Holon’s Phantom: The Climax
“Kalian sudah siap?” tanya Arthur memastikan.
“Yup! Kita sudah sejauh ini! Ayo kita masuk!” seru Albus.
Serah mengangguk setuju.
Akhirnya, dengan langkah mantap, ketiga sahabat itupun berjalan memasuki pintu reruntuhan, namun langkah Arthur terhenti tiba-tiba.
“Kenapa, Arthur?” tanya Serah.
“Ti-Tidak… Aku hanya berpikir… Kita, anak-anak remaja pelatih pokemon biasa, memasuki retuntuhan yang belum banyak diketahui atau tersentuh oleh ilmu pengetahuan umum…” jawab Arthur perlahan.
“Kamu takut?” goda Serah.
“Pssh… Tentu saja tidak. Ayo!” sergah Arthur seraya berjalan maju.
Semakin dalam Arthur dan kawan-kawan berjalan masuk ke reruntuhan, semakin gelap jalan mereka. Mereka bertiga akhirnya mengeluarkan senter kepala mereka masing-masing dan memasangnya, memberikan pencahayaan depan yang baik untuk melanjutkan perjalanan.
Meskipun dari luar terlihat kolosal, ternyata navigasi di dalam reruntuhan tidak terlalu sulit juga… Dan lagi, Albus tampaknya memiliki referensi yang bagus dari para arkeolog ahli yang ia wawancarai mengenai layout dari tempat yang sudah mereka jelajahi.
Setelah sekitar 15 menit menjelajah, akhirnya seseorang angkat bicara,
“Hei, menurutmu sistem pencahayaan macam apa yang digunakan penduduk Holon yang asli? Para arkeolog belum menemukan bukti yang konkrit tentang alat yang mereka buat, dan di dalam sini tidak ada bekas tatakan obor atau semacamnya.” Tanya Arthur memecah keheningan perjalanan mereka.
“Pokemon? Kau tahu… Flash…” tebak Arthur sambil terus berjalan.
“Mungkin juga… Tetapi susah juga, yah harus terus membawa pokemon memasuki tempat ini… Dan lagi, entah kenapa rasanya jahat juga membiarkan pokemon terus menyala di tempat ini…” kata Albus.
Akhirnya mereka sampai ke lokasi paling ujung dari reruntuhan, tampak sebuah dinding batu berukuran besar dengan ukiran yang tidak diketahui apa artinya. Tulisan pada ukiran masih dapat dibedakan dari reruntuhan, meskipun terdapat retakan kecil di beberapa tempat.
“Ukiran apa ini? Ini huruf Holon kuno?” tanya Arthur.
“Ya… Tampaknya ini aksara Holon kuno.” Jawab Serah, “Dari struktur hurufnya, ini pasti berasal dari era perpindahan, kira-kira…”
“1400 tahun yang lalu.” Jawab Albus tegas. “Jenis glyph yang digunakan, ketajaman sudut huruf-hurufnya… Ini aksara yang digunakan 1400 tahun yang lalu, di Holon.” Jelasnya.
“Coba lihat siapa yang benar-benar meneliti…” goda Serah.
“Tentu saja aku meneliti! Sayang aku belum bisa membacanya…” sahut Albus agak kecewa.
“Aku juga tidak. Bahasa ekstra yang aku bisa hanya bahasa Inggris dan bahasa tangan.” Jelas Arthur.
“Yang lebih mengecewakan adalah… Setelah sampai ke ujung reruntuhan ini, kita belum menemukan apa-apa…” kata Arthur.
“Huh. Benar juga… Setidaknya kita masih bisa menceritakan kun—“ perkataan Serah terpotong ketika ia melihat Albus menempelkan dirinya ke dinding tempat ukiran berada.
“Err… Albus. Tenang saja, kita tak apa-apa disini, dan kita masih bisa foto-foto…” kata Arthur mencoba menenangkan Albus yang tampak seperti orang freak atau stress karena terus menempelkan tubuhnya ke dinding.
“Rapopo?” tanya Serah.
Ternyata dugaan Arthur dan Serah meleset.
“Angin. Ada angin dingin yang aneh dari belakang. Ada celah.” Ternyata Albus menempelkan dirinya karena merasa ada angin dingin yang keluar dari retakan di dinding. “Ada ruang di balik sini!” serunya.
“Huh? Mustahil…” Serah tampak tidak percaya.
Arthur dan Serah juga mencoba menempelkan tubuh mereka ke ukiran, dan merasakan angin yang sama. Namun ini bukan “angin dingin dari celah” biasa, tetapi angin ini terasa agak… ganjil.
“Tapi bagaimana caranya kita dapat melewati dinding ini?” tanya Arthur.
“Hmm… Jika benar ada celah, mungkin saja ada pintu rahasia atau semacamnya di sini. Kunci, ukiran khusus, atau…” gumam Albus yang tampak savvy pada masalah seperti ini (atau terlalu banyak membaca novel petualangan).
“Huh? Ukiran ini… Tampak familiar.” Sahut Arthur menunjuk salah satu ukiran berbentuk bola yang menjorok ke dalam dengan pola yang ia kenal.
“Ah! Aku tahu! Arthur! Batu aneh itu!” seru Albus.
“Batu yang—Mawile!?” Arthur terkejut.
Akhirnya Arthur mengeluarkan batu dari kantungnya, batu semi-transparan yang ia “dapatkan” dari Mawile aneh yang ia temukan di Southern Cross Formation.
“Baiklah, jika kita cocokkan dengan ukiran ini maka…”
Setelah Arthur mencocokkan batu miliknya pada pola pada ukiran itu, terasa angin dingin yang kencang berhembus dari ukiran, dan… Hanya itu.
