Cerpen : beyond the firmament
Beyond the Firmament
“Dahulu kala, Manusia, dengan kemajuan peradaban mereka, telah berhasil membawa planet mereka pada ambang kehancuran. Teknologi yang mereka kembangkan selama ini mengkhianati mereka. Kemudian, para dewa turun dari langit bersama alat-alat pengadilan mereka dan menghukum para manusia atas tindakan mereka. Meskipun akhirnya menyesali tindakan mereka, mereka tidak dapat lepas dari hukuman para dewa. Namun, pada saat manusia berada di ambang kepunahan, Tiga Pahlawan datang menolong mereka. Setelah ketiga pahlawan itu berhasil membuat para dewa mundur, salah satu dari ketiga pahlawan itu yakni Sang Gadis Pengendali Dimensi menempatkan manusia di Distortion World. Hingga sekarang, manusia yang terus beradaptasi di tempat tinggal mereka masih terus menunggu hingga planet mereka pulih seperti sedia kala supaya mereka bisa menghuninya kembali…”
***
Kota Eidenburgh, Hive #144
“Aah, hari ini panas sekali… Apa ada masalah dengan pengatur generatornya, yah?” gumam seorang siswi yang tengah berjalan pulang dari sekolahnya.
Aku hanya bisa diam dan melihat, tapi benar juga katanya… Hari ini lebih panas dari biasanya.
“Huh… Sebaiknya aku bergegas pulang sebelum sore.” gumamku seraya berjalan menenteng tas selempang hitamku.
Namaku Harute Hakamori, seorang siswa SMA dan Pokemon Trainer biasa. Aku selalu tertarik dengan sejarah, terutama sejarah tentang perpindahan manusia ratusan tahun yang lalu ke tempat ini. Aku selalu tertarik untuk mencari tahu bagaimana sosok “planet” yang sering disebut-sebut di pelajaran sejarah sekolah…
Bagaimana langit bisa terlihat biru?
Bagaimana rasanya disinari oleh terik matahari?
Bagaimana rasanya tertarik gaya yang berpusat di inti “planet” tersebut?
Bagaimana wangi semilir angin dan rasanya mengarungi lautan yang luas tak terhingga?
Selama bertahun-tahun, yang aku lihat hanyalah langit violet yang kelam. Panas dan cahaya dihasilkan oleh Generator dan wilayah perairan dibuat langsung oleh manusia.
Tapi tidak lagi…
Penemuan beberapa tahun yang lalu membawa berita bahwa sang “planet” telah berhasil memulihkan diri dari luka ratusan tahun yang lalu. Manusia memiliki kesempatan lagi untuk kembali kesana!
Pintu antar dimensi yang dibangun manusia untuk keperluan itu telah selesai dibangun. Esok hari, manusia akan menapakkan kaki mereka untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Aku tidak sabar lagi!
… Di rumah Harute…
“Aku pulang…” kataku memberi salam seraya memasuki rumah. Selain ibu, ternyata ada dua orang lain yang datang berkunjung. Mereka adalah teman-temanku: Kaoru, Mari, dan Yuuto.
“Hai, Yuuto! Bagaimana, kamu pasti penasaran soal besok, kan? Aku sudah tidak sabar~”
Dia adalah Kaoru Kagami, temanku sejak masa kecil. Seorang gadis bersurai merah yang sama-sama penggila sejarah sepertiku. Juga sepertiku, ia pasti sudah tidak sabar lagi untuk perjalanan besok.
“Aku juga sudah tidak sabar. Mungkin setelah ini aku harus segera siapkan dan kemas barang-barang untuk besok…”
Dia ini adalah Maki Matsushita. Memilki temperamen yang lebih terjaga, ia merupakan rivalku di kelas. Rambut hitam panjang dan kacamatanya adalah ciri khas gadis satu ini.
“Untung Hive #144 mendapat jadwal kepergian pertama. Kita bisa jadi grup manusia pertama setelah ratusan tahun!”
Laki-laki ini adalah Yuuto Oozora. Dia juga adalah teman masa kecilku dan kami sering bartarung Pokemon bersama. “Hive” yang dia maksud adalah sistem wilayah yang dipakai manusia di Distortion World. Kami tinggal di Hive #144, tepatnya di Kota Eidenburgh. Sejauh ini, sudah ada 301 Hive yang terbentuk.
“Selamat kembali, Harute… Bagaimana sekolahmu?” tanya ibu.
“Biasa saja… Saat ini, aku lebih memikirkan soal besok.” jawabku datar. Ugh, coba saja aku bisa bicara lebih banyak daripada itu…
“Soal besok, ayah dan ibu tidak akan ikut. Kami terlalu sibuk…” tutur ibu.
“Aah, begitu yah… Kalau begitu, aku saja yang akan pergi.” balasku.
“Kalau begitu, lekas persiapkanlah barang-barangmu supaya tidak repot besok.” nasihat ibu.
“Ya, akan aku persiapkan nanti…” jawabku.
“Hei, hei. Ngomong-ngomong, kira-kira apa yang akan kita lihat nanti diatas? Aku penasaran dengan keadaan alam disana, suhu yang beragam, dan banyak lagi! Awawawawah~ Ini sungguh membuatku semangat!” seru Kaoru dengan mata berbinar sambil bergantung ke badanku. Geez…
“Sekarang sudah hampir sore. Sebaiknya kita pulang dan bersiap-siap untuk besok.” ujar Maki.
“Yup, Maki benar. Masih banyak lagi yang harus kita pikirkan dan persiapkan untuk besok. Besok adalah hari yang besar…” timpal Yuuto.
Setelah itu, aku menghabiskan sisa hari untuk mempersiapkan segala yang diperlukan untuk esok hari, dibantu oleh ayah dan ibu.
Malam harinya…
“Hari yang melelahkan… Apa yang akan terjadi besok, yah?” gumamku kepada diri sendiri sambil melihat keluar jendela.
Langit malam yang kosong tampak seperti langit pada siang, hanya saja tanpa cahaya dari Generator. Aku penasaran dengan “bintang-bintang” yang selalu diceritakan lewat buku sejarah. Aku pernah melihat mereka lewat buku-buku dan foto, tetapi aku masih tidak tahu perasaan sebenarnya melihat mereka dengan mataku sendiri.
