya Achmadghazi lemah. Dia terdiam tak punya pilihan selain membiarkan sosok itu pergi.
"Aku? Baiklah." Sosok misterius perlahan membuka jubahnya. Ternyata memang benar bahwa sosok misterius itu adalah seorang wanita. Wanita itu menyeringai sambil menatap ke arah Achmadghazi dan berkata, "Ingat baik-baik namaku... namaku AiForGaraa!"
*
Di jembatan nomor delapan, adik Raka yaitu Apta bertarung dengan sebaik mungkin demi bisa bertemu kakaknya di arena badai. Dia yakin kakaknya itu sudah berada di arena menunggunya sekarang karena dia tahu betul kekuatan kakaknya itu.
"Kamu hebat Raka, aku mengaku kalah," kata Arga Wangston, lawan yang telah dikalahkannya. "Aku orang yang sportif, karena itu aku akan melompat sendiri ke laut," katanya lagi. Arga lalu melangkah ke tepi jembatan, berdiri di atasnya sambil melihat lautan berombak ganas di bawahnya. "Kamu tahu, aku selalu bermimpi melakukan hal ini," katanya pada Apta. Sedetik kemudian dia melompat dari tepi jembatan dan meluncur bebas ke lautan luas. "SUUUPPERRRR... STOOOOORMMMM!" teriaknya keras dan bergaung. Teriakan itu lalu lenyap bersamaan dengan bunyi sesuatu yang berat jatuh ke laut.
"Dia memang sangat sportif," ujar seseorang bercaping gunung. "Sayang aku belum sempat melawannya, dia itu adalah rival beratku."
"Ah, Anda kan Dr. Afifz yang terkenal itu!" Apta tersentak kaget melihat siapa yang berbicara di depannya. "Ah, aku sepertinya tidak punya peluang," katanya lemah begitu menyadari siapa yang berdiri di depannya.
"Memangnya kenapa Nak? Apakah turnamen ini begitu penting untukmu?" tanya Dr. Afifz melihat kekecewaan Apta.
"Aku sudah berjanji akan bertemu dengan kakakku di arena badai, dia pasti sudah tak sabar menungguku di sana," kisah Apta.
"Apa dia kuat?"
Apta mengangguk. "Iya, dia kuat. Dia mengalahkan petarung yang mengalahkan Dragon Master di POIN League 2."
"Oh... I see... I see..." sahut Dr. Afifz sambil memilin janggut tipisnya. "Aku terharu dengan ceritamu, seorang adik yang ingin bertemu kakaknya di turnamen. Aku akan merasa bersalah kalau kamu gagal memenuhi janjimu itu, jadi pergilah," kata Dr. Afifz panjang lebar.
"Pergi? Apa maksudnya?" tanya Apta heran.
"Kamu jalan aja masuk ke gerbang dan temui kakakmu," jelas Dr. Afifz. "Lagipula badai dan air ini tidak cocok dengan Pokemon apiku... FIRE-FIRE-FIRE!"
"Eh..." Apta terdiam. Dia masih mencerna ucapan Dr. Afifz hingga akhirnya dia mengerti. "Terima kasih Dr. Afifz, aku takkan melupakan hal ini!" serunya girang. Dia langsung saja berlari cepat menuju ke gerbang di seberang jembatan. "Kakak... aku datang!!!" teriaknya sangat keras. Gambaran pertemuan dengan sang kakak muncul di kepalanya, dia pun tersenyum senang tanpa tahu apa yang sebenarnya telah terjadi...
*
Luthfi Rifki berjalan terpincang di atas jembatan nomor tujuh. Tubuhnya masih sakit karena kecelakan ditabrak truk itu, tapi dia tetap teguh pergi ke jembatan badai untuk mencoba peruntungannya di turnamen Super Storm, demi menghentikan badai besar yang mengganggu Pokemon-Pokemonnya. Dilihatnya dua orang lelaki tengah menunggunya di tengah jembatan. Luthfi pun berjalan pelan mendekati dua orang itu yang pastilah merupakan lawannya.
