EMPTY EXISTENCE
Sinar mentari sore menyelimuti lapangan yang berumput hijau itu. Aku dan teman-temanku baru saja selesai berlatih untuk turnamen pokemon minggu depan. Setelah mengembalikan Blaziken ke Pokeball, aku dan kawan-kawanku saling berbagi minuman sambil mengobrol di lapangan.
“Rui, aku duluan yah! Semoga beruntung minggu depan!” ujar seorang temanku yang berambut biru muda.
Sekarang tinggal aku dan seorang temanku yang berambut hijau tua. Kami berbincang sebentar mengenai minggu depan hingga langit mulai gelap.
Temanku itupun bangkit berdiri, “Yup! Semoga minggu depan tim kita dapat meraih juara! Kau adalah kartu as tim ini, jadi berusahalah dengan keras! … Bercanda, kita berjuang sama-sama, oke?” ujarnya sambil tersenyum seraya berjalan pergi.
Aku adalah satu-satunya perempuan di tim kami. Tapi karena kemampuanku yang menurut mereka menakjubkan, aku menjadi ujung tombak di tim.
…
Hari sudah gelap. Aku juga harus pulang.
“Rui, aku duluan yah! Semoga beruntung minggu depan!” ujar seorang temanku yang berambut biru muda.
Sekarang tinggal aku dan seorang temanku yang berambut hijau tua. Kami berbincang sebentar mengenai minggu depan hingga langit mulai gelap.
Temanku itupun bangkit berdiri, “Yup! Semoga minggu depan tim kita dapat meraih juara! Kau adalah kartu as tim ini, jadi berusahalah dengan keras! … Bercanda, kita berjuang sama-sama, oke?” ujarnya sambil tersenyum seraya berjalan pergi.
Aku adalah satu-satunya perempuan di tim kami. Tapi karena kemampuanku yang menurut mereka menakjubkan, aku menjadi ujung tombak di tim.
…
Hari sudah gelap. Aku juga harus pulang.
. . .
Cahaya kota yang remang-remang menemani perjalananku menuju rumah. Tanpa terasa, aku telah sampai di depan rumah.
Pintu rumah terkunci. Apa kakak sedang keluar? Kugunakan kunci yang kubawa untuk membuka pintu. Tidak ada orang di rumah, makanan sudah siap dan dingin di atas meja, jemuran sudah diangkat. Ya, ia pasti sedang keluar rumah.
Setelah makan malam dan menonton tv, aku segera merebahkan diriku di tempat tidur kamarku di lantai dua. Setelah beberapa lama menatap langit-langit kamar, kualihkan pandanganku kearah jam dinding. Pukul 10:32 malam. Apa kakak masih belum pulang? Aku memutuskan untuk terus menunggunya, tetapi rasa kantuk mengalahkanku.
Pintu rumah terkunci. Apa kakak sedang keluar? Kugunakan kunci yang kubawa untuk membuka pintu. Tidak ada orang di rumah, makanan sudah siap dan dingin di atas meja, jemuran sudah diangkat. Ya, ia pasti sedang keluar rumah.
Setelah makan malam dan menonton tv, aku segera merebahkan diriku di tempat tidur kamarku di lantai dua. Setelah beberapa lama menatap langit-langit kamar, kualihkan pandanganku kearah jam dinding. Pukul 10:32 malam. Apa kakak masih belum pulang? Aku memutuskan untuk terus menunggunya, tetapi rasa kantuk mengalahkanku.
. . .
Cahaya mentari pagi membangunkanku. Tersadar bahwa aku telah tertidur semalam, aku segera turun ke lantai bawah. Tidak ada siapapun, tetapi ada sepiring nasi goreng hangat diatas meja. Pasti kakak sudah pulang semalam. Setelah sarapan dan mandi, akupun segera berjalan keluar rumah membawa Blaziken.
Aneh. Kota begitu sepi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan, bahkan suara burungpun tidak terdengar. Tiba-tiba aku merasa seperti ada yang mengawasiku. Seakan-akan semua benda di kota ini menatapku. Dengan bulu kuduk merinding, kulanjutkan perjalananku menelusuri kota hingga tiba tiba aku mendengar suara teriakan.
Masih ada orang! Akupun berlari menuju sumber suara tersebut, sebuah gang yang terletak antara dua rumah. Namun aku terkejut ketika mengetahui bahwa ternyata yang berada di gang tersebut adalah seekor Mightyena. Mightyena tersebut menatapku dengan tajam, dan mulai berjalan dengan pelan kearahku.
Ketika Mightyena tersebut mulai berlari dan melompat kearahku, dengan sigap aku melemparkan Pokeball berisi Blaziken. Blaziken menangkis serangan Mightyena, yang kembali meloncat kearah belakang.
Aku memerintahkan Blaziken untuk menggunakan Blaze Kick. Serangan Blaziken terkena tepat pada Mightyena.
