teman
Hari ini adalah hari Senin. Hari yang paling aku benci dalam hidupku. Hari ini aku harus berangkat lagi ke sekolah. Baru saja libur satu hari, besoknya sudah harus berangkat lagi. Bukan karena apa, tapi aku sangat membenci sekolahku. Guru-gurunya menyebalkan. Teman-teman di kelasku semuanya membosankan dan tidak bisa mengerti diriku. Tidak, aku tidak bisa menyebut makhluk-makhluk primitif seperti mereka sebagai teman. Mereka lebih ke hewan. Hewan yang bodoh dan tidak tahu menahu apa yang mereka lakukan. Satu-satunya yang bisa aku sebut teman adalah Pokemonku, Gothorita yang berada di rumah. Sebenarnya dia bukan Pokemonku. Aku menemukan Gothorita dalam keadaan terluka parah di sebuah rumah tak berpenghuni, aku membawanya pulang bersamaku dan merawatnya. Sejak itu kami selalu berteman. Kami selalu bermain bersama. Hanya dialah yang mengerti perasaan dan isi hatiku.
- - -
Bel istirahat telah berbunyi. Aku bangun dari tempat dudukku dan hendak berjalan menuju ke kantin. Perutku sudah lapar dari tadi. Saat aku sampai di pintu kelas, Aura, orang yang paling aku benci di dunia ini mencegatku.
“Eeh, ada nona manis. Mau kemana?”
“Bukan urusanmu.” Jawabku dingin.
“Alice sayang, kami kan khawatir padamu. Kalau terjadi apa-apa denganmu nanti bagaimana?” Nina, teman dari Aura yang juga suka menggangguku tiba-tiba ada di belakangku dan ikutan bicara juga.
“Apa kau mendoakan aku mendapat nasib buruk?”
“Oh, tidak. Kami hanya takut jika terjadi sesuatu seperti...
*byurr*
“...ini! Hahahahahaha!”
Nina yang sedari tadi ada di belakangku menyiramkan ember yang berisi air ke kepalaku. Seketika air membahasi seragamku.
“Hahaha! Lihat wajahnya itu! Benar-benar nggak nahan!” Aura dan Nina menertawakanku sementara siswa-siswa lain hanya melihat saja tak ada yang mau membantuku.
“Aku sudah muak...”
“Ahahaha! Apa? Kau bicara apa? Aku tidak bisa mendengarmu! Hahaha!”
Aku langsung mengambil tasku, membereskan barang-barangku, dan keluar dari kelas.
“Oi! Putri-yang-basah! Kau mau pulang sebelum waktunya?! Hahaha!”
Aku sudah muak. Aku muak dengan semua ini. Aku benci sekolahku. Aku benci hidupku. Aku benci dunia ini. Aku ingin pergi ke sebuah tempat. Tempat di mana aku bisa melakukan apapun yang aku inginkan. Hanya diriku. Untuk diriku seorang. Dunia untuk diriku seorang.
- - -
Aku masuk ke kamarku, melemparkan tasku, dan mengunci pintu kamarku rapat-rapat. Terdengar suara ibuku yang menanya-nanyakan kenapa aku sudah pulang bla bla bla. Cerewet. Apa tidak ada satupun tempat di dunia ini di mana aku bisa sendiri? Gothorita yang tadi sedang tertidur di kasurku kelihatannya terbangun. Pasti karena suara ibu yang keras.
“Maaf, kau jadi terbangun.”
Gothorita berjalan kearahku dan memelukku. Dia seperti mengerti apa sedang aku rasakan sekarang. Pelukannya begitu hangat...
“Aku bisa membawamu...”
“Eh?”
Si-siapa tadi yang bicara? Ibu masih berteriak-teriak di luar sana. Tidak ada siapapun disini kecuali aku dan Gothorita. Tunggu, jangan-jangan... ah, tapi tidak mungkin.
“Sudahlah, aku mau tidur. Aku benar-benar capek dengan hari ini. Terima kasih, Gothorita”
Aku melepas pelukan Gothorita lembut dan berbaring di tempat tidurku dan mulai tertidur.