***
Suhu Generator sepertinya telah kembali normal pada saat yang tepat untuk memulai ekspedisi! Setelah berpamitan dengan ayah dan ibu, aku keluar rumah dengan membawa tas ransel besar berisi perlengkapan-perlengkapanku.
Di tengah jalan, kusadari sesosok pria berdiri di depanku.
“Ark. Kau harus membuka Ark yang tersegel.” tutur pria itu.
“Ark? Apa maksudmu?” jawabku bingung.
“Kekuatan yang tersimpan dalam Ark… Kau harus melepaskannya.” lanjut pria itu.
Tiba-tiba pandanganku menghitam. Hal yang kulihat setelah terbangun adalah langit-langit kamarku. Sepertinya aku bermimpi.
***
Keesokan paginya, di Balai Kota…
Setelah berangkat dari rumah, aku bersama yang lainnya menuju ke balai kota. Disinilah tempat orang-orang berkumpul sebelum menuju ke gerbang dimensi.
Setelah semua terkumpul, Walikota memberikan sambutan singkatnya (selama 15 menit, not less, sayangnya) dan akhirnya semua warga yang terkumpul berangkat menuju gerbang dimensi. Hive #144 menjadi rombongan pertama dan lebih untungnya lagi, Kota Eidenburgh menjadi rombongan pertama seantero Hive ini. Benar-benar beruntung kita ini!
Kami masing-masing mendapatkan sebuah benda logam yang kami ikatkan ke pergelangan kami. Benda itu berbentuk bundar dan memiliki dua buah jarum di dalamnya: sebuah jarum pendek, menunjuk ke angka 8, dan sebuah lagi yang panjang, menunjuk ke angka 12. Ini… Jam? Sepertinya satuan waktu yang digunakan berbeda dengan yang digunakan di Distortion World. Jam, Menit, dan Detik, yah…
“… Baiklah, kalian siap?” tanyaku pada teman-temanku ketika rombongan kami akan menyeberangi Gerbang Dimensi.
“Tentu saja! Aku selalu siap!” sahut Kaoru sigap.
“Inilah momen penentuan bagi umat manusia. Aku siap.” Jawab Maki.
“Siap. Ini akan jadi sangat menarik!” jawab Yuuto.
Dengan serentak, rombongan kami menyeberangi Gerbang Dimensi menuju ke Planet.
***
Cahaya menyilaukan nan hangat menerpa mataku seketika kami menapakkan kaki di planet tersebut.
Daratan ini… Lembut sekali.
Ini… Rumput?
Dan cahaya ini… Langit biru ini… Kehangatan ini…
Kita…
“Kita sudah sampai!” sahutku semangat pada kawan-kawanku. Mereka juga tampak antusias, terutama Kaoru tentunya.
Pemandangan diluar sangatlah indah!
Padang rumput berbukit yang hijau, langit yang biru cerah dengan sedikit awan…
Angin sepoi-sepoi yang bertiup menghanyutkan…
Sangat mirip dengan yang kubaca selama ini, tetapi lebih nyata dan indah!
“Ini keren sekali! Coba lihat ini dan itu! Lihat semuanya!” seru Kaoru terkesima.
Maki tampak melihat-lihat pemandangan sementara Yuuto lekas mengusulkan untuk berjalan-jalan di sekitar.
Tidak jauh dari tempatku berpijak, kami menemukan tempat yang menarik. Tempat itu tampak seperti sisa-sisa kota yang dahulu hancur, lalu dikuasai tanaman dan dihuni oleh Pokemon. Aku yakin ini adalah reruntuhan kota manusia dulu dan kucatat semuanya di tabletku.
“Hei, bagaimana jika kita bertarung, mumpung kita sudah sampai sini…” saran Yuuto.
“Hmm… Ide bagus. Terrain ini sangat mendukung pertarungan Pokemon.” Ujar Maki.
“Setuju, ini akan menyenangkan~! Bagaimana, Harute?” tanya Kaoru dengan pandangan mata penuh harapan.
“Umm… Baiklah. Battle Royale?” tanyaku seraya mengeluarkan PokeBall.
“Hee… Ada yang mau langsung mulai nih?” kata Yuuto sambil menunjukkan miliknya.
“Tidak masalah.” balas Maki.
“Uumh… Eeh… Dimana, yah? Ah! Ini dia!” ujar Kaoru setelah sempat kesulitan mencari PokeBall di dalam ranselnya.
“Battle!” seru kamu bersama, memulai Battle Royale.
“Maju, Simisage!” seruku sambil mengeluarkan Pokemon kera andalanku.
“Keluarlah, Ampharos!” teriak Kaoru.
“Ayo, Shiftry!” sahut Maki mengeluarkan Pokemonnya.
“Maju, Sigilyph!” sahut Yuuto.
“Simisage, Magical Leaf! Serang Ampharos!” perintahku. Heh, Simisage sangat diuntungkan di Terrain dengan banyak rumput dan pepohonan seperti ini…
Serangan Simisage tepat mengenai Ampharos dan melukainya.
“Ampharos! Serang balik dengan Iron Tail!” seru Kaoru.
“Terlalu lamban! Leaf Storm!” perintah Maki cepat kepada Shiftry.
Ekor Ampharos yang tengah melakukan serangan Iron Tail terseret kedalam badai, melukai Ampharos dengan berat bersama-sama dengan Simisage.
“Lukamu tidak terlalu berat. Maju, Rock Smash!” Simisage dengan cepat menghantam Shiftry dengan tinjunya. Aku langsung mengoperkan Berry dari kantongku ke Simisage untuk dimakannya, ketika--
“Shiftry, Knock Off!”
Shiftry memkul Simisage dan membuatnya menjatuhkan Berry tersebut ke tanah.
“Tch… Simisage! Brick Break!” seruku. Simisage kembali menyerang Shiftry.
Seiring pertarungan berlangsung, Shiftry terluka sangat berat dibandingkan Simisage. Yuuto hanya tersenyum penuh makna.
“Ah, ya… Ada yang melihat Sigilyph?” tanya Maki.
Tampak Sigilyph melayang agak jauh diatas semua lawannya, tubuhnya diselimuti nyala warna-warni semi-transparan.
“Cosmic Power. Dari tadi Sigilyph menyimpan kekuatannya. Sekarang ia akan melepaskannya.” perjelas Yuuto.