Namun, Mightyena menggunakan kesempatan ini untuk menggigit kaki Blaziken. Blaziken segera menghentakkan kakinya ke tanah untuk melepaskan gigitan itu.
Aku kembali memerintahkan Blaziken untuk menggunakan Blaze Kick, kali ini berhasil mengalahkan Mightyena.
Kudekati tubuh Mightyena yang tergeletak di gang yang gelap itu. Kenapa ada pokemon sepertinya disini? Setahuku, tidak terdapat Mightyena liar di sekitar kota ini. Apa ia milik seorang Trainer? Apa mungkin orang yang berteriak tadi adalah pemiliknya?
Akupun memutuskan untuk mengecek beberapa rumah di daerah ini. Ternyata semuanya tampak kosong dan terkunci. Setelah itu, aku mengecek Pokemon Center kota.
Pokemon Center juga tampak kosong. Dengan hati-hati, kugunakan alat perawatan untuk menyembuhkan Blaziken. Aku juga mengambil beberapa obat dari counter. Aku tahu itu mencuri, tetapi dalam keadaan seperti ini memiliki obat-obatan dapat sangat membantu.
Saat berjalan keluar, aku teringat bahwa ada booth video call di Pokemon Center. Aku berusaha menghubungi seseorang, tetapi tampaknya alat itu tidak dapat digunakan. Telepon genggamku juga tampaknya tidak dapat digunakan untuk menghubungi siapapun.
Di depan Pokemon Center, aku berdiri termenung, tanganku tersandar pada daguku. Apa yang terjadi dengan kota ini? Mengapa semua koneksi dengan dunia luar terisolasi? Kemana semua orang?
Selama aku berpikir, Blaziken tampak tampak siaga. Akupun langsung mengambil posisi siaga ketika aku menyadari bahwa ada beberapa figur yang mengawasi kita dari pepohonan. Figur-figur itupun langsung menunjukkan diri mereka, dua ekor Manectric dan seekor Fearow.
Ketiga pokemon itu langsung menyerang kami berdua. Blaziken menangkis serangan dari Fearow dan melemparkannya kearah seekor Manectric.
Aku memerintahkan Blaziken untuk menggunakan Thunder Punch kearah Fearow, yang langsung mengalahkannya.
Seekor Manectric menggigit tangan Blaziken, namun Blaziken dapat menggunakan Manectric itu untuk menghantam Manectric yang satunya, melemparkan keduanya. Satu kali Blaze Kick dan Rock Smash akhisnya dapat mengalahkan mereka berdua.
Akupun segera berlari kearah taman bersama Blaziken. Ada yang tidak beres dengan kota ini, dan saat aku bilang tidak beres, maksudku adalah benar-benar seperti mimpi buruk—Tidak ada orang, tiba-tiba pokemon liar yang berbahaya muncul…
Di taman, aku menggunakan beberapa obat yang aku ambil di Pokemon Center untuk memulihkan keadaan Blaziken. Saat itulah aku melihat hal paling menyeramkan dalam hidupku.
Tampak seorang anak gadis tengah berjalan tertatih-tatih, keringat bercucuran di tubuhnya. Ia tampak sangat ketakutan, matanya bengkak karena menangis. Aku baru saja akan menghampirinya ketika ia berteriak dengan keras. Tubuh gadis itu mulai diselimuti oleh benda hitam yang aneh, hingga tubuhnya menjadi mirip kepompong. Dan dari kepompong itu, seekor Pidgeot keluar.
Aku hanya bisa berdiri di tempat, keringat mulai membasahi tubuhku. Aku hanya tersadar ketika Blaziken meninju Pidgeot yang terbang kearahku. Aku hanya bisa terduduk diam selama Blaziken melindungiku dari Pidgeot tersebut.
Setelah pertarungan selesai, kuhampiri tubuh Pidgeot yang tergeletak di tanah. Apa Mightyena yang tadi itu juga… Dan tiga pokemon yang sebelumnya menyerangku dan Blaziken… Mereka juga sama asalnya dengan Pidgeot ini?
Aku dan Blaziken segera berlari menuju tempat yang aku rasa paling aman— kembali ke Pokemon Center. Disana setidaknya aku bisa berpikir dengan lebih tenang dan kami memiliki suplai yang cukup untuk bertahan hidup.
Namun, sekarang aku ragu kami dapat sampai ke Pokemon Center. Jalan telah penuh dengan pokemon yang berbahaya. Kami akan berbalik ketika kami menyadari bahwa beberapa telah muncul di belakang kami; kami terkepung. Aku dan Blaziken berusaha mengalahkan Pokemon yang jumlahnya sangat banyak sambil terus menerobos ke Pokemon Center. Namun jumlah mereka sangat banyak dan terus bertambah, aku dan Blaziken kewalahan. Tampaknya ini akhir dari--
Aneh. Kota begitu sepi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan, bahkan suara burungpun tidak terdengar. Tiba-tiba aku merasa seperti ada yang mengawasiku. Seakan-akan semua benda di kota ini menatapku. Dengan bulu kuduk merinding, kulanjutkan perjalananku menelusuri kota hingga tiba tiba aku mendengar suara teriakan.