“Ooookaaaayyyy…” sahut Arthur pelan.
“Tidak ada apa-apa.” Kata Serah.
“Aku tidak tahu apa yang baru saja terjadi, tapi… Umm… Mungkin kita bisa pulang sekarang?” tanya Albus.
“Heh? Kau serius?” tanya Arthur.
“Ya… Setidaknya kita punya sesuatu untuk diceritakan…” jawab Albus.
“Yup. Kita punya sebuah petualangan singkat yang dapat kita ceritakan nanti, yang akan menjadi pengalaman yang dapat kita ingat. Sebagai penjelajah retuntuhan Holon dengan kekuatan kita, dan partner pokemon kita…”
Pada akhirnya, Arthur dan kawan-kawan berjalan kembali, ke arah pintu masuk reruntuhan…
Dengan membawa pengalaman yang berarti, ketiga sahabat itupun melangkah pulang ke kota…
“Albus? Aku rasa layout reruntuhan ini berbeda dari tadi…”
…atau tidak.
Arthur tampak khawatir ketika melihat reruntuhan tempat mereka menjelajah sepertinya telah mengubah bentuk bangunannya. Selain itu, terdapat kristal-kristal yang bercahaya bagai lampu di atap ruangan reruntuhan ini sekarang…
“Ini aneh… Seharusnya layout ini benar!” seru Albus.
“Firasatku buruk.” Gumam Serah.
“Aku jadi ingat sebuah permainan platformer yang sering aku mainkan; menurut legenda, kastil tempat karakter permainan itu bertualang adalah makhluk kekacauan yang berubah bentuk tiap abad—apa reruntuhan ini juga seperti itu?” pikir Albus.
“Aku kurang yakin.” Jawab Serah datar.
“Yang penting sekarang kita cari jalan keluar. Sejauh ini, tidak ada pokemon liar yang menganggu disini, tetapi siagakan pokemon kalian.” Kata Arthur. Albus dan Serah menangguk.
Setelah sekitar lima menit berjalan mencari arah, Albus menemukan tangga yang menuju ke tempat yang tampaknya adalah lantai bawah tanah.
“Hmm… Sepertinya tempat ini tidak ada di layout… Hei, coba lihat ini!” seru Albus.
“Tangga? Kita cek?” tanya Arthur.
“Patut dicoba.” Jawab Serah.
Arthur dan kawan-kawanpun menuruni tangga menuju ke bawah, dan terkejut ketika melihat bahwa lantai bawah digenangi air. Selain itu…
“Bau apa ini… Repel?” tanya Arthur.
“Bau ini kental sekali. Ini pasti Super Repel atau Max Repel. Selain itu, kondensasi udara ini… Ini bukan jenis Repel yang biasa digunakan trainer biasa.” Jawab Serah.
“Bom distraksi. Itu adalah jenis Repel khusus yang digunakan penjelajah profesional. Biasanya baunya sangat kental dan kadang bisa bertahan hingga hampir satu jam. Itu barang mahal…” jelas Albus.
“Tunggu… Jika ada bau ini, jangan-jangan ada yang menjelajah juga disini?” tebak Arthur.
“Dan mungkin juga butuh bantuan. Bom distraksi biasanya digunakan sebagai Last Resort.” Jelas Serah.
“Mungkin saja! Ayo kita cari sumbernya!” seru Albus.
“Tapi ingat, pokemon benci dengan bau Repel; bertarung atau lari, biasanya adalah pilihan Trainer sebelum menggunakan Repel. Memang tidak ada pokemon liar yang dapat mengganggu kita sementara ini, tapi kita juga tidak bisa menggunakan pokemon kita.” Jelas Serah lagi.
Setelah mengendus bau menyengat dari bom distraksi yang misterius selama beberapa saat, Arthur dan kawan-kawan melihat sesosok tubuh tergeletak di lantai yang tergenang air.
“Itu!” teriak Albus seraya menghampiri sosok tubuh yang ternyata milik seorang gadis itu.
Arthur dan Serah mengikuti.
“Tampaknya ia terluka parah di perutnya… Ini sayatan. Scyther? …Kabutops?” teliti Serah.
“Ayo kita amankan dan obati dia…” kata Arthur.
“Aku setuju.” Kata Albus datar. “Lukanya sangat parah. Dan dengan permukaan yang seperti ini, bisa membusuk dengan cepat.”
Di lantai atas…
Di sana, Albus sibuk meracik obat luka dari obat yang ia bawa, sementara Serah dan Manectric menjaga situasi dan Arthur melihat keadaan sosok gadis itu sambil membantu Albus. Gadis itu memiliki rambut putih kebiruan, usianya kira-kira seperti Arthur dan kawan-kawan—16.
…
“Hei, dia sudah sadar…” kata Arthur lega.
“Yup, tapi ia tidak boleh bergerak terlalu banyak, sebab obat lukanya butuh waktu untuk bekerja secara penuh.” Jelas Albus.
“Hei, umm… Bagaimana sampai kau bisa sampai disini? Dan umm… Siapa namamu?” tanya Arthur pada gadis itu.
“Hei, hei… Pelan-pelan saja, Arthur! Bukuku~” seru Albus sambil mengedipkan sebelah matanya.
Gadis itupun mengambil pulpen dan sebuah catatan kecil dari kantung jaketnya. Catatan itu agak basah, tetapi masih bisa dipakai. Ia menulis di catatan itu, “[Maaf. Aku bisu.]”
“Oh-uh… Maaf…” Arthur tampak menyesal, namun kemudian tersentak, dan mulai menggerakkan tangan kanannya.