"Kamu terlihat berantakan," kata lelaki berambut acak-acakan. "Sepertinya kamu baru saja ditabrak truk besar."
"Memang itulah yang terjadi," jawab Luthfi polos.
"Dengan kondisi seperti ini kamu masih tetap nekat datang kesini? Benar-benar tidak bisa dipercaya," ujar lelaki satunya.
"Hei bocah, lebih baik kamu segera pergi dari jembatan ini karena terus terang aku tidak tega bertarung dengan orang celaka seperti kamu," kata lelaki berambut acak-acakan dengan nada sinis. "Namaku Ramz, dan aku adalah master kartu Pokemon. Aku bisa saja membuatmu lebih berantakan lagi seperti yang kulakukan pada satu pack kartu ini," sambungnya sambil mengeluarkan satu pack kartu dari sakunya, lalu melemparkannya begitu saja di udara. Kartu-kartu itu pun langsung berterbangan ke sana kemari tertiup angin badai yang kencang. "Kamu lihat sendiri kan? Kamu pasti tidak mau bernasib sama seperti kartu-kartu itu."
Luthfi terdiam tak menyahut. Dia hanya menelan ludah saja tapi berusaha untuk tetap tenang.
"Namaku Thomzzz," kata lelaki satunya memperkenalkan diri. "Aku memang bukan petarung yang hebat, tapi bahkan diriku yang lemah ini bisa dengan mudah mengalahkanmu yang luka-luka seperti itu. Jadi lebih baik pergi deh."
"Aku tidak akan pergi!" kata Luthfi kemudian. "Aku datang kesini untuk menghentikan badai, takkan ada yang bisa menghentikan keinginanku, bahkan kalian berdua sekalipun!"
"Oh... kamu percaya diri sekali," puji Ramz menyatukan kepalan dua tangannya. "Kalau begitu mari kita bertarung, kamu jangan menyesalinya!"
"Aku juga siap," sahut Thomzzz bersemangat. "Mari kita mulai sekarang."
Luthfi Rifki tersenyum. "Baiklah, bersiaplah untuk badai yang sebenarnya!!!"
*
"Bangun Nak, bangun..." kata seorang lelaki berambut abu-abu sambil menggoyang-goyangkan tubuh seorang remaja laki-laki. "Sampai kapan kamu akan terus tidur disini?"
"Mmmm... aku di mana?" kata remaja itu mulai membuka matanya.
"Syukurlah kamu sudah bangun. Kamu ada di jembatan badai nomor dua belas, ini Super Storm," jawab lelaki berambut abu-abu.
"Jembatan badai?" tanya remaja itu sambil bangkit berdiri. "Oh tidak! Aku ketiduran! Ini pasti karena terlalu bersemangat pergi ke sini."
"Bisa-bisanya kamu tertidur dalam situasi seperti ini," kata lelaki berambut abu-abu sambil geleng-geleng kepala. "Coba kamu lihat itu," tunjuknya ke arah lain.
Remaja itu memandang ke arah yang ditunjuk. Tampak satu-persatu jembatan badai lainnya jatuh perlahan masuk ke dalam laut, memunculkan suara hantaman yang begitu keras.
"Jem... jembatannya jatuh!?" tanyanya terkejut.
Lelaki berambut abu-abu mengangguk. "Ya, itu pula yang akan terjadi pada jembatan ini kalau kita tidak bergegas masuk ke dalam gerbang."
"Lalu mana peserta lainnya?" tanya remaja itu tampak kebingungan karena jembatan begitu sepi."
"Aku sudah mengalahkan mereka semua, mereka tak sebanding dengan kekuatanku," jawab lelaki berambut abu-abu. "Sebenarnya bisa saja aku langsung pergi ke gerbang, tapi aku tak bisa membiarkanmu tenggelam begitu saja bersama jembatan ini."