Masih ada orang! Akupun berlari menuju sumber suara tersebut, sebuah gang yang terletak antara dua rumah. Namun aku terkejut ketika mengetahui bahwa ternyata yang berada di gang tersebut adalah seekor Mightyena. Mightyena tersebut menatapku dengan tajam, dan mulai berjalan dengan pelan kearahku.
Ketika Mightyena tersebut mulai berlari dan melompat kearahku, dengan sigap aku melemparkan Pokeball berisi Blaziken. Blaziken menangkis serangan Mightyena, yang kembali meloncat kearah belakang.
Aku memerintahkan Blaziken untuk menggunakan Blaze Kick. Serangan Blaziken terkena tepat pada Mightyena.
Namun, Mightyena menggunakan kesempatan ini untuk menggigit kaki Blaziken. Blaziken segera menghentakkan kakinya ke tanah untuk melepaskan gigitan itu.
Aku kembali memerintahkan Blaziken untuk menggunakan Blaze Kick, kali ini berhasil mengalahkan Mightyena.
Kudekati tubuh Mightyena yang tergeletak di gang yang gelap itu. Kenapa ada pokemon sepertinya disini? Setahuku, tidak terdapat Mightyena liar di sekitar kota ini. Apa ia milik seorang Trainer? Apa mungkin orang yang berteriak tadi adalah pemiliknya?
Akupun memutuskan untuk mengecek beberapa rumah di daerah ini. Ternyata semuanya tampak kosong dan terkunci. Setelah itu, aku mengecek Pokemon Center kota.
Pokemon Center juga tampak kosong. Dengan hati-hati, kugunakan alat perawatan untuk menyembuhkan Blaziken. Aku juga mengambil beberapa obat dari counter. Aku tahu itu mencuri, tetapi dalam keadaan seperti ini memiliki obat-obatan dapat sangat membantu.
Saat berjalan keluar, aku teringat bahwa ada booth video call di Pokemon Center. Aku berusaha menghubungi seseorang, tetapi tampaknya alat itu tidak dapat digunakan. Telepon genggamku juga tampaknya tidak dapat digunakan untuk menghubungi siapapun.
Di depan Pokemon Center, aku berdiri termenung, tanganku tersandar pada daguku. Apa yang terjadi dengan kota ini? Mengapa semua koneksi dengan dunia luar terisolasi? Kemana semua orang?
Selama aku berpikir, Blaziken tampak tampak siaga. Akupun langsung mengambil posisi siaga ketika aku menyadari bahwa ada beberapa figur yang mengawasi kita dari pepohonan. Figur-figur itupun langsung menunjukkan diri mereka, dua ekor Manectric dan seekor Fearow.
Ketiga pokemon itu langsung menyerang kami berdua. Blaziken menangkis serangan dari Fearow dan melemparkannya kearah seekor Manectric.
Aku memerintahkan Blaziken untuk menggunakan Thunder Punch kearah Fearow, yang langsung mengalahkannya.
Seekor Manectric menggigit tangan Blaziken, namun Blaziken dapat menggunakan Manectric itu untuk menghantam Manectric yang satunya, melemparkan keduanya. Satu kali Blaze Kick dan Rock Smash akhisnya dapat mengalahkan mereka berdua.
Akupun segera berlari kearah taman bersama Blaziken. Ada yang tidak beres dengan kota ini, dan saat aku bilang tidak beres, maksudku adalah benar-benar seperti mimpi buruk—Tidak ada orang, tiba-tiba pokemon liar yang berbahaya muncul…
Di taman, aku menggunakan beberapa obat yang aku ambil di Pokemon Center untuk memulihkan keadaan Blaziken. Saat itulah aku melihat hal paling menyeramkan dalam hidupku.
Tampak seorang anak gadis tengah berjalan tertatih-tatih, keringat bercucuran di tubuhnya. Ia tampak sangat ketakutan, matanya bengkak karena menangis. Aku baru saja akan menghampirinya ketika ia berteriak dengan keras. Tubuh gadis itu mulai diselimuti oleh benda hitam yang aneh, hingga tubuhnya menjadi mirip kepompong. Dan dari kepompong itu, seekor Pidgeot keluar.
Aku hanya bisa berdiri di tempat, keringat mulai membasahi tubuhku. Aku hanya tersadar ketika Blaziken meninju Pidgeot yang terbang kearahku. Aku hanya bisa terduduk diam selama Blaziken melindungiku dari Pidgeot tersebut.
Setelah pertarungan selesai, kuhampiri tubuh Pidgeot yang tergeletak di tanah. Apa Mightyena yang tadi itu juga… Dan tiga pokemon yang sebelumnya menyerangku dan Blaziken… Mereka juga sama asalnya dengan Pidgeot ini?