“Ah, bahasa tangan!” seru Albus.
Gadis itupun mengisyaratkan balik, “[Ya, aku mengerti. Aku lega ternyata kamu juga demikian!]” sambil tersenyum. “[Namaku Kana. Aku kemari untuk mengungkap rahasia reruntuhan ini. Tunggu. Kenapa kalian juga bias ada di sini?]” tambahnya.
Ketika berbicara dengan Kana, Arthur akan memberitahu Albus dan Serah apa yang dikatakan Kana agar mereka tidak bingung.
Pertanyaan terakhir tadi membuat Arthur agak bingung.
“[Namaku Arthur. Ini temanku Albus dan Serah. Kami juga kemari untuk hal yang sama. Apa maksudmu pada pertanyaan terakhir tadi?]” tanya Arthur.
“[Ini adalah dunia lain yang hanya dapat diakses pemegang Key Stone. Kamu tidak tahu? Ketika orang yang memegang Key Stone mencocokkan batu itu pada ukiran khusus di reruntuhan ini, ia dapat mengakses “dunia samping” tempat Holon’s Phantom disegel.]” jelas Kana.
“Hah!? Jadi kita bukan di dunia nyata sekarang?” Albus tampak terkejut.
“Tapi setidaknya kita sudah dekat dengan tujuan kita… Dan lagi, kita dapat keluar lewat ukiran di dinding tadi…” kata Serah.
“[Untuk mengakses ruangan tempat Holon’s Phantom disegel, seseorang harus mengambil Batu Segel di lantai bawah. Itulah satu-satunya cara membuka segel ruangan tersebut.]” jelas Kana lagi.
“Jadi ia berada di bawah karena… Baiklah! Ayo kita cari!” seru Arthur.
“Setelah kita istirahat sebentar. Obat luka yang kuberikan pada Kana masih butuh waktu beberapa lama lagi untuk menutup luka Kana dengan baik.” Potong Albus.
20 menit kemudian…
“Semuanya siap?” tanya Arthur.
Semua teman Arthur menangguk, dan Kana juga menambahkan isyarat “OK” lewat tangannya.
Di lantai bawah, Arthur dan kawan-kawan langsung disambut dengan selusin Kabuto yang mencuat dari kolam-kolam bawah tanah. Sepertinya mereka telah aktif kembali karena efek bom distraksi telah menghilang.
“Guh! Mawile!” seru Arthur. Kana tampak agak terkejut ketika Mawile keluar.
“Teddiursa!” seru Albus.
“Manectric.” Panggil Serah santai.
Kana tidak memiliki pokemon lagi, membuat Arthur terkejut. Arthur kemudian memberikan sebutir poke ball padanya. “[Air Slash, Aerial Ace, X-Poison.]” kode Arthur.
Kana mengeluarkan Crobat. Crobat mengerti bahasa isyarat tangan sama seperti Arthur, sehingga Kana bisa menggunakannya dengan baik.
Arthur dan kawan-kawannya tidak memiliki tipe yang unggul saat ini, kecuali Mawile.
“[Batu Segel terdapat pada altar di ujung; jika kita bisa mencapai tempat itu, kita tinggal berlari sambil mengembalikan pokemon kita.”] kode Kana.
“Mawile! Iron Head!” komando Arthur, sementara Albus menjadi backup.
“Manectric! Gravity!” tehnik dari Manectric menahan banyak Kabuto ke tanah.
“Ini tidak akan lama! Cepat lari ke altar!” teriak Serah.
Arthur dan Kana akhirnya berlari ke altar, dan menemukan Batu Segel yang dimaksud Kana—Batu perak seukuran bola voli yang cukup ringan dengan ukiran aneh di atasnya.
“Ayo kita keluar!” sahut Arthur berlari bersama Kana.
Serah dan Albus ikut berlari keluar sementara banyak Kabuto yang mulai dapat bergerak lagi.
Mereka sudah hampir keluar ketika sesosok Kabutops menghadang mereka.
“Delta Species FIRE.” Seru Albus sambil melotot pada monitor alatnya.
“Cih… Mawile, Iron Head!” serangan Mawile mengenai Kabutops, tapi Kabutops masih bertahan dan meloncat ke atas.
Crobat mencoba menggunakan Air Slash, tapi Kabutops berhasil menghindarinya.
Kabutops kemudian memotong Crobat dengan sabitnya tepat di pangkal sayapnya, Crobat terjatuh ke lantai yang tergenang air.
“Crobat!” teriak Arthur.
Teddiursa dan Manectric mencoba menyerang Kabutops, tetapi serangan mereka tidak mengenainya atau tidak begitu efektif. Serah kesal karena ia tidak dapat menggunakan serangan listrik di tempat ini.
Kana akhirnya mengeluarkan sebutir batu dari ranselnya, batu yang mirip dengan Key Stone.
“[Cepat berikan itu pada Mawile dan lihat ke arah Mawile menggunakan Key Stone!]” kode Serah.
Tanpa tahu apa yang harus dilakukan, Arthur akhirnya mengikuti saja petunjuk Serah. Ia melemparkan batu yang satunya pada Mawile, dan menerawangnya dengan Key Stone.
Sosok Mawile bersinar, dan seketika berubah menjadi bentuk yang lebih sempurna, Mega Mawile.
“Apa itu?” sahut Albus bingung.
“Aku tidak begitu tahu mengenai ini, tetapi ayo! Iron Head!” seru Arthur.
Serangan Mawile tampak bertambah cepat dan kuat.
Keadaan menjadi agak seimbang dengan kedatangan “Mega Mawile” yang tiba-tiba ini, dan Arthur mulai di atas angin.