- - -
Aku membuka mataku perlahan. Angin sejuk terasa berhembus kepadaku. Tunggu... ini bukan kamarku! Aku terbangun di sebuah padang bunga yang luas. Aku melihat sekelilingku. Udara di sini sejuk. Bunga-bunganya juga cantik. Tapi aku masih tidak mengerti kenapa aku bisa ada di sini. Apa... yang sebenarnya terjadi...?
“Alice...”
Suara itu lagi... Dari mana sebenarnya asalnya suara itu? Dan kenapa aku bisa ada di sini?
“Alice... ini aku...”
Terlihat kelopak-kelopak bunga yang ada di sekitarku berterbangan dan mengumpul menjadi satu. Dari kumpulan kelopak-kelopak bunga tadi perlahan muncul seekor Gothorita yang sangat familiar bagiku.
“Gothorita? Jadi... jadi yang kemarin dan tadi itu adalah... suaramu?”
“Tepat sekali... Aku bisa melakukan telepati...”
“Telepati? Kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau bisa melakukan telepati!”
“Aku menunggu saat yang tepat... Dan aku rasa ini adalah saat yang tepat...”
“Tepat untuk apa...?”
Gothorita tidak menjawab pertanyaanku. Dia malah menarik tanganku dan memberi isyarat untuk bermain dengannya. Tanpa pikir panjang, aku langsung mengiyakan dan bermain bersama dengannya. Kami mulai berlari, menari, tertawa dan melakukan hal-hal menyenangkan lainnya. Ini adalah saat-saat paling menyenangkan dalam hidupku. Kami mulai lupa akan waktu. Tapi di tempat ini, waktu serasa tidak berjalan. Selama apapun kami bermain, langit biru cerah akan selalu diatas kami. Aku juga tidak merasakan lelah, lapar, maupun haus. Aku masih heran kenapa aku bisa berada di sini. Tapi aku yakin pasti ini ada hubungannya dengan Gothorita. Aku mencoba memberanikan diri untuk sekali lagi bertanya pada Gothorita.
“Gothorita.”
“Ada apa, Alice? Ayo, kita main lagi!”
“Tidak. Aku mau kau menjawab pertanyaanku terlebih dahulu.”
“Alice... jangan—“
“Gothorita!! Kenapa aku bisa ada di sini? Apa yang sebenarnya terjadi? Tidak... apa yang kau lakukan padaku? Di mana ibuku? Di mana rumahku? Jelaskan padaku, Gothorita!”
“Bukankah ini semua adalah keinginanmu, Alice?”
“Apa?”
“Bukankah kau sendiri yang ingin punya duniamu sendiri? Bukannya kau sangat membenci hidupmu? Aku hanya mengabulkan keinginanmu itu, Alice...”
“Tidak! Tapi tidak seperti ini juga! Aku hanya ingin mereka semua mengerti perasaanku! Aku tidak mau hidup sendirian di tempat ini!”
“Kau tidak sendirian... kau punya aku disini...”
“KELUARKAN AKU DARI SINI!!!”
Aku tidak tahu hantu apa yang merasukiku sampai aku bisa berteriak seperti itu pada Gothorita. Tapi memang itu adalah ungkapan dari isi hatiku. Aku tidak mau ada di tempat ini! Apapun alasannya, Gothorita tidak berhak melakukan ini padaku! Dia hanya diam saja dengan kepalanya tertunduk. Aku hendak meneriakinya sekali lagi, tapi akhirnya dia bicara juga.
“...Aku kira kau berbeda...”
“Berbeda? Apa lagi maksudmu?”
“...Aku kira aku tidak perlu melakukan ini padamu... tapi apa boleh buat...”
“Apa mak—“
Seketika nafasku terasa sesak. Aku mulai tidak bisa menggerakkan tanganku. Kakiku terasa berat untuk menyokong tubuhku, membuatku jatuh ke tanah. Tubuhku menjadi semakin berat dan berat. Pandanganku pun menjadi buyar. Apa... apa yang Gothorita lakukan padaku? Kenapa...? Tidak... Tidak. Aku mulai tidak bisa berpikir jernih lagi... Apa yang terjadi? Apakah... aku... akan... mati...?
“Ken... napa... Goth... tho... ri... ta...”