Aku dan Blaziken segera berlari menuju tempat yang aku rasa paling aman— kembali ke Pokemon Center. Disana setidaknya aku bisa berpikir dengan lebih tenang dan kami memiliki suplai yang cukup untuk bertahan hidup.
Namun, sekarang aku ragu kami dapat sampai ke Pokemon Center. Jalan telah penuh dengan pokemon yang berbahaya. Kami akan berbalik ketika kami menyadari bahwa beberapa telah muncul di belakang kami; kami terkepung. Aku dan Blaziken berusaha mengalahkan Pokemon yang jumlahnya sangat banyak sambil terus menerobos ke Pokemon Center. Namun jumlah mereka sangat banyak dan terus bertambah, aku dan Blaziken kewalahan. Tampaknya ini akhir dari--
“Rui, bangun!”
Suara kakak membangunkanku. Tubuhku banjir dengan keringat, dan kusadari bahwa aku menangis selama tidurku. Wajahku memereah setelah kusadari juga bahwa tampaknya kakakku tengah memperhatikanku selama tidur.
Rambut putih kakakku tertiup angin dari jendela; suara orang-orang diluar rumah dapat terdengar; suara Pidgey disamping rumah terdengar dengan merdu…
Ternyata semua itu hanya mimpi!
Ku peluk erat kakakku, yang dengan senyum hangatnya menyambut lenganku.
“Kau pasti bermimpi buruk ya, Rui?” ujarnya.
Rambut putih kakakku tertiup angin dari jendela; suara orang-orang diluar rumah dapat terdengar; suara Pidgey disamping rumah terdengar dengan merdu…
Ternyata semua itu hanya mimpi!
Ku peluk erat kakakku, yang dengan senyum hangatnya menyambut lenganku.
“Kau pasti bermimpi buruk ya, Rui?” ujarnya.
. . .
Selama sarapan, kuceritakan tentang mimpiku kepada kakakku dengan detil. Tentang kota, pokemon, mutasi, dan yang lainnya.
“Mimpi yang seru juga…” jawab kakakku santai.
Aku memasang muka cemberut pada reaksi kakak.
“Tapi tenang saja…” lanjutnya.
“Itu semua hanya ada di kepalamu…”
“Itu semua hanya terjadi di kepalamu…”
“Semuanya hanya ada di kepalamu…”
“Mimpi buruk ini telah berakhir, kau dapat bangun sekarang.”
“Tidak lagi, tidak akan lagi…”
“Bangun, Rui.”
Suara lembut itu membangunkanku.
Aku sadari bahwa diriku tengah terduduk di sebuah kursi besi. Tangan dan kakiku terikat dengan rapi di kursi tersebut, sementara sebuah alat terpasang di kepalaku.
Aku… Aku dapat mengingat sesuatu samar-samar… Tapi apa…? Apa itu?
“Sepertinya kau masih belum mengingat dengan sempurna, ya…”
Tampak sebuah sosok berambut putih yang familiar berjalan kearahku. Sosok itu melepaskan ikatan di tangan dan kakiku serta alat di kepalaku.
Kakak? Apa yang ia lakukan disini? Mengapa kami berdua ada disini?
“Aku bukan kakakmu. Tapi aku akan memberitahukan sesuatu padamu.” Katanya sambil meletakkan jari telunjuknya ke dahiku. Pada saat itu, ingatan mengalir deras ke kepalaku. Aku… Aku ingat semuanya.
Namaku yang sebenarnya adalah Rin. Desa kecil tempat kami tinggal diambil alih oleh sebuah organisasi yang bernama Team Husk. Mereka mengambil sebuah artefak di desa dan menghabisi semua penduduknya… Kecuali seorang anak perempuan berumur lima tahun, yang mereka bawa ke markas mereka.
“Mimpi yang seru juga…” jawab kakakku santai.
Aku memasang muka cemberut pada reaksi kakak.
“Tapi tenang saja…” lanjutnya.
“Itu semua hanya ada di kepalamu…”
“Itu semua hanya terjadi di kepalamu…”
“Semuanya hanya ada di kepalamu…”
“Mimpi buruk ini telah berakhir, kau dapat bangun sekarang.”
“Tidak lagi, tidak akan lagi…”
“Bangun, Rui.”
Suara lembut itu membangunkanku.
Aku sadari bahwa diriku tengah terduduk di sebuah kursi besi. Tangan dan kakiku terikat dengan rapi di kursi tersebut, sementara sebuah alat terpasang di kepalaku.
Aku… Aku dapat mengingat sesuatu samar-samar… Tapi apa…? Apa itu?
“Sepertinya kau masih belum mengingat dengan sempurna, ya…”
Tampak sebuah sosok berambut putih yang familiar berjalan kearahku. Sosok itu melepaskan ikatan di tangan dan kakiku serta alat di kepalaku.