“Mawile! Iron Head!” teriak Arthur terus memberi perintah.
Setelah beberapa serangan, Mawile akhirnya berhasil menjatuhkan Kabutops.
Tetapi…
“Crobat…” gumam Arthur.
Crobat tampak terkapar lemah di lantai yang tergenang air, sayapnya terluka parah.
Crobat menyuarakan cry terakhirnya pada Arthur, dan pergi masih dengan senyum anehnya.
“Inilah pertarungan di alam liar. Tidak ada yang akan menghentikan pertarungan ketika pokemon kehabisan tenaga, dan tidak ada juri yang akan menilai—semuanya ditentukan oleh seberapa kuatnya daya kehidupan pokemon. Mungkin sudah saatnya Crobat untuk pergi.” Jelas Serah pada Arthur.
Arthur menyeka air matanya, memaklumi keadaan ini.
Tapi, tak ada waktu bermenung. Para Kabuto ternyata sudah berhasil bergerak, dan beberapa di antara mereka berusaha menyerang Arthur dan kawan-kawan.
“Iron Head.” Perintah Arthur.
Dengan sekali sapuan, kedua mulut ekstra dari Mega Mawile memukul dan bahkan menghancurkan beberapa Kabuto yang menyerang. Melihat keadaan itu, Kabuto yang tersisa mundur dari pada Arthur.
“Ayo kita kembali.” Kata Arthur pelan.
Di lantai atas…
Setelah menjelaskan secara singkat tentang Mega Evolution, Kana mengisyaratkan sesuatu pada Arthur—ternyata Mawile yang Arthur temukan waktu itu adalah miliknya. Ia terpisah dari Kana di Southern Cross Formation, bersama dengan Key Stone ekstra yang dibawa Kana.
“[Maaf yah… Aku tak bermaksud membuat Crobat seperti itu.]” kode Kana.
Arthur menggeleng sambil tersenyum kecil. “[Sudahlah. Yang terjadi, terjadi.]” kodenya.
“[Kalau begitu, aku akan berikan Mega Stone Mawile dan Mawile sendiri kepadamu.]”
Arthur agak ragu, tapi akhirnya menjawab, “[Akan kujaga ia baik-baik.]”
Kana memandu Arthur dan kawan-kawan menuju ruang segel lewat peta tua aneh di tangannya. Mood Arthur sepertinya sudah membaik, dan ia tampak mulai bersemangat lagi saling berisyarat dengan Kana.
“Hei, Arthur, menurutmu ak—“ pembicaraan Albus terpotong ketika Serah menariknya dan berbisik, “Biarkan saja mereka berdua sendiri.”
“Mau menggodaku, yah?” bisik Albus balik. Mereka berduapun terkekeh kecil di belakang.
Akhirnya, Arthur dan kawan-kawannya sampai ke depan ruang segel. Dengan Batu Segel, Kana berhasil membuka gerbang besar menjadi pembatas ruang itu dan “dunia” luar.
“Waah… Besarnya…” Albus tampak kagum. “Inilah yang kutunggu-tunggu!” serunya.
“Ini indah juga…” kata Serah sambil tersenyum kecil, memperhatikan ruangan yang seluas bundaran kota Holon Utama yang terbentang di depan mereka.
Arthur dan Kana juga tampak seperti anak kecil yang baru melihat TCG Ghost Rare favoritnya dipajang di toko kartu.
“Itu!” tunjuk Albus.
Di altar di ujung ruangan, tampak sebutir kristal berwarna ungu terang.
“[Holon’s Phantom.]” kode Kana.
“Ini Holon’s Phantom?” tanya Arthur.
“Benarkah?” Albus tampak terkejut.
Kana kemudian mengangkat Batu Segel. Pada saat itu, kristal ungu tersebut menyala, dan berubah menjadi sesosok Pokemon—Makhluk itu memiliki warna merah-biru dengan tentakel menjulur dari tempat tangannya—Ia memiliki figur mirip manusia.
“Deoxys. Tunggu; ini CUMA Deoxys!?” tanya Albus.
“Tunggu—Delta Species STEEL/DARK?” lanjut Albus. “Ini hebat!”
Semua tampak kagum melihat sosok yang mengambang di depan mereka.
“[Aku akan mengambil foto dan beberapa data]” kode Kana.
“Yup, kami juga…” sahut Ace.
Ketika mereka hendak mendekati sosok itu, mereka baru menyadari betapa bodohnya mereka, dan bahwa mereka kurang hati-hati selama ini karena terlalu senang.
Deoxys membuka matanya, dan seketika itu juga terbang keatas.
Matanya melotot ke arah Arthur dan kawan-kawan.
“Kau tahu… Aku baru tahu pasti ada alasan kenapa mereka menyegel makhluk ini…” sahut Albus pada Arthur dan yang lainnya.
“Gawat.” Kata Serah datar.
Pada saat itu, Deoxys segera mengubah bentuknya menjadi mode Penyerangan.
“Cih… Tak ada waktu mendata…” kata Arthur seraya menyiapkan pokeball dan Key Stone.
“Jika ia sampai keluar dari sini dan menghancurkan ukiran di dinding, kita tak akan bisa pulang.” Sahut Albus.
“[Kita harus melemahkannya, kemudian menyegelnya dengan Batu Segel sekali lagi. Yang perlu kita lakukan hanyalah memberikan komando pada batu ini untuk menguncinya.]” kode Kana.
“[Dari mana kamu mendapatkan info sebanyak ini sebenarnya?]” tanya Arthur.
“[Aku seorang Holonian yang tersisa. Kakekku banyak meninggalkan banyak info untukku.]”
Arthur tampak terkejut, tetapi tidak ada waktu.