Aku, Maki, dan khususnya Kaoru, yang terlalu sibuk melihat lingkungan sekitar daripada fokus bertarung, kaget dengan ucapan Yuuto. Guh, kenapa aku bisa lupa taktik Yuuto?!
“Sigilyph! Stored Power!” seru Yuuto.
Sigilyph melepaskan gelombang cahaya yang besar, mengenai semua pokemon lawannya dan mengalahkan mereka.
“Aku menang.” ujar Yuuto sambil tersenyum.
Baru saja selesai mengobati luka para Pokemon kami sambil melihat pemandangan, tiba-tiba terdengar suara ledakan dari lokasi dimana orang-orang berkumpul
“Apa itu!?” seruku kaget. Maki, Kaoru dan Yuuto pun terfokus pandangannya ke tempat itu. Lalu, kami berlari secepat-cepatnya ke tempat berkumpul, hanya untuk lalu melihat orang-orang yang panik dan tempat yang porak-poranda.
Melihat ke atas, tampak tiga sosok manusia yang masing-masing menunggangi Pokemon, melihat kebawah kearah kami.
“Manusia! Setelah kalian terkena hukuman dewa, kalian masih juga berani menapakkan kaki disini?!” seru salah satu sosok tersebut dengan suara menggema yang membuat semua terhenti.
“Mustahil… Pokemon yang mereka miliki itu… Arceus?” tangan Maki gemetar ketika melihat data di Pokedexnya.
“Fire, Ice, dan Electric… Tunggu, apa mereka dewa penghukum dalam legenda?” ujar Yuuto berspekulasi.
Ketiga sosok itu berpaling dari kerumunan panik yang sibuk melarikan diri dan beralih kepada kami.
“Ha! Anak-anak manusia. Ras kalian merusak planet ini ratusan tahun yang lalu. Sekarang kalian kembali untuk melakukannya lagi, bukan? Kami, para Arcadia, akan menghukum kalian sekali lagi!” seru pria (aku eneg memanggil mereka ‘dewa’) berambut kuning kepada kami.
“Kami tidak ada niat untuk melakukan hal seperti itu! Manusia menyesali kesalahan mereka… Kami sudah berubah sekarang!” seru Kaoru dengan berani kepada ketiga sosok tersebut.
“Tsk… Apa benar kalian telah berubah!? Aku tidak percaya. Sebaiknya k—“ pembicaraan pria berambut merah terpotong oleh pria berambut biru muda.
“Nios… Jangan terlalu emosi. Mari kita dengarkan apa yang akan dikatakan anak manusia ini lebih banyak lagi. Setelah itu kita adili sesuai tingkatannya.”
“Tapi, Lacio,” bantah Nios, “ kita sudah melihat banyak sekali kerusakan yang dilakukan manusia. Planet ini sudah sembuh. Apa kita akan biarkan ia terluka lagi?!”
“Mari kita lihat dulu, baru sesudah itu kita dapat menghancurkan mereka sepuas kita.” timpal gadis berambut merah sambil tersenyum lebar, memberikan efek yang menakutkan.
“…. Kau benar, Theus! Kita lihat dulu.” Nios ikut memberikan senyum menakutkan tersebut.
“Oke… Kami telah mendengar kabar bahwa planet telah pulih dari kerusakannya. Jadi, kami merencanakan untuk menempati planet seperti dulu lagi,” Aku mulai menjelaskan niat kami kepada mereka, “kami hanya ingin bersatu kembali dengan planet ini. Aku dan kawan-kawanku—Tidak, seluruh manusia selalu memimpikan saat ini, saat dimana kita mendapatkan kembali planet kita, tempat dimana kita bisa tinggali dan mengolah apa yang planet ini hasilkan.”
“…Sudah kuduga! Kalian ingin menguasai lagi tempat ini, ya kan?! Kalian tidak pernah sadar rupanya! Kami, Keempat Judge Arcadia, akan menghukum kalian lagi!” seru Nios, tidak mempercayai ucapan kami (atau tidak mengerti, mungkin) tapi...
“Keempat Judge Arcadia?” tanya Maki.
“Tholos, ayo kita mulai!” seru Nios menghiraukan Maki.
Aku tidak bisa berkata apa-apa ketika melihat Yuuto melangkah maju dan menghadap kami. Ia melayang ke udara, rambutnya berubah menjadi warna merah muda dan ia menatap kami dengan dalam.
“Tunggu… Yuuto, kau…” tanyaku ragu.
“Ya. Selama ini ‘Yuuto’ yang kalian kenal adalah salah seorang Judge Arcadia. Tiap 5 dekade sekali, kami mengirim seorang mata-mata ke dunia manusia untuk mencari informasi mengenai mereka. Sebenarnya, Tholos akan melapor lebih dari 3 dekade lagi; tetapi setelah kami mendapat kabar bahwa manusia akan menyeberang ke planet ini, kami langsung kemari.” Jelas Lacio.
Aku tidak percaya. Teman kecilku selama ini adalah—?
Kaoru dan Maki memandangnya, ketidakpercayaan bercampur takut.
Anehnya, Yuuto a.k.a. Tholos yang aku kira akan menyerahkan kami bertiga secara suka rela, memecahkan suasana,“Aku tidak setuju jika kita harus menghukum mereka.”
“Huh?! Apa maksudmu, Tholos?!” seru Theus, kebingungan.
“Aku sudah melihat semuanya. Manusia selalu berusaha untuk menjadi lebih baik di Distortion World. Kenapa tidak kita beri mereka kesempatan lagi?” tanya pria berambut merah jambu tersebut.
“Cih! Apa kau sudah terpengaruh manusia!?” tanya Nios dengan nada geram. Aku benar-benar tidak melihat kalau ia adalah, what do they call them again… Ah, ‘dewa’. Yang aku lihat hanyalah makhluk emosional yang tetap teguh kepada sudut pandangnya dengan keras.
“Kalau begitu, biarkan aku yang menghukum mereka sendiri!” teriak Nios meledak, “Arceus, Judgment!”
Sebuah bola cahaya meletus di udara, menjatuhkan gelombang-gelombang petir ke tanah.
“Ayo, Judgment!” seru Theus, Arceusnya menjatuhkan bola cahaya kedua. Bola tersebut pecah, meletuskan gelombang-gelombang api yang ikut jatuh ke tanah. Lacio hanya terdiam saja, tampaknya tidak ingin terlibat dengan ini.