Kakak? Apa yang ia lakukan disini? Mengapa kami berdua ada disini?
“Aku bukan kakakmu. Tapi aku akan memberitahukan sesuatu padamu.” Katanya sambil meletakkan jari telunjuknya ke dahiku. Pada saat itu, ingatan mengalir deras ke kepalaku. Aku… Aku ingat semuanya.
Namaku yang sebenarnya adalah Rin. Desa kecil tempat kami tinggal diambil alih oleh sebuah organisasi yang bernama Team Husk. Mereka mengambil sebuah artefak di desa dan menghabisi semua penduduknya… Kecuali seorang anak perempuan berumur lima tahun, yang mereka bawa ke markas mereka.
. . .
“Kau sudah ingat sekarang?” tanya pria berambut putih.
“Aku… Aku ingat semuanya sekarang.” Ujar Rin.
“Jadi selama ini aku…” lanjut Rin.
“Ya. Kau menjadi subyek penelitian Team Husk. Lewat alat yang ada di kepalamu tadi mereka merekam dan memanipulasi memori, merombak dan mengatur dunia mimpimu, serta memasukkanmu kedalam untuk melihat perkembanganmu. Mereka telah menjalankan eksperimen ini selama sekitar sembilan tahun.” Jelas pria berambut putih.
“Jadi kehidupanku selama ini... Tapi… Bagaimana kamu bisa berada disana?” tanya Rin.
“Kau… Tidak perlu tahu soal itu sekarang. Yang penting kita harus keluar dari sini.” Jawab pria berambut putih sambil melepar sebutir Pokeball kearah Rin.
Rin menangkap bola tersebut dengan sedikit kikuk.
“Itu pokemon milikmu. Tadi aku melepaskannya juga dari alat eksperimen. Kau tahu? Latihan dalam mimpi bisa memperkuat memori. Kau masih ingat move pokemonmu, kan?”
“I… Iya, aku masih ingat.” Jawab Rin.
“Kalau begitu, ayo! Ikuti aku.” Seru pria berambut putih.
Rin dan pria itu berlari melewati lorong-lorong laboratorium yang remang-remang, dengan si pria memimpin di depan.
Tikungan demi tikungan, persimpangan demi persimpangan mereka lewati. Pria itu tampaknya telah mengetahui jalan ini dengan baik.
Hingga pada suatu tikungan, empat orang penjaga menemukan mereka.
“Subyek berusaha kabur! Cepat panggil bantuan!” seru seorang penjaga lewat alat komunikasi miliknya.
“Cheh… Mereka mengepung kita.” kata pria berambut putih.
Keempat penjaga itu mengeluarkan dua ekor Bisharp, seekor Persian dan seekor Machoke.
“Ck… Ayo keluarlah, Blaziken!” seru Rin.
Seekor Torchic keluar dari Pokeball.
“Haaaaah!?” Rin terkejut. “(Ah, ya! Selama ini aku hanya bermimpi… Tapi… Jika yang dikatakan pria itu benar…)” pikirnya.
“Torchic! Flamethrower!” perintah Rin.
Para penjaga terkejut ketika melihat serangan itu.
Serangan itu mengenai seekor Bisharp, namun belum berhasil mengalahkannya.
Bisharp yang satunya berusaha menyerang Torchic, namun tubuhnya yang kecil memberikan lebih banyak ruang untuk menghindar di lorong itu.
“Hey, ternyata menjadi Torchic ada gunanya juga…” sergah pria berambut putih dari belakang Rin.
Satu serangan dari Torchic kembali memberikan luka yang parah pada Bisharp yang satunya dan mengalahkan yang pertama.
“Bisharp, serang!” penjaga berusaha menyerang Torchic, dan kali ini berhasil mengenainya.
“Kau tidak apa-apa, Torchic?” tanya Rin.
Torchic mengangguk.
“Bagus, ayo! Serang!” teriak Rin.
Satu serangan api dari Torchic akhirnya berhasil menjatuhkan Bisharp.
“Bagaimana— ” perkataan Rin terhenti ketika ia melihat bahwa pria berambut putih telah mengalahkan kedua pokemon penjaga yang lainnya, termasuk pemilik mereka. Bagaimana caranya, Rin tidak sempat memperhatikan. Pria berambut putih bahkan tampak tidak memiliki pokemon!
“Ayo, kita harus cepat!” seru pria berambut putih.
Belum lama Rin dan pria berambut putih berlari, beberapa penjaga sudah mengekor mereka dari belakang.
“Kita hampir sampai, ayo!” seru pria berambut putih.
Rin mulai kewalahan. Namun, pintu keluar tampak terbuka lebar, ditandai dengan cahaya matahari yang bersinar benderang. Ia terus berusaha berlari.
“Apa yang dilakukan penjaga gerbang!? Hey, cepat tutup pintunya!” seru seorang penjaga lewat alat komunikasi.