Deoxys menyapu ke bawah dengan tentakelnya, melukai pokemon-pokemon Arthur saat mereka belum siap, termasuk Mawile yang belum melakukan Mega Evolution.
“Mawile! Mega Evolve!” sahut Arthur.
Mawile melakukan Mega Evolve, sementara Teddiursa, Zangoose, dan Manectric mencoba menyerang Deoxys.
Tak ada serangan mereka yang mengenai Deoxys, kecepatannya mengerikan.
“Mega Mawile, Bite!” seru Arthur.
“Super-Eff—Hah!?” teriakan senang Arthur terpotong ketika tubuh Deoxys menjadi sekeras baja ketika memasuki tahap Pertahanan.
“Delta STEEL.” Sahut Albus. “Teddiursa! Fire Blast!”
Serangan Teddiursa mengenai Deoxys, dan Deoxys terjatuh ke bawah. Namun, ketika debu kejatuhan Deoxys menghilang, ia muncul dalam Mode Kecepatan, menyambar Manectric.
“Manectric. Spark!” tubuh Deoxys yang menyeret Manectric tersengat listrik, dan Deoxys terbang ke atas. Mode Menyerang.
“Mega Mawile! Bite!” Mega Mawile melompati Arthur dan berhasil menggigit Deoxys.
Deoxys mencengkeram Mega Mawile dengan tentakelnya dan melemparkannya ke bawah.
“Cheh… Teruskan! Bite!” teriak Arthur penuh emosi.
Mega Mawile terus bangkit dan menyerang Deoxys.
Serangan Mega Mawile meleset, Deoxys melesat ke depan Arthur yang kehilangan pertahanan.
Deoxys tampak membentuk bola merah yang hendak ia tembakkan ke arah Arthur.
“Hah?” Arthur yang terkejut, lebih dikejutkan lagi dengan sosok yang berlari ke depannya.
Serangan Deoxys tepat mengenai Kana, yang langsung jatuh terkapar.
“. . .” Arthur terdiam.
Albus dan Serah juga ikut terdiam.
Tetapi tidak dengan Deoxys.
“Kau.”
Deoxys melesat ke arah Arthur.
“Makhluk.”
Deoxys mengayunkan tentakelnya.
“Sialan.”
Mega Mawile menggigit tentakel Deoxys.
“Ayo, Mega Mawile. Kita selesaikan makhluk bedebah ini.”
Mega Mawile tidak memberikan kesempatan bagi Deoxys untuk melepaskan gigitannya, dan menghabisinya dengan tenang di depan mata Arthur. Albus dan Serah hanya dapat melihat dengan ngeri bagaimana Mega Mawile mengeksekusi Deoxys.
“Bagus, Mega Mawile. Devolve.” Mega Mawilepun kembali menjadi Mawile.
Arthur mengambil Batu Segel dan mengarahkannya ke depan sosok Deoxys, mengubahnya menjadi kristal ungu terang seperti sedia kala. Arthur mengembalikannya ke altar, dan berjalan menuju Albus, Serah, dan Kana yang telah diamankan oleh Albus, terbaring di lantai.
“[Maafkan aku, Kana. Aku tidak—]“ Arthur belum sempat menyelesaikan isyaratnya, tetapi Kana menggenggam telapak tangannya dan mengisyaratkan Arthur untuk mengambil sebuah buku dari ranselnya.
“[Buku apa ini?]” tanya Arthur.
“[Pengetahuan dari penduduk Holon asli. Kebanyakan dari sisa-sisa kami berbaur di sebuah region jauh yang akan kamu temukan di buku itu. Buku itu juga menyimpan info mengenai kependudukan kami dahulu disini.]” jelas Kana.
“[Dan yah… Soal ini…]” kode Kana, sambil memperhatikan perutnya yang berdarah.
“Albus, kamu bi—“ Arthur belum bisa menyesesaikan perkataannya ketika Albus menggeleng.
Kana kemudian menepuk pundak Arthur sambil tersenyum kecil.
“[Sudahlah. Yang terjadi, terjadi.]”
Itulah yang menjadi perkataan terakhir Kana.
………
……
…
……
……..
“Sudah tiga bulan semenjak kejadian itu.
Setelah kepulangan kami dari Holon Ruins dan libur akademi telah usai, kami menceritakan pengalaman kami di sekolah dengan banyak perubahan…
Tetapi beberapa pihak tertentu yang dikenal Albus mendapat cerita penuh, dan Holon Ruins serta Key Stone menjadi objek menelitian sementara ini.
Semenjak kejadian itu, aku merasa diriku menjadi lebih penyendiri dari biasanya. Bahkan pada ulang tahunku yang ke-17 baru-baru inipun, aku merasa kosong…
Aku ingin tahu…
Apa yang membuat kami begitu bodoh waktu itu?
Apa yang membuat kami tidak sadar bahwa berurusan dengan makhluk seperti itu…
Bukan hal main-main?
Mengapa aku membiarkan dia mati seperti itu?
Bodoh… Bodoh…
BODOH!!!”
Di luar, tampak Albus dan Serah memanggilku untuk berbelanja bersama-sama di Department Store yang belum lama dibuka. Keadaan mereka tampak biasa saja—Mungkin mereka sudah bisa menerima kejadian waktu itu. Tapi aku, tidak.
“Ya, aku datang…” gumamku seraya berjalan ke arah pintu depan rumahku.
Suatu saat nanti, aku akan…
Aku akan…
9 23 9 12 12 2 18 9 14 7 25 15 21 2 1 3 11
“Yup! Kita sudah sejauh ini! Ayo kita masuk!” seru Albus.
Serah mengangguk setuju.