“Cih… Maju, Simipour!” perintahku sambil mengeluarkan Pokemon keduaku, “Kita akan melawan ‘dewa’…”
“Demi manusia.” gumam Maki seraya mengeluarkan Abomasnow.
“Demi masa depan!” teriak Kaoru seraya mengeluarkan Honchkrow.
“Kalian pikir kalian bisa melawan dewa!? Judgment!” teriak Nios.
“Kau bukan dewa… Kau hanyalah hakim emosional yang terlalu memandang tinggi kedudukanmu!” teriakku.
Tetapi teriakkan tinggallah teriakan, kami semua terhenti seketika. Sebuah perisai melindungi kami.
Tholos!
Ia ternyata telah memerintahkan Arceusnya untuk menggunakan Light Screen agar kami terlindungi.
“Kamu pengkhianat!” ledak Nios.
“Salah, ‘kalian’.” sahut Lacio sambil mengambang ke sisi Tholos. Keduanya kemudian turun ke tanah.
“Kalau begitu, kalian juga akan melawan kami… Kami masih bisa mengganti kalian jika diperlukan!” seru Theus dengan percaya diri.
“… Baiklah kalau begitu…” gumam Lacio.
“ Honchkrow! Air Slash!” teriak Kaoru, mengarahkan Honchkrownya untuk menyerang Theus.
“Simipour! Ice Beam!” teriakku sambil menunjuk kearah Nios.
“Abomasnow! Wood Hammer!” seru Maki. Abomasnow mengarahkan tangan raksasanya kearah Nios.
“Light Screen sudah mulai melemah… Hati-hati, semuanya!” sahut Tholos dengan nada kuatir.
“Arceus. Ice Shard!” perintah Lacio. Lalu ia berkomentar, “tch…Mereka berdua adalah eksekutor Arcadia. Bahkan kami tidak dapat menangani mereka.”
Seiring waktu berjalan, jelaslah bahwa Nios dan Theus dengan mudah memojokkan kami berlima, nyaris menghancurkan tempat bertarung kami dalam prosesnya.
Pemandangan yang aku sukai… Padang rumput yang enak dilihat oleh mata… Semuanya hancur.
“Aku tahu, kami dahulu merusak planet ini…” sahutku.
“Hah?” Nios tampak terkejut.
Aku berteriak keras kepada mereka, “Apa bedanya kalian dengan kami jika ini cara kalian bertindak!?”
Nios tampak terkejut dengan pendapatku, tangannya terlihat bergetar.
“Ya, Harute benar. Apa bedanya jika kalian juga mengadili kami dengan cara seperti ini?” timpal Kaoru.
“Dengan kata lain, kalian munafik!” tambah Maki.
“Kalian… Kalian tidak mengerti…” Nios geram, tetapi jelas ia sudah kehabisan kata-kata.
“Nios, mereka benar. Lihatlah.” Ujar Lacio.
“Lihat sekeliling kalian. Semuanya hancur lebur! Kalian lebih parah dari manusia terburuk yang pernah kulihat selama ini!” tambah Yuuto mendukung ucapan kami.
“Nios… Mereka benar…” ucap Theus.
“Grr…! Aku masih tidak bisa menerima ini… Tapi… Argh! Entah kenapa aku merasa tidak puas jika tidak dapat menghukum manusia karena tindakan mereka yang semena-mena,” ucap Nios memperingati “… Tapi ingat! Jika planet kembali ke keadaan kritis, kami akan kembali- Dan jangan harap kali nanti ada yang akan menyelamatkan kalian!”
“Jadi maksudnya kalian akan mundur?” tanya Kaoru.
“Untuk saat ini. Hanya untuk saat ini.” Jawab Theus.
“Uhh… Yuu- maksudku, Tholos? Kau akan ikut dengan mereka?” tanya Kaoru kuatir.
Semuanya terdiam.
“Tidak,” Tholos hanya tersenyum, “aku lebih senang bersama kalian…”
Tholos kemudian berpaling kepada para Judge Arcadia lainnya, “Hei, aku akan tinggal bersama mereka. Bagaimana? Mudah mencari penggantiku, kan?”
“Untuk orang sepertimu, akan sulit. Tetapi… Akan kami usahakan.”
“Ah ya, kami meminta maaf karena hampir membunuh kalian. Terimalah ini sebagai permintaan maaf kami.” tambah Lacio seraya memberikan masing-masing kepada kami sebuah telur Pokemon.
“Itu adalah Void Egg, telur Pokemon spesial yang akan melahirkan yang kuat untuk membantu kehidupan kalian. Gunakanlah mereka untuk membangun ulang dunia kalian.” Theus menjelaskan.
“Terimakasih, Judge Lacio.” kataku.
“Lacio saja tidak apa-apa.” jawab Lacio.
“Baiklah, ayo kita pergi!” seru Nios, sudah tampak tenang.
Akhirnya ketiga Judge Arcadia tersebut terbang keatas, menghilang dibalik awan dan tak pernah terlihat lagi.
***
“Baiklah, aku rasa ceritanya akan sampai disitu saja,” seru Harute membubarkan kelasnya, “jangan lupa, minggu depan kumpulkan tugas kalian!”
Beberapa saat kemudian, seorang siswi di kelas Harute menghampirinya dan bertanya, “Err… Harute-sensei, apa kejadian 10 tahun yang lalu itu benar, atau hanya untuk menambah semangat kami belajar saja?”
“Hmm… Apa kamu tidak percaya akan ceritaku?” tanyanya balik, “itu semua nyata. Setelah ini aku akan bertemu dengan Kaoru dan Yuuto di café… Kau mau ikut?”
“Hee? Beneran nih?” tanya siswi tersebut kaget.
“Well, baru-baru ini kamu memenangkan lomba di Neo Edenburgh, dan yah- ”
“Yay! Terima kasih, Harute-sensei!” seru siswi itu.
‘…Membangun ulang dunia, yah…’ pikir Harute sambil melihat keluar jendela, ‘pasti akan kami lakukan, sebisa kami…’
Sebab, dibalik cakrawala dan langit yang luas ini,
Manusia memiliki tugas:
Tugas untuk mengolah isi dunia ini,
menjadikannya lebih baik dari sebelumnya.