"Anda mengalahkan mereka semua? Hebat!" puji remaja itu. Dia langsung menoleh ke pintu gerbang di seberang jembatan. Dia lalu menghela nafas panjang. "Tapi hanya ada satu orang yang bisa melewatinya... kupikir aku tidak punya peluang..."
Remaja itu lalu berbalik dan berjalan ke arah pantai. Dia berjalan pelan sambil menundukkan kepalanya sedih. "Padahal aku begitu berharap bisa menunjukkan kemampuanku terbaik di uber... uber adalah spesialisasiku..."
Lelaki berambut abu-abu yang tadi sudah melangkah berjalan menuju ke gerbang langsung terdiam. Dia menjadi ragu setelah mendengar perkataan remaja itu.
"Tunggu Nak," panggilnya kemudian. Remaja yang dipanggil lalu berbalik.
"Ada apa?" tanya remaja itu. "Oh iya, aku lupa mengucapkan terima kasih karena Anda sudah membangunkanku. Kalau saja Anda tidak membangunkanku, aku pasti akan langsung ternggelam bersama jembatan ini saat Anda masuk ke dalam gerbang."
"Bukan, bukan itu," sergah lelaki berambut abu-abu. "Kalau kamu memang sangat ingin ikut dalam turnamen ini, aku akan mengalah untukmu," lanjutnya.
"Mengalah? Apa maksud Anda?" tanya remaja itu tak mengerti.
Lelaki berambut abu-abu menyeringai. "Aku sudah sering ikut dalam turnamen, jadi sekali saja tidak ikut bukan masalah bagiku," katanya kemudian. "Jadi mungkin aku perlu memberikan kesempatan kepada petarung baru untuk menunjukkan kehebatannya, bila yang kamu katakan tadi benar bahwa uber adalah spesialisasimu."
"Sering ikut dalam turnamen? Benarkah?" tanya remaja itu tak percaya.
"Nak, apa kamu tidak mengenaliku? Kupikir sebagai seorang juara mestinya aku banyak dikenal orang, seperti si Amsal itu," kata lelaki berambut abu-abu dengan enteng.
"Juara?" remaja itu terperangah. Dia lalu memandangi wajah lelaki berambut abu-abu dengan seksama. Sepertinya dia pernah melihat wajah itu, wajah itu sepertinya dikenal. Dan benar saja, dia tiba-tiba ingat siapa lelaki yang berdiri di depannya. "An... Anda kan Tuan... Tuan Night! Juara kejuaraan nasional!"
Lelaki berambut abu-abu yang dipanggil Night itu tersenyum. "Ya, itulah aku," jawabnya membenarkan. "Sekarang lebih baik segeralah pergi masuk ke dalam gerbang sebelum aku berubah pikiran."
"Aku tidak percaya ini... aku tidak percaya aku bertemu dengan Night Wyvern yang terkenal itu... dan dia membiarkanku pergi begitu saja!"
"Sudah sana pergi!" bentak Night tidak sabar. "Kamu tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Lakukanlah yang terbaik."
"Ba...baiklah! Aku pasti akan melakukan yang terbaik!" sahut remaja itu sambil berlari ke arah pintu gerbang di seberang jembatan. Saat tiba di depan gerbang, remaja itu berhenti dan berbalik ke arah Night. "Terima kasih Tuan Night," katanya bersemangat.
"Siapa namamu Nak?" tanya Night.
"Namaku Eliten, dan aku akan menjadi Master Uber! Akan aku kalahkan siapa saja yang meremehkan kekuatan Pokemon uber!"
*
Leonidas menunggu dengan tidak sabar. Dia terus mengamati pintu gerbang jembatan badai, berharap kekasihnya Nagareboshi keluar dari salah satu gerbang itu.
"Ermac, apa pertarungan di jembatan badai sudah selesai?" tanya Leonidas pada Ermac. Dia tampak tak sabar.