“Alice... kita akan selalu bersama... sekarang... dan selamanya...”
- - -
Bel istirahat telah berbunyi. Aku bangun dari tempat dudukku dan hendak berjalan menuju ke kantin. Perutku sudah lapar dari tadi. Saat aku sampai di pintu kelas, Aura, orang yang paling aku benci di dunia ini mencegatku.
“Eeh, ada nona manis. Mau kemana?”
“Bukan urusanmu.” Jawabku dingin.
“Alice sayang, kami kan khawatir padamu. Kalau terjadi apa-apa denganmu nanti bagaimana?” Nina, teman dari Aura yang juga suka menggangguku tiba-tiba ada di belakangku dan ikutan bicara juga.
“Apa kau mendoakan aku mendapat nasib buruk?”
“Oh, tidak. Kami hanya takut jika terjadi sesuatu seperti...
*byurr*
“...ini! Hahahahahaha!”
Nina yang sedari tadi ada di belakangku menyiramkan ember yang berisi air ke kepalaku. Seketika air membahasi seragamku.
“Hahaha! Lihat wajahnya itu! Benar-benar nggak nahan!” Aura dan Nina menertawakanku sementara siswa-siswa lain hanya melihat saja tak ada yang mau membantuku.
“Aku sudah muak...”
“Ahahaha! Apa? Kau bicara apa? Aku tidak bisa mendengarmu! Hahaha!”
Aku langsung mengambil tasku, membereskan barang-barangku, dan keluar dari kelas.
“Oi! Putri-yang-basah! Kau mau pulang sebelum waktunya?! Hahaha!”
Aku sudah muak. Aku muak dengan semua ini. Aku benci sekolahku. Aku benci hidupku. Aku benci dunia ini. Aku ingin pergi ke sebuah tempat. Tempat di mana aku bisa melakukan apapun yang aku inginkan. Hanya diriku. Untuk diriku seorang. Dunia untuk diriku seorang.
- - -
Aku masuk ke kamarku, melemparkan tasku, dan mengunci pintu kamarku rapat-rapat. Terdengar suara ibuku yang menanya-nanyakan kenapa aku sudah pulang bla bla bla. Cerewet. Apa tidak ada satupun tempat di dunia ini di mana aku bisa sendiri? Gothorita yang tadi sedang tertidur di kasurku kelihatannya terbangun. Pasti karena suara ibu yang keras.
“Maaf, kau jadi terbangun.”
Gothorita berjalan kearahku dan memelukku. Dia seperti mengerti apa sedang aku rasakan sekarang. Pelukannya begitu hangat...
“Aku bisa membawamu...”
“Eh?”
Si-siapa tadi yang bicara? Ibu masih berteriak-teriak di luar sana. Tidak ada siapapun disini kecuali aku dan Gothorita. Tunggu, jangan-jangan... ah, tapi tidak mungkin.
“Sudahlah, aku mau tidur. Aku benar-benar capek dengan hari ini. Terima kasih, Gothorita”
Aku melepas pelukan Gothorita lembut dan berbaring di tempat tidurku dan mulai tertidur.
- - -
Aku membuka mataku perlahan. Angin sejuk terasa berhembus kepadaku. Tunggu... ini bukan kamarku! Aku terbangun di sebuah padang bunga yang luas. Aku melihat sekelilingku. Udara di sini sejuk. Bunga-bunganya juga cantik. Tapi aku masih tidak mengerti kenapa aku bisa ada di sini. Apa... yang sebenarnya terjadi...?
“Alice...”
Suara itu lagi... Dari mana sebenarnya asalnya suara itu? Dan kenapa aku bisa ada di sini?
“Alice... ini aku...”
Terlihat kelopak-kelopak bunga yang ada di sekitarku berterbangan dan mengumpul menjadi satu. Dari kumpulan kelopak-kelopak bunga tadi perlahan muncul seekor Gothorita yang sangat familiar bagiku.
“Gothorita? Jadi... jadi yang kemarin dan tadi itu adalah... suaramu?”
“Tepat sekali... Aku bisa melakukan telepati...”
“Telepati? Kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau bisa melakukan telepati!”