-||-
“Dahulu kala, Manusia, dengan kemajuan peradaban mereka, telah berhasil membawa planet mereka pada ambang kehancuran. Teknologi yang mereka kembangkan selama ini mengkhianati mereka. Kemudian, para dewa turun dari langit bersama alat-alat pengadilan mereka dan menghukum para manusia atas tindakan mereka. Meskipun akhirnya menyesali tindakan mereka, mereka tidak dapat lepas dari hukuman para dewa. Namun, pada saat manusia berada di ambang kepunahan, Tiga Pahlawan datang menolong mereka. Setelah ketiga pahlawan itu berhasil membuat para dewa mundur, salah satu dari ketiga pahlawan itu yakni Sang Gadis Pengendali Dimensi menempatkan manusia di Distortion World. Hingga sekarang, manusia yang terus beradaptasi di tempat tinggal mereka masih terus menunggu hingga planet mereka pulih seperti sedia kala supaya mereka bisa menghuninya kembali…”
***
Kota Eidenburgh, Hive #144
“Aah, hari ini panas sekali… Apa ada masalah dengan pengatur generatornya, yah?” gumam seorang siswi yang tengah berjalan pulang dari sekolahnya.
Aku hanya bisa diam dan melihat, tapi benar juga katanya… Hari ini lebih panas dari biasanya.
“Huh… Sebaiknya aku bergegas pulang sebelum sore.” gumamku seraya berjalan menenteng tas selempang hitamku.
Namaku Harute Hakamori, seorang siswa SMA dan Pokemon Trainer biasa. Aku selalu tertarik dengan sejarah, terutama sejarah tentang perpindahan manusia ratusan tahun yang lalu ke tempat ini. Aku selalu tertarik untuk mencari tahu bagaimana sosok “planet” yang sering disebut-sebut di pelajaran sejarah sekolah…
Bagaimana langit bisa terlihat biru?
Bagaimana rasanya disinari oleh terik matahari?
Bagaimana rasanya tertarik gaya yang berpusat di inti “planet” tersebut?
Bagaimana wangi semilir angin dan rasanya mengarungi lautan yang luas tak terhingga?
Selama bertahun-tahun, yang aku lihat hanyalah langit violet yang kelam. Panas dan cahaya dihasilkan oleh Generator dan wilayah perairan dibuat langsung oleh manusia.
Tapi tidak lagi…
Penemuan beberapa tahun yang lalu membawa berita bahwa sang “planet” telah berhasil memulihkan diri dari luka ratusan tahun yang lalu. Manusia memiliki kesempatan lagi untuk kembali kesana!
Pintu antar dimensi yang dibangun manusia untuk keperluan itu telah selesai dibangun. Esok hari, manusia akan menapakkan kaki mereka untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Aku tidak sabar lagi!
… Di rumah Harute…
“Aku pulang…” kataku memberi salam seraya memasuki rumah. Selain ibu, ternyata ada dua orang lain yang datang berkunjung. Mereka adalah teman-temanku: Kaoru, Mari, dan Yuuto.
“Hai, Yuuto! Bagaimana, kamu pasti penasaran soal besok, kan? Aku sudah tidak sabar~”
Dia adalah Kaoru Kagami, temanku sejak masa kecil. Seorang gadis bersurai merah yang sama-sama penggila sejarah sepertiku. Juga sepertiku, ia pasti sudah tidak sabar lagi untuk perjalanan besok.
“Aku juga sudah tidak sabar. Mungkin setelah ini aku harus segera siapkan dan kemas barang-barang untuk besok…”
Dia ini adalah Maki Matsushita. Memilki temperamen yang lebih terjaga, ia merupakan rivalku di kelas. Rambut hitam panjang dan kacamatanya adalah ciri khas gadis satu ini.
“Untung Hive #144 mendapat jadwal kepergian pertama. Kita bisa jadi grup manusia pertama setelah ratusan tahun!”
Laki-laki ini adalah Yuuto Oozora. Dia juga adalah teman masa kecilku dan kami sering bartarung Pokemon bersama. “Hive” yang dia maksud adalah sistem wilayah yang dipakai manusia di Distortion World. Kami tinggal di Hive #144, tepatnya di Kota Eidenburgh. Sejauh ini, sudah ada 301 Hive yang terbentuk.
“Selamat kembali, Harute… Bagaimana sekolahmu?” tanya ibu.
“Biasa saja… Saat ini, aku lebih memikirkan soal besok.” jawabku datar. Ugh, coba saja aku bisa bicara lebih banyak daripada itu…
“Soal besok, ayah dan ibu tidak akan ikut. Kami terlalu sibuk…” tutur ibu.
“Aah, begitu yah… Kalau begitu, aku saja yang akan pergi.” balasku.
“Kalau begitu, lekas persiapkanlah barang-barangmu supaya tidak repot besok.” nasihat ibu.
“Ya, akan aku persiapkan nanti…” jawabku.
“Hei, hei. Ngomong-ngomong, kira-kira apa yang akan kita lihat nanti diatas? Aku penasaran dengan keadaan alam disana, suhu yang beragam, dan banyak lagi! Awawawawah~ Ini sungguh membuatku semangat!” seru Kaoru dengan mata berbinar sambil bergantung ke badanku. Geez…
“Sekarang sudah hampir sore. Sebaiknya kita pulang dan bersiap-siap untuk besok.” ujar Maki.
“Yup, Maki benar. Masih banyak lagi yang harus kita pikirkan dan persiapkan untuk besok. Besok adalah hari yang besar…” timpal Yuuto.
Setelah itu, aku menghabiskan sisa hari untuk mempersiapkan segala yang diperlukan untuk esok hari, dibantu oleh ayah dan ibu.
Malam harinya…
“Hari yang melelahkan… Apa yang akan terjadi besok, yah?” gumamku kepada diri sendiri sambil melihat keluar jendela.
Langit malam yang kosong tampak seperti langit pada siang, hanya saja tanpa cahaya dari Generator. Aku penasaran dengan “bintang-bintang” yang selalu diceritakan lewat buku sejarah. Aku pernah melihat mereka lewat buku-buku dan foto, tetapi aku masih tidak tahu perasaan sebenarnya melihat mereka dengan mataku sendiri.