Namun penjaga gerbang tampak sedang tertidur pulas.
Rin mulai lunglai berlari karena kewalahan. Ia tersandung dan hampir terjatuh, ketika pria berambut putih menggenggam lengannya.
Rin terkejut, tapi pria berambut putih menarik lengannya dan membantunya berlari.
Sekeluarnya dari pintu, tampak seorang pria lain berdiri sambil tersenyum di depan bangunan.
“Terlalu lama~” sahut pria yang lain bercanda.
“Hei, bisa urus yang satu ini?” ujar pria berambut putih.
Tampak beberapa orang penjaga berlari menuju Rin dan yang lainnya.
“Mudah saja… Musharna!” ujar pria yang lain seraya melemparkan Pokeball, mengeluarkan Musharna miliknya.
“Musharna, Hypnosis!” seru pria yang lain.
Para penjaga yang mengejar Rin jatuh tertidur.
Pria yang lain mengeluarkan sebutir benda merah berbentuk bola kaca dari jaketnya, menerawangkannya pada Musharna. Mata Musharna melotot berwarna kemerahan, kemudian pria itu jatuh ke tanah. Sepertinya ia tertidur.
Beberapa detik kemudian, pria itu terbangun kembali.
“Kau berhasil?” tanya pria berambut putih.
“Mereka akan cukup lama terbangun dengan mimpi seperti itu…” jawab pria yang lain.
“Aku… Aku ingat semuanya sekarang.” Ujar Rin.
“Jadi selama ini aku…” lanjut Rin.
“Ya. Kau menjadi subyek penelitian Team Husk. Lewat alat yang ada di kepalamu tadi mereka merekam dan memanipulasi memori, merombak dan mengatur dunia mimpimu, serta memasukkanmu kedalam untuk melihat perkembanganmu. Mereka telah menjalankan eksperimen ini selama sekitar sembilan tahun.” Jelas pria berambut putih.
“Jadi kehidupanku selama ini... Tapi… Bagaimana kamu bisa berada disana?” tanya Rin.
“Kau… Tidak perlu tahu soal itu sekarang. Yang penting kita harus keluar dari sini.” Jawab pria berambut putih sambil melepar sebutir Pokeball kearah Rin.
Rin menangkap bola tersebut dengan sedikit kikuk.
“Itu pokemon milikmu. Tadi aku melepaskannya juga dari alat eksperimen. Kau tahu? Latihan dalam mimpi bisa memperkuat memori. Kau masih ingat move pokemonmu, kan?”
“I… Iya, aku masih ingat.” Jawab Rin.
“Kalau begitu, ayo! Ikuti aku.” Seru pria berambut putih.
Rin dan pria itu berlari melewati lorong-lorong laboratorium yang remang-remang, dengan si pria memimpin di depan.
Tikungan demi tikungan, persimpangan demi persimpangan mereka lewati. Pria itu tampaknya telah mengetahui jalan ini dengan baik.
Hingga pada suatu tikungan, empat orang penjaga menemukan mereka.
“Subyek berusaha kabur! Cepat panggil bantuan!” seru seorang penjaga lewat alat komunikasi miliknya.
“Cheh… Mereka mengepung kita.” kata pria berambut putih.
Keempat penjaga itu mengeluarkan dua ekor Bisharp, seekor Persian dan seekor Machoke.
“Ck… Ayo keluarlah, Blaziken!” seru Rin.
Seekor Torchic keluar dari Pokeball.
“Haaaaah!?” Rin terkejut. “(Ah, ya! Selama ini aku hanya bermimpi… Tapi… Jika yang dikatakan pria itu benar…)” pikirnya.
“Torchic! Flamethrower!” perintah Rin.
Para penjaga terkejut ketika melihat serangan itu.
Serangan itu mengenai seekor Bisharp, namun belum berhasil mengalahkannya.
Bisharp yang satunya berusaha menyerang Torchic, namun tubuhnya yang kecil memberikan lebih banyak ruang untuk menghindar di lorong itu.
“Hey, ternyata menjadi Torchic ada gunanya juga…” sergah pria berambut putih dari belakang Rin.
Satu serangan dari Torchic kembali memberikan luka yang parah pada Bisharp yang satunya dan mengalahkan yang pertama.
“Bisharp, serang!” penjaga berusaha menyerang Torchic, dan kali ini berhasil mengenainya.
“Kau tidak apa-apa, Torchic?” tanya Rin.
Torchic mengangguk.
“Bagus, ayo! Serang!” teriak Rin.
Satu serangan api dari Torchic akhirnya berhasil menjatuhkan Bisharp.
“Bagaimana— ” perkataan Rin terhenti ketika ia melihat bahwa pria berambut putih telah mengalahkan kedua pokemon penjaga yang lainnya, termasuk pemilik mereka. Bagaimana caranya, Rin tidak sempat memperhatikan. Pria berambut putih bahkan tampak tidak memiliki pokemon!