“Aku menunggu saat yang tepat... Dan aku rasa ini adalah saat yang tepat...”
“Tepat untuk apa...?”
Gothorita tidak menjawab pertanyaanku. Dia malah menarik tanganku dan memberi isyarat untuk bermain dengannya. Tanpa pikir panjang, aku langsung mengiyakan dan bermain bersama dengannya. Kami mulai berlari, menari, tertawa dan melakukan hal-hal menyenangkan lainnya. Ini adalah saat-saat paling menyenangkan dalam hidupku. Kami mulai lupa akan waktu. Tapi di tempat ini, waktu serasa tidak berjalan. Selama apapun kami bermain, langit biru cerah akan selalu diatas kami. Aku juga tidak merasakan lelah, lapar, maupun haus. Aku masih heran kenapa aku bisa berada di sini. Tapi aku yakin pasti ini ada hubungannya dengan Gothorita. Aku mencoba memberanikan diri untuk sekali lagi bertanya pada Gothorita.
“Gothorita.”
“Ada apa, Alice? Ayo, kita main lagi!”
“Tidak. Aku mau kau menjawab pertanyaanku terlebih dahulu.”
“Alice... jangan—“
“Gothorita!! Kenapa aku bisa ada di sini? Apa yang sebenarnya terjadi? Tidak... apa yang kau lakukan padaku? Di mana ibuku? Di mana rumahku? Jelaskan padaku, Gothorita!”
“Bukankah ini semua adalah keinginanmu, Alice?”
“Apa?”
“Bukankah kau sendiri yang ingin punya duniamu sendiri? Bukannya kau sangat membenci hidupmu? Aku hanya mengabulkan keinginanmu itu, Alice...”
“Tidak! Tapi tidak seperti ini juga! Aku hanya ingin mereka semua mengerti perasaanku! Aku tidak mau hidup sendirian di tempat ini!”
“Kau tidak sendirian... kau punya aku disini...”
“KELUARKAN AKU DARI SINI!!!”
Aku tidak tahu hantu apa yang merasukiku sampai aku bisa berteriak seperti itu pada Gothorita. Tapi memang itu adalah ungkapan dari isi hatiku. Aku tidak mau ada di tempat ini! Apapun alasannya, Gothorita tidak berhak melakukan ini padaku! Dia hanya diam saja dengan kepalanya tertunduk. Aku hendak meneriakinya sekali lagi, tapi akhirnya dia bicara juga.
“...Aku kira kau berbeda...”
“Berbeda? Apa lagi maksudmu?”
“...Aku kira aku tidak perlu melakukan ini padamu... tapi apa boleh buat...”
“Apa mak—“
Seketika nafasku terasa sesak. Aku mulai tidak bisa menggerakkan tanganku. Kakiku terasa berat untuk menyokong tubuhku, membuatku jatuh ke tanah. Tubuhku menjadi semakin berat dan berat. Pandanganku pun menjadi buyar. Apa... apa yang Gothorita lakukan padaku? Kenapa...? Tidak... Tidak. Aku mulai tidak bisa berpikir jernih lagi... Apa yang terjadi? Apakah... aku... akan... mati...?
“Ken... napa... Goth... tho... ri... ta...”
“Alice... kita akan selalu bersama... sekarang... dan selamanya...”
* * *
“Beberapa mitos mengatakan bahwa pada malam yang ditaburi bintang, mereka menculik anak-anak yang sedang tertidur, mengendalikan mereka, dan menjadikannya sebagai teman untuk diri mereka sendiri.”
- Entri Pokedex Pokemon Black 2 dan White 2
* * *
Disusun oleh: Bagazkarap
Gambar dari: http://sushanyue.wordpress.com/2012/08/04/day-217-gothorita/
“Beberapa mitos mengatakan bahwa pada malam yang ditaburi bintang, mereka menculik anak-anak yang sedang tertidur, mengendalikan mereka, dan menjadikannya sebagai teman untuk diri mereka sendiri.”
- Entri Pokedex Pokemon Black 2 dan White 2
* * *
Disusun oleh: Bagazkarap
Gambar dari: http://sushanyue.wordpress.com/2012/08/04/day-217-gothorita/