***
Suhu Generator sepertinya telah kembali normal pada saat yang tepat untuk memulai ekspedisi! Setelah berpamitan dengan ayah dan ibu, aku keluar rumah dengan membawa tas ransel besar berisi perlengkapan-perlengkapanku.
Di tengah jalan, kusadari sesosok pria berdiri di depanku.
“Ark. Kau harus membuka Ark yang tersegel.” tutur pria itu.
“Ark? Apa maksudmu?” jawabku bingung.
“Kekuatan yang tersimpan dalam Ark… Kau harus melepaskannya.” lanjut pria itu.
Tiba-tiba pandanganku menghitam. Hal yang kulihat setelah terbangun adalah langit-langit kamarku. Sepertinya aku bermimpi.
***
Keesokan paginya, di Balai Kota…
Setelah berangkat dari rumah, aku bersama yang lainnya menuju ke balai kota. Disinilah tempat orang-orang berkumpul sebelum menuju ke gerbang dimensi.
Setelah semua terkumpul, Walikota memberikan sambutan singkatnya (selama 15 menit, not less, sayangnya) dan akhirnya semua warga yang terkumpul berangkat menuju gerbang dimensi. Hive #144 menjadi rombongan pertama dan lebih untungnya lagi, Kota Eidenburgh menjadi rombongan pertama seantero Hive ini. Benar-benar beruntung kita ini!
Kami masing-masing mendapatkan sebuah benda logam yang kami ikatkan ke pergelangan kami. Benda itu berbentuk bundar dan memiliki dua buah jarum di dalamnya: sebuah jarum pendek, menunjuk ke angka 8, dan sebuah lagi yang panjang, menunjuk ke angka 12. Ini… Jam? Sepertinya satuan waktu yang digunakan berbeda dengan yang digunakan di Distortion World. Jam, Menit, dan Detik, yah…
“… Baiklah, kalian siap?” tanyaku pada teman-temanku ketika rombongan kami akan menyeberangi Gerbang Dimensi.
“Tentu saja! Aku selalu siap!” sahut Kaoru sigap.
“Inilah momen penentuan bagi umat manusia. Aku siap.” Jawab Maki.
“Siap. Ini akan jadi sangat menarik!” jawab Yuuto.
Dengan serentak, rombongan kami menyeberangi Gerbang Dimensi menuju ke Planet.
***
Cahaya menyilaukan nan hangat menerpa mataku seketika kami menapakkan kaki di planet tersebut.
Daratan ini… Lembut sekali.
Ini… Rumput?
Dan cahaya ini… Langit biru ini… Kehangatan ini…
Kita…
“Kita sudah sampai!” sahutku semangat pada kawan-kawanku. Mereka juga tampak antusias, terutama Kaoru tentunya.
Pemandangan diluar sangatlah indah!
Padang rumput berbukit yang hijau, langit yang biru cerah dengan sedikit awan…
Angin sepoi-sepoi yang bertiup menghanyutkan…
Sangat mirip dengan yang kubaca selama ini, tetapi lebih nyata dan indah!
“Ini keren sekali! Coba lihat ini dan itu! Lihat semuanya!” seru Kaoru terkesima.
Maki tampak melihat-lihat pemandangan sementara Yuuto lekas mengusulkan untuk berjalan-jalan di sekitar.
Tidak jauh dari tempatku berpijak, kami menemukan tempat yang menarik. Tempat itu tampak seperti sisa-sisa kota yang dahulu hancur, lalu dikuasai tanaman dan dihuni oleh Pokemon. Aku yakin ini adalah reruntuhan kota manusia dulu dan kucatat semuanya di tabletku.
“Hei, bagaimana jika kita bertarung, mumpung kita sudah sampai sini…” saran Yuuto.
“Hmm… Ide bagus. Terrain ini sangat mendukung pertarungan Pokemon.” Ujar Maki.
“Setuju, ini akan menyenangkan~! Bagaimana, Harute?” tanya Kaoru dengan pandangan mata penuh harapan.
“Umm… Baiklah. Battle Royale?” tanyaku seraya mengeluarkan PokeBall.
“Hee… Ada yang mau langsung mulai nih?” kata Yuuto sambil menunjukkan miliknya.
“Tidak masalah.” balas Maki.
“Uumh… Eeh… Dimana, yah? Ah! Ini dia!” ujar Kaoru setelah sempat kesulitan mencari PokeBall di dalam ranselnya.
“Battle!” seru kamu bersama, memulai Battle Royale.
“Maju, Simisage!” seruku sambil mengeluarkan Pokemon kera andalanku.
“Keluarlah, Ampharos!” teriak Kaoru.
“Ayo, Shiftry!” sahut Maki mengeluarkan Pokemonnya.
“Maju, Sigilyph!” sahut Yuuto.
“Simisage, Magical Leaf! Serang Ampharos!” perintahku. Heh, Simisage sangat diuntungkan di Terrain dengan banyak rumput dan pepohonan seperti ini…
Serangan Simisage tepat mengenai Ampharos dan melukainya.
“Ampharos! Serang balik dengan Iron Tail!” seru Kaoru.
“Terlalu lamban! Leaf Storm!” perintah Maki cepat kepada Shiftry.
Ekor Ampharos yang tengah melakukan serangan Iron Tail terseret kedalam badai, melukai Ampharos dengan berat bersama-sama dengan Simisage.
“Lukamu tidak terlalu berat. Maju, Rock Smash!” Simisage dengan cepat menghantam Shiftry dengan tinjunya. Aku langsung mengoperkan Berry dari kantongku ke Simisage untuk dimakannya, ketika--
“Shiftry, Knock Off!”
Shiftry memkul Simisage dan membuatnya menjatuhkan Berry tersebut ke tanah.
“Tch… Simisage! Brick Break!” seruku. Simisage kembali menyerang Shiftry.
Seiring pertarungan berlangsung, Shiftry terluka sangat berat dibandingkan Simisage. Yuuto hanya tersenyum penuh makna.
“Ah, ya… Ada yang melihat Sigilyph?” tanya Maki.
Tampak Sigilyph melayang agak jauh diatas semua lawannya, tubuhnya diselimuti nyala warna-warni semi-transparan.
“Cosmic Power. Dari tadi Sigilyph menyimpan kekuatannya. Sekarang ia akan melepaskannya.” perjelas Yuuto.