“Ayo, kita harus cepat!” seru pria berambut putih.
Belum lama Rin dan pria berambut putih berlari, beberapa penjaga sudah mengekor mereka dari belakang.
“Kita hampir sampai, ayo!” seru pria berambut putih.
Rin mulai kewalahan. Namun, pintu keluar tampak terbuka lebar, ditandai dengan cahaya matahari yang bersinar benderang. Ia terus berusaha berlari.
“Apa yang dilakukan penjaga gerbang!? Hey, cepat tutup pintunya!” seru seorang penjaga lewat alat komunikasi.
Namun penjaga gerbang tampak sedang tertidur pulas.
Rin mulai lunglai berlari karena kewalahan. Ia tersandung dan hampir terjatuh, ketika pria berambut putih menggenggam lengannya.
Rin terkejut, tapi pria berambut putih menarik lengannya dan membantunya berlari.
Sekeluarnya dari pintu, tampak seorang pria lain berdiri sambil tersenyum di depan bangunan.
“Terlalu lama~” sahut pria yang lain bercanda.
“Hei, bisa urus yang satu ini?” ujar pria berambut putih.
Tampak beberapa orang penjaga berlari menuju Rin dan yang lainnya.
“Mudah saja… Musharna!” ujar pria yang lain seraya melemparkan Pokeball, mengeluarkan Musharna miliknya.
“Musharna, Hypnosis!” seru pria yang lain.
Para penjaga yang mengejar Rin jatuh tertidur.
Pria yang lain mengeluarkan sebutir benda merah berbentuk bola kaca dari jaketnya, menerawangkannya pada Musharna. Mata Musharna melotot berwarna kemerahan, kemudian pria itu jatuh ke tanah. Sepertinya ia tertidur.
Beberapa detik kemudian, pria itu terbangun kembali.
“Kau berhasil?” tanya pria berambut putih.
“Mereka akan cukup lama terbangun dengan mimpi seperti itu…” jawab pria yang lain.
. . .
Rin dan yang lainnya segera pergi dari laboratorium itu.
Di depan gerbang sebuah kota kecil, ketiga orang itu berkumpul membicarakan sesuatu.
“Sekarang aku bisa menjelaskan dengan lebih detil kepadamu…” buka pria berambut putih. “Seperti yang kau tahu, Team Void menghancurkan desamu dan mengambil sebuah benda dari sana. Mereka juga membawamu. Tetapi mengapa? Karena… Karena tubuhmu menjadi medium yang cocok untuk implantasi benda itu.” Lanjutnya.
Rin terdiam.
“Maksudmu?” tanya Rin.
“Benda yang mereka cari… Ada di dalam tubuhmu. Flame Holder, sumber kekuatan api yang sangat besar, yang dilindungi oleh desa tempat tinggalmu dulu.” Jawab pria berambut putih sambil menyentuh dadanya sendiri.
“Mustahil… Benda itu ada… Di dalamku?” ujar Rin sambil menyentuh dada sebelah kirinya.
“Oh, dan sepertinya mereka merawatmu dengan baik. Aku masih bisa mencium shampoo.” Ujar pria yang lain sambil tersenyum.
Wajah Rin langsung berubah merah.
“Ahaha! Tapi kau akan aman, untuk sekarang. Ingatlah selalu bahwa Team Husk akan terus mencarimu. Tapi dengan keahlianmu, kamu pasti bisa!” ujar pria yang lain lagi sambil mengedipkan sebelah mata.
“Sekarang kau dapat tinggal di kota kecil ini… Kau juga bisa berkelana—mungkin kau lebih baik berkelana, karena itu akan membuatmu lebih sulit ditemukan.” Ujar pria berambut putih. “Masa perang sudah berakhir. Dunia sudah berbeda sejak sembilan tahun yang lalu. Akan rugi jika kau tidak menikmatinya…” tambahnya.
Pria berambut putih kemudian memberikan sejumlah uang kepada Rin.
“Gunakan dengan baik! Ingatlah pesan dari kakamu ini…” ujar pria berambut putih sambil tersenyum bercanda.
“Aku sudah menganggapmu sebagai kakakmu, kok.” Jawab Rin. “Err… Terima kasih sudah meyelamatkanku! Kalian berdua!” seru Rin, wajahnya agak malu.
“Sudah sewajarnya kami berbuat demikian. Lagipula… Potensimu mengagumkan.” Ujar pria berambut putih.
Rin tertegun mendengar perkataan itu.
Setelah itu, Rin berpisah dengan kedua pria itu.
Di depan gerbang sebuah kota kecil, ketiga orang itu berkumpul membicarakan sesuatu.
“Sekarang aku bisa menjelaskan dengan lebih detil kepadamu…” buka pria berambut putih. “Seperti yang kau tahu, Team Void menghancurkan desamu dan mengambil sebuah benda dari sana. Mereka juga membawamu. Tetapi mengapa? Karena… Karena tubuhmu menjadi medium yang cocok untuk implantasi benda itu.” Lanjutnya.