Akhirnya, dengan langkah mantap, ketiga sahabat itupun berjalan memasuki pintu reruntuhan, namun langkah Arthur terhenti tiba-tiba.
“Kenapa, Arthur?” tanya Serah.
“Ti-Tidak… Aku hanya berpikir… Kita, anak-anak remaja pelatih pokemon biasa, memasuki retuntuhan yang belum banyak diketahui atau tersentuh oleh ilmu pengetahuan umum…” jawab Arthur perlahan.
“Kamu takut?” goda Serah.
“Pssh… Tentu saja tidak. Ayo!” sergah Arthur seraya berjalan maju.
Semakin dalam Arthur dan kawan-kawan berjalan masuk ke reruntuhan, semakin gelap jalan mereka. Mereka bertiga akhirnya mengeluarkan senter kepala mereka masing-masing dan memasangnya, memberikan pencahayaan depan yang baik untuk melanjutkan perjalanan.
Meskipun dari luar terlihat kolosal, ternyata navigasi di dalam reruntuhan tidak terlalu sulit juga… Dan lagi, Albus tampaknya memiliki referensi yang bagus dari para arkeolog ahli yang ia wawancarai mengenai layout dari tempat yang sudah mereka jelajahi.
Setelah sekitar 15 menit menjelajah, akhirnya seseorang angkat bicara,
“Hei, menurutmu sistem pencahayaan macam apa yang digunakan penduduk Holon yang asli? Para arkeolog belum menemukan bukti yang konkrit tentang alat yang mereka buat, dan di dalam sini tidak ada bekas tatakan obor atau semacamnya.” Tanya Arthur memecah keheningan perjalanan mereka.
“Pokemon? Kau tahu… Flash…” tebak Arthur sambil terus berjalan.
“Mungkin juga… Tetapi susah juga, yah harus terus membawa pokemon memasuki tempat ini… Dan lagi, entah kenapa rasanya jahat juga membiarkan pokemon terus menyala di tempat ini…” kata Albus.
Akhirnya mereka sampai ke lokasi paling ujung dari reruntuhan, tampak sebuah dinding batu berukuran besar dengan ukiran yang tidak diketahui apa artinya. Tulisan pada ukiran masih dapat dibedakan dari reruntuhan, meskipun terdapat retakan kecil di beberapa tempat.
“Ukiran apa ini? Ini huruf Holon kuno?” tanya Arthur.
“Ya… Tampaknya ini aksara Holon kuno.” Jawab Serah, “Dari struktur hurufnya, ini pasti berasal dari era perpindahan, kira-kira…”
“1400 tahun yang lalu.” Jawab Albus tegas. “Jenis glyph yang digunakan, ketajaman sudut huruf-hurufnya… Ini aksara yang digunakan 1400 tahun yang lalu, di Holon.” Jelasnya.
“Coba lihat siapa yang benar-benar meneliti…” goda Serah.
“Tentu saja aku meneliti! Sayang aku belum bisa membacanya…” sahut Albus agak kecewa.
“Aku juga tidak. Bahasa ekstra yang aku bisa hanya bahasa Inggris dan bahasa tangan.” Jelas Arthur.
“Yang lebih mengecewakan adalah… Setelah sampai ke ujung reruntuhan ini, kita belum menemukan apa-apa…” kata Arthur.
“Huh. Benar juga… Setidaknya kita masih bisa menceritakan kun—“ perkataan Serah terpotong ketika ia melihat Albus menempelkan dirinya ke dinding tempat ukiran berada.
“Err… Albus. Tenang saja, kita tak apa-apa disini, dan kita masih bisa foto-foto…” kata Arthur mencoba menenangkan Albus yang tampak seperti orang freak atau stress karena terus menempelkan tubuhnya ke dinding.
“Rapopo?” tanya Serah.
Ternyata dugaan Arthur dan Serah meleset.
“Angin. Ada angin dingin yang aneh dari belakang. Ada celah.” Ternyata Albus menempelkan dirinya karena merasa ada angin dingin yang keluar dari retakan di dinding. “Ada ruang di balik sini!” serunya.
“Huh? Mustahil…” Serah tampak tidak percaya.
Arthur dan Serah juga mencoba menempelkan tubuh mereka ke ukiran, dan merasakan angin yang sama. Namun ini bukan “angin dingin dari celah” biasa, tetapi angin ini terasa agak… ganjil.
“Tapi bagaimana caranya kita dapat melewati dinding ini?” tanya Arthur.
“Hmm… Jika benar ada celah, mungkin saja ada pintu rahasia atau semacamnya di sini. Kunci, ukiran khusus, atau…” gumam Albus yang tampak savvy pada masalah seperti ini (atau terlalu banyak membaca novel petualangan).
“Huh? Ukiran ini… Tampak familiar.” Sahut Arthur menunjuk salah satu ukiran berbentuk bola yang menjorok ke dalam dengan pola yang ia kenal.
“Ah! Aku tahu! Arthur! Batu aneh itu!” seru Albus.
“Batu yang—Mawile!?” Arthur terkejut.
Akhirnya Arthur mengeluarkan batu dari kantungnya, batu semi-transparan yang ia “dapatkan” dari Mawile aneh yang ia temukan di Southern Cross Formation.
“Baiklah, jika kita cocokkan dengan ukiran ini maka…”
Setelah Arthur mencocokkan batu miliknya pada pola pada ukiran itu, terasa angin dingin yang kencang berhembus dari ukiran, dan… Hanya itu.
“Ooookaaaayyyy…” sahut Arthur pelan.
“Tidak ada apa-apa.” Kata Serah.