"Ya, sudah selesai semuanya," jawab Ermac. "Sebentar lagi mereka akan mulai masuk ke arena ini." Benar saja apa yang dikatakan oleh Ermac karena tak lama setelah itu, Amsal muncul dari gerbang jembatan nomor sebelas. "Sudah kuduga dia akan lolos dengan mudah," komentar Ermac melihat Amsal masuk ke arena.
Berikutnya berurutan Hecro masuk dari gerbang nomor satu, Ghaa dari gerbang nomor dua, Sarip dari gerbang nomor lima, Jodhy dari gerbang nomor enam, Luthfi Rifki dari gerbang nomor tujuh, dan Dendy dari gerbang nomor sepuluh. Untuk beberapa menit tidak ada yang muncul dari gerbang tersisa, hingga kemudian Ryota masuk dari gerbang nomor empat disusul Apta dari gerbang nomor delapan dan AiForGaraa dari gerbang nomor sembilan.
"Guru!" teriak Ryota saat melihat Leonidas di dalam arena. Dia lalu berlari mendekati gurunya. "Aku tak menyangka guru ikut di turnamen ini, bukannya waktu itu guru bilang sudah pensiun?" tanya Ryota cepat.
"Aku ingin memberi kejutan padamu dan juga pada Naga," jawab Leonidas. "Senang melihatmu berhasil masuk ke arena ini, apa yang telah kuajarkan ternyata tidak sia-sia."
"Tentu saja guru," jawab Ryota tampak senang. "Aku selalu belajar dengan baik, aku telah banyak berkembang dari yang guru pikirkan."
"Kalau begitu aku tinggal menunggu Naga," kata Leonidas. "Oh iya Ryota, apa kamu tahu di mana Naga? Aku belum melihatnya masuk ke arena ini," lanjutnya khawatir.
"Tadi dia bilang dia di jembatan nomor tiga, mungkin sebentar lagi dia masuk," jawab Ryota. "Kak Nagareboshi kan kuat, pastilah dia bisa masuk dengan mudah. Tapi..."
"Tapi apa?"
"Tapi tadi aku lihat kak Naga tampak tak bersemangat, dia tampak sedih," jawab ryota.
"Sedih?" Leonidas terdiam. Mendengar itu dia menjadi semakin khawatir.
Sementara itu Apta yang baru masuk ke arena terkejut begitu melihat siapa yang masuk dari gerbang nomor sembilan...
*
Dr. Afifz berada di rumah sakit pesisir lautan tanpa jalan kembali untuk melihat keadaan peserta Super Storm yang terbaring tak sadarkan diri di bangsal rumah sakit. Lelaki bercaping itu berjalan mengitari bangsal untuk melihat siapa saja yang sudah dijatuhkan dari jembatan.
Dia melewati dua kasur bertuliskan Riley dan Anang Rizki dan langsung saja dia mengerti kalau sang Champion Amsal telah lolos dengan mudah. Dia lalu melewati dua kasur lain bertuliskan Kenny Indra dan Charleo Hazan. Dilihatnya lelaki yang tidur di kasur bertuliskan Charleo Hazan tampak kesakitan dan sesekali mengigaukan kata, "Charrrr!"
Menyedihkan sekali, batin Dr. Afifz. Dia lalu kembali berjalan dan terkejut saat melihat seorang wanita terbaring tak sadarkan diri dengan banyak luka di tubuhnya, terbaring di kasur bertuliskan Nagareboshi. "Naga... Naga terkalahkan? Aku tak bisa percaya ini," katanya sambil menutup mulutnya. Setelah melihat keadaan Naga, Dr. Afifz kembali bergerak dan menghampiri sebuah tempat tidur bertuliskan Shimmer. Lelaki spesialis Pokemon tipe api itu lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia mengenal Shimmer, ksatria Dragon Wars yang kuat. Dia tak menyangka banyak petarung kuat yang terkalahkan dalam pertarungan di jembatan badai. "PokeBall memang bulat," komentarnya sambil berjalan menghampiri tempat tidur terakhir di bangsal itu. Keterkejutan Dr. Afifz akhirnya memuncak ketika membaca nama yang tertulis di tempat tidur terakhir itu. "Tidak mungkin... ini artinya... artinya apa yang kulakukan sia-sia belaka..." katanya dengan nada melemah. Dr. Afifz memegang papan nama itu dan membacanya perlahan, "Raka."