Aku, Maki, dan khususnya Kaoru, yang terlalu sibuk melihat lingkungan sekitar daripada fokus bertarung, kaget dengan ucapan Yuuto. Guh, kenapa aku bisa lupa taktik Yuuto?!
“Sigilyph! Stored Power!” seru Yuuto.
Sigilyph melepaskan gelombang cahaya yang besar, mengenai semua pokemon lawannya dan mengalahkan mereka.
“Aku menang.” ujar Yuuto sambil tersenyum.
Baru saja selesai mengobati luka para Pokemon kami sambil melihat pemandangan, tiba-tiba terdengar suara ledakan dari lokasi dimana orang-orang berkumpul
“Apa itu!?” seruku kaget. Maki, Kaoru dan Yuuto pun terfokus pandangannya ke tempat itu. Lalu, kami berlari secepat-cepatnya ke tempat berkumpul, hanya untuk lalu melihat orang-orang yang panik dan tempat yang porak-poranda.
Melihat ke atas, tampak tiga sosok manusia yang masing-masing menunggangi Pokemon, melihat kebawah kearah kami.
“Manusia! Setelah kalian terkena hukuman dewa, kalian masih juga berani menapakkan kaki disini?!” seru salah satu sosok tersebut dengan suara menggema yang membuat semua terhenti.
“Mustahil… Pokemon yang mereka miliki itu… Arceus?” tangan Maki gemetar ketika melihat data di Pokedexnya.
“Fire, Ice, dan Electric… Tunggu, apa mereka dewa penghukum dalam legenda?” ujar Yuuto berspekulasi.
Ketiga sosok itu berpaling dari kerumunan panik yang sibuk melarikan diri dan beralih kepada kami.
“Ha! Anak-anak manusia. Ras kalian merusak planet ini ratusan tahun yang lalu. Sekarang kalian kembali untuk melakukannya lagi, bukan? Kami, para Arcadia, akan menghukum kalian sekali lagi!” seru pria (aku eneg memanggil mereka ‘dewa’) berambut kuning kepada kami.
“Kami tidak ada niat untuk melakukan hal seperti itu! Manusia menyesali kesalahan mereka… Kami sudah berubah sekarang!” seru Kaoru dengan berani kepada ketiga sosok tersebut.
“Tsk… Apa benar kalian telah berubah!? Aku tidak percaya. Sebaiknya k—“ pembicaraan pria berambut merah terpotong oleh pria berambut biru muda.
“Nios… Jangan terlalu emosi. Mari kita dengarkan apa yang akan dikatakan anak manusia ini lebih banyak lagi. Setelah itu kita adili sesuai tingkatannya.”
“Tapi, Lacio,” bantah Nios, “ kita sudah melihat banyak sekali kerusakan yang dilakukan manusia. Planet ini sudah sembuh. Apa kita akan biarkan ia terluka lagi?!”
“Mari kita lihat dulu, baru sesudah itu kita dapat menghancurkan mereka sepuas kita.” timpal gadis berambut merah sambil tersenyum lebar, memberikan efek yang menakutkan.
“…. Kau benar, Theus! Kita lihat dulu.” Nios ikut memberikan senyum menakutkan tersebut.
“Oke… Kami telah mendengar kabar bahwa planet telah pulih dari kerusakannya. Jadi, kami merencanakan untuk menempati planet seperti dulu lagi,” Aku mulai menjelaskan niat kami kepada mereka, “kami hanya ingin bersatu kembali dengan planet ini. Aku dan kawan-kawanku—Tidak, seluruh manusia selalu memimpikan saat ini, saat dimana kita mendapatkan kembali planet kita, tempat dimana kita bisa tinggali dan mengolah apa yang planet ini hasilkan.”
“…Sudah kuduga! Kalian ingin menguasai lagi tempat ini, ya kan?! Kalian tidak pernah sadar rupanya! Kami, Keempat Judge Arcadia, akan menghukum kalian lagi!” seru Nios, tidak mempercayai ucapan kami (atau tidak mengerti, mungkin) tapi...
“Keempat Judge Arcadia?” tanya Maki.
“Tholos, ayo kita mulai!” seru Nios menghiraukan Maki.
Aku tidak bisa berkata apa-apa ketika melihat Yuuto melangkah maju dan menghadap kami. Ia melayang ke udara, rambutnya berubah menjadi warna merah muda dan ia menatap kami dengan dalam.
“Tunggu… Yuuto, kau…” tanyaku ragu.
“Ya. Selama ini ‘Yuuto’ yang kalian kenal adalah salah seorang Judge Arcadia. Tiap 5 dekade sekali, kami mengirim seorang mata-mata ke dunia manusia untuk mencari informasi mengenai mereka. Sebenarnya, Tholos akan melapor lebih dari 3 dekade lagi; tetapi setelah kami mendapat kabar bahwa manusia akan menyeberang ke planet ini, kami langsung kemari.” Jelas Lacio.
Aku tidak percaya. Teman kecilku selama ini adalah—?
Kaoru dan Maki memandangnya, ketidakpercayaan bercampur takut.
Anehnya, Yuuto a.k.a. Tholos yang aku kira akan menyerahkan kami bertiga secara suka rela, memecahkan suasana,“Aku tidak setuju jika kita harus menghukum mereka.”
“Huh?! Apa maksudmu, Tholos?!” seru Theus, kebingungan.
“Aku sudah melihat semuanya. Manusia selalu berusaha untuk menjadi lebih baik di Distortion World. Kenapa tidak kita beri mereka kesempatan lagi?” tanya pria berambut merah jambu tersebut.
“Cih! Apa kau sudah terpengaruh manusia!?” tanya Nios dengan nada geram. Aku benar-benar tidak melihat kalau ia adalah, what do they call them again… Ah, ‘dewa’. Yang aku lihat hanyalah makhluk emosional yang tetap teguh kepada sudut pandangnya dengan keras.
“Kalau begitu, biarkan aku yang menghukum mereka sendiri!” teriak Nios meledak, “Arceus, Judgment!”
Sebuah bola cahaya meletus di udara, menjatuhkan gelombang-gelombang petir ke tanah.
“Ayo, Judgment!” seru Theus, Arceusnya menjatuhkan bola cahaya kedua. Bola tersebut pecah, meletuskan gelombang-gelombang api yang ikut jatuh ke tanah. Lacio hanya terdiam saja, tampaknya tidak ingin terlibat dengan ini.