Rin terdiam.
“Maksudmu?” tanya Rin.
“Benda yang mereka cari… Ada di dalam tubuhmu. Flame Holder, sumber kekuatan api yang sangat besar, yang dilindungi oleh desa tempat tinggalmu dulu.” Jawab pria berambut putih sambil menyentuh dadanya sendiri.
“Mustahil… Benda itu ada… Di dalamku?” ujar Rin sambil menyentuh dada sebelah kirinya.
“Oh, dan sepertinya mereka merawatmu dengan baik. Aku masih bisa mencium shampoo.” Ujar pria yang lain sambil tersenyum.
Wajah Rin langsung berubah merah.
“Ahaha! Tapi kau akan aman, untuk sekarang. Ingatlah selalu bahwa Team Husk akan terus mencarimu. Tapi dengan keahlianmu, kamu pasti bisa!” ujar pria yang lain lagi sambil mengedipkan sebelah mata.
“Sekarang kau dapat tinggal di kota kecil ini… Kau juga bisa berkelana—mungkin kau lebih baik berkelana, karena itu akan membuatmu lebih sulit ditemukan.” Ujar pria berambut putih. “Masa perang sudah berakhir. Dunia sudah berbeda sejak sembilan tahun yang lalu. Akan rugi jika kau tidak menikmatinya…” tambahnya.
Pria berambut putih kemudian memberikan sejumlah uang kepada Rin.
“Gunakan dengan baik! Ingatlah pesan dari kakamu ini…” ujar pria berambut putih sambil tersenyum bercanda.
“Aku sudah menganggapmu sebagai kakakmu, kok.” Jawab Rin. “Err… Terima kasih sudah meyelamatkanku! Kalian berdua!” seru Rin, wajahnya agak malu.
“Sudah sewajarnya kami berbuat demikian. Lagipula… Potensimu mengagumkan.” Ujar pria berambut putih.
Rin tertegun mendengar perkataan itu.
Setelah itu, Rin berpisah dengan kedua pria itu.
. . .
Di suatu tempat yang tinggi di pegunungan, kedua pria itu menatap kearah kota kecil tempat Rin tinggal untuk sementara.
“Hei, jadi kau sudah punya adik sekarang?” tanya pria yang lain.
“Bisa dibilang…” jawab pria berambut putih.
“Jadi ini rasanya menjadi kakak, yah… Tidak heran ia tampak begitu senang dulu.” Gumamnya.
"Siapa?" tanya pria yang lain.
Pria berambut putih tidak menjawab, ia hanya menatap awan yang mulai berserak membuka jalan masuk bagi sinar matahari ke daratan di bawahnya. Atap abu-abu juga mulai tergantikan dengan selimut biru cerah.
“Hei, jadi kau sudah punya adik sekarang?” tanya pria yang lain.
“Bisa dibilang…” jawab pria berambut putih.
“Jadi ini rasanya menjadi kakak, yah… Tidak heran ia tampak begitu senang dulu.” Gumamnya.
"Siapa?" tanya pria yang lain.
Pria berambut putih tidak menjawab, ia hanya menatap awan yang mulai berserak membuka jalan masuk bagi sinar matahari ke daratan di bawahnya. Atap abu-abu juga mulai tergantikan dengan selimut biru cerah.
. . .
Di kota kecil, tampak Rin tengah berjalan-jalan.
Ia berpapasan dengan seorang gadis lain yang berambut hitam panjang. Keduanya menatap mata yang lain untuk sementara, kemudian saling berjalan melewati yang lain.
“(Apa aku mengenalnya?)” pikir Rin.
“(Wajah itu terlihat agak… Familiar.)” pikir gadis berambut hitam panjang.
Kedua gadis itu meneruskan perjalanan mereka.
Jantung Rin terasa hangat. Perasaan bahwa “benda itu” ada di tubuhnya kembali tergaung di kepala Rin.
Gadis berambut hitam panjang meneruskan perjalannanya, tangan kanannya menggenggam sebuah benda merah-hitam yang berdegup seperti jantung di dalam saku jaketnya.
Ia berpapasan dengan seorang gadis lain yang berambut hitam panjang. Keduanya menatap mata yang lain untuk sementara, kemudian saling berjalan melewati yang lain.
“(Apa aku mengenalnya?)” pikir Rin.
“(Wajah itu terlihat agak… Familiar.)” pikir gadis berambut hitam panjang.
Kedua gadis itu meneruskan perjalanan mereka.
Jantung Rin terasa hangat. Perasaan bahwa “benda itu” ada di tubuhnya kembali tergaung di kepala Rin.
Gadis berambut hitam panjang meneruskan perjalannanya, tangan kanannya menggenggam sebuah benda merah-hitam yang berdegup seperti jantung di dalam saku jaketnya.
-TAMAT-
(neo)