*
"DI MANA KAKAKKU?!" teriak Apta pada perempuan yang masuk dari gerbang nomor jembatan nomor sembilan, AiForGaraa. "Seharusnya kakakku yang keluar dari situ, bukan kamu?!"
"Oh, jadi kamu adik si lemah itu," sahut Ai dengan pandangan meremehkan. "Kalau dia memang kuat, seharusnya dia yang ada di sini bukan? Tapi lihatlah apa yang dilakukan kakakmu sekarang, dia mungkin sedang berenang kepayahan di lautan yang penuh Sharpedo buas itu..."
"Kurang Ajar!" umpat Apta marah. Dia langsung bergerak cepat ke arah Ai dan mengayunkan pukulannya, namun Ai dapat menangkap pukulan itu dan berbalik menjatuhkan Apta begitu saja ke lantai.
"Kamu mencoba memukulku? Mana rasa hormatmu pada perempuan?" bentak Ai. "Kalau kamu mau membalaskan kekalahan kakakmu, aku tunggu pertemuan kita di arena ini, jangan bersikap barbar seperti itu." Usai mengatakan itu, Ai lalu berjalan pelan meninggalkan Apta yang terduduk diam di atas lantai.
"Kakak..." ujarnya lirih dan terdengar sedih.
Leonidas dan Ryota melihat kesedihan itu dari kejauhan. "Kasihan dia ya Guru?" komentar Ryota pada Leonidas. Tapi Leonidas tak menyahut. Pikirannya sedang kalut karena kekasihnya tak juga masuk dari gerbang nomor tiga. Leonidas termenung lama memandangi gerbang jembatan nomor tiga. Dia langsung tersentak saat mendengar suara langkah kaki dari dalam gerbang.
"Itu... itu pasti Nagareboshi!" seru Leonidas bersemangat. Dia langsung berlari ke gerbang nomor tiga dan menunggu di depannya. Langkah itu semakin dekat, membuat Leonidas benar-benar tak sabar. Perlahan akhirnya seseorang berjalan dari gerbang nomor tiga. Leonidas menatapnya dengan tajam. Sosok yang keluar dari gerbang itu, sosok yang berdiri di hadapannya kini bukanlah kekasihnya. Dia seorang lelaki.
"Siapa kamu?" tanya Leonidas tak percaya dengan yang dilihatnya.
Lelaki itu tersenyum menyeringai. "Namaku Yudhis, aku yang menjatuhkan kekasihmu itu..."
"Tidak mungkin.... Ini tidak mungkin!" Leonidas tampak kehilangan kendali. "Nagareboshi adalah petarung yang kuat, dia tidak mungkin terkalahkan dengan mudah!"
"Tentang kenyataan bahwa kekasihmu itu kuat, ya, aku mengakuinya, dia memang kuat," sahut Yudhis tenang. "Sayang sesuatu tampak mengganggu pikirannya dan aku berhasil memanfaatkannya dengan mudah," sambung Yudhis. "Leonidas, harusnya kamu melihat ekspresi Nagareboshi saat itu... harusnya kamu melihat betapa menderitanya dirinya sehingga dia memohon-mohon agar aku segera menenggelamkannya ke dalam laut...."
"KURANG AJAR!" bentak Leonidas tak bisa menahan dirinya lagi. Dia sudah bergerak hendak menghantam Yudhis saat seseorang menarik tubuhnya cepat.