“Aku tidak tahu apa yang baru saja terjadi, tapi… Umm… Mungkin kita bisa pulang sekarang?” tanya Albus.
“Heh? Kau serius?” tanya Arthur.
“Ya… Setidaknya kita punya sesuatu untuk diceritakan…” jawab Albus.
“Yup. Kita punya sebuah petualangan singkat yang dapat kita ceritakan nanti, yang akan menjadi pengalaman yang dapat kita ingat. Sebagai penjelajah retuntuhan Holon dengan kekuatan kita, dan partner pokemon kita…”
Pada akhirnya, Arthur dan kawan-kawan berjalan kembali, ke arah pintu masuk reruntuhan…
Dengan membawa pengalaman yang berarti, ketiga sahabat itupun melangkah pulang ke kota…
“Albus? Aku rasa layout reruntuhan ini berbeda dari tadi…”
…atau tidak.
Arthur tampak khawatir ketika melihat reruntuhan tempat mereka menjelajah sepertinya telah mengubah bentuk bangunannya. Selain itu, terdapat kristal-kristal yang bercahaya bagai lampu di atap ruangan reruntuhan ini sekarang…
“Ini aneh… Seharusnya layout ini benar!” seru Albus.
“Firasatku buruk.” Gumam Serah.
“Aku jadi ingat sebuah permainan platformer yang sering aku mainkan; menurut legenda, kastil tempat karakter permainan itu bertualang adalah makhluk kekacauan yang berubah bentuk tiap abad—apa reruntuhan ini juga seperti itu?” pikir Albus.
“Aku kurang yakin.” Jawab Serah datar.
“Yang penting sekarang kita cari jalan keluar. Sejauh ini, tidak ada pokemon liar yang menganggu disini, tetapi siagakan pokemon kalian.” Kata Arthur. Albus dan Serah menangguk.
Setelah sekitar lima menit berjalan mencari arah, Albus menemukan tangga yang menuju ke tempat yang tampaknya adalah lantai bawah tanah.
“Hmm… Sepertinya tempat ini tidak ada di layout… Hei, coba lihat ini!” seru Albus.
“Tangga? Kita cek?” tanya Arthur.
“Patut dicoba.” Jawab Serah.
Arthur dan kawan-kawanpun menuruni tangga menuju ke bawah, dan terkejut ketika melihat bahwa lantai bawah digenangi air. Selain itu…
“Bau apa ini… Repel?” tanya Arthur.
“Bau ini kental sekali. Ini pasti Super Repel atau Max Repel. Selain itu, kondensasi udara ini… Ini bukan jenis Repel yang biasa digunakan trainer biasa.” Jawab Serah.
“Bom distraksi. Itu adalah jenis Repel khusus yang digunakan penjelajah profesional. Biasanya baunya sangat kental dan kadang bisa bertahan hingga hampir satu jam. Itu barang mahal…” jelas Albus.
“Tunggu… Jika ada bau ini, jangan-jangan ada yang menjelajah juga disini?” tebak Arthur.
“Dan mungkin juga butuh bantuan. Bom distraksi biasanya digunakan sebagai Last Resort.” Jelas Serah.
“Mungkin saja! Ayo kita cari sumbernya!” seru Albus.
“Tapi ingat, pokemon benci dengan bau Repel; bertarung atau lari, biasanya adalah pilihan Trainer sebelum menggunakan Repel. Memang tidak ada pokemon liar yang dapat mengganggu kita sementara ini, tapi kita juga tidak bisa menggunakan pokemon kita.” Jelas Serah lagi.
Setelah mengendus bau menyengat dari bom distraksi yang misterius selama beberapa saat, Arthur dan kawan-kawan melihat sesosok tubuh tergeletak di lantai yang tergenang air.
“Itu!” teriak Albus seraya menghampiri sosok tubuh yang ternyata milik seorang gadis itu.
Arthur dan Serah mengikuti.
“Tampaknya ia terluka parah di perutnya… Ini sayatan. Scyther? …Kabutops?” teliti Serah.
“Ayo kita amankan dan obati dia…” kata Arthur.
“Aku setuju.” Kata Albus datar. “Lukanya sangat parah. Dan dengan permukaan yang seperti ini, bisa membusuk dengan cepat.”
Di lantai atas…
Di sana, Albus sibuk meracik obat luka dari obat yang ia bawa, sementara Serah dan Manectric menjaga situasi dan Arthur melihat keadaan sosok gadis itu sambil membantu Albus. Gadis itu memiliki rambut putih kebiruan, usianya kira-kira seperti Arthur dan kawan-kawan—16.
…
“Hei, dia sudah sadar…” kata Arthur lega.
“Yup, tapi ia tidak boleh bergerak terlalu banyak, sebab obat lukanya butuh waktu untuk bekerja secara penuh.” Jelas Albus.
“Hei, umm… Bagaimana sampai kau bisa sampai disini? Dan umm… Siapa namamu?” tanya Arthur pada gadis itu.
“Hei, hei… Pelan-pelan saja, Arthur! Bukuku~” seru Albus sambil mengedipkan sebelah matanya.
Gadis itupun mengambil pulpen dan sebuah catatan kecil dari kantung jaketnya. Catatan itu agak basah, tetapi masih bisa dipakai. Ia menulis di catatan itu, “[Maaf. Aku bisu.]”
“Oh-uh… Maaf…” Arthur tampak menyesal, namun kemudian tersentak, dan mulai menggerakkan tangan kanannya.
“Ah, bahasa tangan!” seru Albus.
Gadis itupun mengisyaratkan balik, “[Ya, aku mengerti. Aku lega ternyata kamu juga demikian!]” sambil tersenyum. “[Namaku Kana. Aku kemari untuk mengungkap rahasia reruntuhan ini. Tunggu. Kenapa kalian juga bias ada di sini?]” tambahnya.