“Cih… Maju, Simipour!” perintahku sambil mengeluarkan Pokemon keduaku, “Kita akan melawan ‘dewa’…”
“Demi manusia.” gumam Maki seraya mengeluarkan Abomasnow.
“Demi masa depan!” teriak Kaoru seraya mengeluarkan Honchkrow.
“Kalian pikir kalian bisa melawan dewa!? Judgment!” teriak Nios.
“Kau bukan dewa… Kau hanyalah hakim emosional yang terlalu memandang tinggi kedudukanmu!” teriakku.
Tetapi teriakkan tinggallah teriakan, kami semua terhenti seketika. Sebuah perisai melindungi kami.
Tholos!
Ia ternyata telah memerintahkan Arceusnya untuk menggunakan Light Screen agar kami terlindungi.
“Kamu pengkhianat!” ledak Nios.
“Salah, ‘kalian’.” sahut Lacio sambil mengambang ke sisi Tholos. Keduanya kemudian turun ke tanah.
“Kalau begitu, kalian juga akan melawan kami… Kami masih bisa mengganti kalian jika diperlukan!” seru Theus dengan percaya diri.
“… Baiklah kalau begitu…” gumam Lacio.
“ Honchkrow! Air Slash!” teriak Kaoru, mengarahkan Honchkrownya untuk menyerang Theus.
“Simipour! Ice Beam!” teriakku sambil menunjuk kearah Nios.
“Abomasnow! Wood Hammer!” seru Maki. Abomasnow mengarahkan tangan raksasanya kearah Nios.
“Light Screen sudah mulai melemah… Hati-hati, semuanya!” sahut Tholos dengan nada kuatir.
“Arceus. Ice Shard!” perintah Lacio. Lalu ia berkomentar, “tch…Mereka berdua adalah eksekutor Arcadia. Bahkan kami tidak dapat menangani mereka.”
Seiring waktu berjalan, jelaslah bahwa Nios dan Theus dengan mudah memojokkan kami berlima, nyaris menghancurkan tempat bertarung kami dalam prosesnya.
Pemandangan yang aku sukai… Padang rumput yang enak dilihat oleh mata… Semuanya hancur.
“Aku tahu, kami dahulu merusak planet ini…” sahutku.
“Hah?” Nios tampak terkejut.
Aku berteriak keras kepada mereka, “Apa bedanya kalian dengan kami jika ini cara kalian bertindak!?”
Nios tampak terkejut dengan pendapatku, tangannya terlihat bergetar.
“Ya, Harute benar. Apa bedanya jika kalian juga mengadili kami dengan cara seperti ini?” timpal Kaoru.
“Dengan kata lain, kalian munafik!” tambah Maki.
“Kalian… Kalian tidak mengerti…” Nios geram, tetapi jelas ia sudah kehabisan kata-kata.
“Nios, mereka benar. Lihatlah.” Ujar Lacio.
“Lihat sekeliling kalian. Semuanya hancur lebur! Kalian lebih parah dari manusia terburuk yang pernah kulihat selama ini!” tambah Yuuto mendukung ucapan kami.
“Nios… Mereka benar…” ucap Theus.
“Grr…! Aku masih tidak bisa menerima ini… Tapi… Argh! Entah kenapa aku merasa tidak puas jika tidak dapat menghukum manusia karena tindakan mereka yang semena-mena,” ucap Nios memperingati “… Tapi ingat! Jika planet kembali ke keadaan kritis, kami akan kembali- Dan jangan harap kali nanti ada yang akan menyelamatkan kalian!”
“Jadi maksudnya kalian akan mundur?” tanya Kaoru.
“Untuk saat ini. Hanya untuk saat ini.” Jawab Theus.
“Uhh… Yuu- maksudku, Tholos? Kau akan ikut dengan mereka?” tanya Kaoru kuatir.
Semuanya terdiam.
“Tidak,” Tholos hanya tersenyum, “aku lebih senang bersama kalian…”
Tholos kemudian berpaling kepada para Judge Arcadia lainnya, “Hei, aku akan tinggal bersama mereka. Bagaimana? Mudah mencari penggantiku, kan?”
“Untuk orang sepertimu, akan sulit. Tetapi… Akan kami usahakan.”
“Ah ya, kami meminta maaf karena hampir membunuh kalian. Terimalah ini sebagai permintaan maaf kami.” tambah Lacio seraya memberikan masing-masing kepada kami sebuah telur Pokemon.
“Itu adalah Void Egg, telur Pokemon spesial yang akan melahirkan yang kuat untuk membantu kehidupan kalian. Gunakanlah mereka untuk membangun ulang dunia kalian.” Theus menjelaskan.
“Terimakasih, Judge Lacio.” kataku.
“Lacio saja tidak apa-apa.” jawab Lacio.
“Baiklah, ayo kita pergi!” seru Nios, sudah tampak tenang.
Akhirnya ketiga Judge Arcadia tersebut terbang keatas, menghilang dibalik awan dan tak pernah terlihat lagi.
***
“Baiklah, aku rasa ceritanya akan sampai disitu saja,” seru Harute membubarkan kelasnya, “jangan lupa, minggu depan kumpulkan tugas kalian!”
Beberapa saat kemudian, seorang siswi di kelas Harute menghampirinya dan bertanya, “Err… Harute-sensei, apa kejadian 10 tahun yang lalu itu benar, atau hanya untuk menambah semangat kami belajar saja?”
“Hmm… Apa kamu tidak percaya akan ceritaku?” tanyanya balik, “itu semua nyata. Setelah ini aku akan bertemu dengan Kaoru dan Yuuto di café… Kau mau ikut?”
“Hee? Beneran nih?” tanya siswi tersebut kaget.
“Well, baru-baru ini kamu memenangkan lomba di Neo Edenburgh, dan yah- ”
“Yay! Terima kasih, Harute-sensei!” seru siswi itu.
‘…Membangun ulang dunia, yah…’ pikir Harute sambil melihat keluar jendela, ‘pasti akan kami lakukan, sebisa kami…’
Sebab, dibalik cakrawala dan langit yang luas ini,
Manusia memiliki tugas:
Tugas untuk mengolah isi dunia ini,
menjadikannya lebih baik dari sebelumnya.
-||-