"Guru, apa yang kau lakukan?" rupanya Ryota yang menarik tubuh Leonidas. "Guru tidak bisa berlaku kasar seperti itu!"
"Tapi dia... tapi dia... ARGH!" Leonidas tampak kacau.
"Seperti inikah kelakuan kstaria uber yang mencapai naga terakhir tahun lalu? Menyedihkan..." ejek Yudhis.
"Kau..."
"Lebih baik tutup mulutmu itu dan segera pergi dari sini," bentak Ryota ikut marah.
"Oh... seorang murid yang berusaha membela gurunya... menarik sekali," kata Yudhis terus berusaha menyulut emosi.
"Yudhis... aku pastikan... aku pastikan kita akan bertemu di arena ini!" seru Leonidas marah. "Saat itu... saat itu aku pastikan aku akan membantaimu... aku akan membalaskan perlakuanmu pada Naga!" Leonidas mendelik tajam pada Yudhis. Yudhis yang sebenarnya takut dengan tatapan itu berusaha bersikap tenang dan menutupi ketakutannya.
"Sesukamu sajalah," katanya datar.
"Lepaskan aku!" bentak Leonidas pada Ryota yang masih memeganginya. Secara spontan Ryota melepaskan pegangannya pada Leonidas. Leonidas kemudian berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Yudhis. Dia lalu berpapasan dengan Jirudan yang dari tadi menyaksikan pertikaian itu sambil bersedekap angkuh.
"Sepertinya turnamen ini akan berjalan menarik," komentarnya saat Leonidas berjalan melewatinya.
Leonidas berhenti melangkah. Dia mendekati Jirudan dan menatapnya tajam. "Dengarkan aku baik-baik Jirudan," katanya ketus. "Setelah aku menghajar Yudhis... berikutnya keangkuhanmu itu yang akan kuhajar... akan kubalaskan dendam kekalahanku dulu... hingga kamu menyesal pernah mengenal Leonidas!" Usai mengatakan itu Leonidas kembali berjalan pergi. Kali ini dia berpapasan dengan Ermac.
"Tenangkan dirimu Leonidas," kata Ermac sambil memegang bahu Leonidas.
"Singkirkan tanganmu Ermac!" bentak Leonidas sembari menghentakkan tangan Ermac kasar. "Kamu menginginkan kekuatan besar untuk menghentikan badai ini bukan? Kalau begitu kujanjikan kekuatan besar itu... jangan khawatir... badai itu pasti akan berlalu..." Dan Leonidas pun kembali berjalan pergi.
"Aku tak menyangka turnamen tahun ini berjalan begitu menarik," kata Ermac pada dirinya sendiri ketika Leonidas telah berlalu. "Tiga puluh enam peserta telah berusaha melewati jembatan badai demi bisa mencapai arena badai pulau naga ini dan hanya dua belas saja yang akhirnya tiba di arena ini, bergabung dengan empat kstaria naga yang telah lebih dulu datang. Hmm..." Ermac terdiam sejenak. Dia melihat ke arah para peserta turnamen yang berada di arena dan berkata, "Kini telah terkumpul enam belas penantang badai - Storm Challenger. Dengan kekuatan mereka semua... badai ini pastilah akan lenyap. Turnamen ini akan jadi semakin menarik saja..."
Enam belas penantang badai telah berkumpul di arena badai...
Mereka semua akan bertarung dengan sekuat tenaga untuk bisa mencapai inti badai...
Siapakah yang akan berhasil mencapainya dan menghentikan badai super itu?
Super Storm Uber Tournament 2011...
Battle with Uber Mind, Uber Strategy, Uber Heart, and Uber Sportivity!
Super Storm Uber Tournament (c) 2011 Pokemon Indonesia Multiply - POIN
Battle with Uber Mind, Uber Strategy, Uber Heart, and Uber Sportivity!
Super Storm Uber Tournament (c) 2011 Pokemon Indonesia Multiply - POIN