Ketika berbicara dengan Kana, Arthur akan memberitahu Albus dan Serah apa yang dikatakan Kana agar mereka tidak bingung.
Pertanyaan terakhir tadi membuat Arthur agak bingung.
“[Namaku Arthur. Ini temanku Albus dan Serah. Kami juga kemari untuk hal yang sama. Apa maksudmu pada pertanyaan terakhir tadi?]” tanya Arthur.
“[Ini adalah dunia lain yang hanya dapat diakses pemegang Key Stone. Kamu tidak tahu? Ketika orang yang memegang Key Stone mencocokkan batu itu pada ukiran khusus di reruntuhan ini, ia dapat mengakses “dunia samping” tempat Holon’s Phantom disegel.]” jelas Kana.
“Hah!? Jadi kita bukan di dunia nyata sekarang?” Albus tampak terkejut.
“Tapi setidaknya kita sudah dekat dengan tujuan kita… Dan lagi, kita dapat keluar lewat ukiran di dinding tadi…” kata Serah.
“[Untuk mengakses ruangan tempat Holon’s Phantom disegel, seseorang harus mengambil Batu Segel di lantai bawah. Itulah satu-satunya cara membuka segel ruangan tersebut.]” jelas Kana lagi.
“Jadi ia berada di bawah karena… Baiklah! Ayo kita cari!” seru Arthur.
“Setelah kita istirahat sebentar. Obat luka yang kuberikan pada Kana masih butuh waktu beberapa lama lagi untuk menutup luka Kana dengan baik.” Potong Albus.
20 menit kemudian…
“Semuanya siap?” tanya Arthur.
Semua teman Arthur menangguk, dan Kana juga menambahkan isyarat “OK” lewat tangannya.
Di lantai bawah, Arthur dan kawan-kawan langsung disambut dengan selusin Kabuto yang mencuat dari kolam-kolam bawah tanah. Sepertinya mereka telah aktif kembali karena efek bom distraksi telah menghilang.
“Guh! Mawile!” seru Arthur. Kana tampak agak terkejut ketika Mawile keluar.
“Teddiursa!” seru Albus.
“Manectric.” Panggil Serah santai.
Kana tidak memiliki pokemon lagi, membuat Arthur terkejut. Arthur kemudian memberikan sebutir poke ball padanya. “[Air Slash, Aerial Ace, X-Poison.]” kode Arthur.
Kana mengeluarkan Crobat. Crobat mengerti bahasa isyarat tangan sama seperti Arthur, sehingga Kana bisa menggunakannya dengan baik.
Arthur dan kawan-kawannya tidak memiliki tipe yang unggul saat ini, kecuali Mawile.
“[Batu Segel terdapat pada altar di ujung; jika kita bisa mencapai tempat itu, kita tinggal berlari sambil mengembalikan pokemon kita.”] kode Kana.
“Mawile! Iron Head!” komando Arthur, sementara Albus menjadi backup.
“Manectric! Gravity!” tehnik dari Manectric menahan banyak Kabuto ke tanah.
“Ini tidak akan lama! Cepat lari ke altar!” teriak Serah.
Arthur dan Kana akhirnya berlari ke altar, dan menemukan Batu Segel yang dimaksud Kana—Batu perak seukuran bola voli yang cukup ringan dengan ukiran aneh di atasnya.
“Ayo kita keluar!” sahut Arthur berlari bersama Kana.
Serah dan Albus ikut berlari keluar sementara banyak Kabuto yang mulai dapat bergerak lagi.
Mereka sudah hampir keluar ketika sesosok Kabutops menghadang mereka.
“Delta Species FIRE.” Seru Albus sambil melotot pada monitor alatnya.
“Cih… Mawile, Iron Head!” serangan Mawile mengenai Kabutops, tapi Kabutops masih bertahan dan meloncat ke atas.
Crobat mencoba menggunakan Air Slash, tapi Kabutops berhasil menghindarinya.
Kabutops kemudian memotong Crobat dengan sabitnya tepat di pangkal sayapnya, Crobat terjatuh ke lantai yang tergenang air.
“Crobat!” teriak Arthur.
Teddiursa dan Manectric mencoba menyerang Kabutops, tetapi serangan mereka tidak mengenainya atau tidak begitu efektif. Serah kesal karena ia tidak dapat menggunakan serangan listrik di tempat ini.
Kana akhirnya mengeluarkan sebutir batu dari ranselnya, batu yang mirip dengan Key Stone.
“[Cepat berikan itu pada Mawile dan lihat ke arah Mawile menggunakan Key Stone!]” kode Serah.
Tanpa tahu apa yang harus dilakukan, Arthur akhirnya mengikuti saja petunjuk Serah. Ia melemparkan batu yang satunya pada Mawile, dan menerawangnya dengan Key Stone.
Sosok Mawile bersinar, dan seketika berubah menjadi bentuk yang lebih sempurna, Mega Mawile.
“Apa itu?” sahut Albus bingung.
“Aku tidak begitu tahu mengenai ini, tetapi ayo! Iron Head!” seru Arthur.
Serangan Mawile tampak bertambah cepat dan kuat.
Keadaan menjadi agak seimbang dengan kedatangan “Mega Mawile” yang tiba-tiba ini, dan Arthur mulai di atas angin.
“Mawile! Iron Head!” teriak Arthur terus memberi perintah.
Setelah beberapa serangan, Mawile akhirnya berhasil menjatuhkan Kabutops.
Tetapi…
“Crobat…” gumam Arthur.
Crobat tampak terkapar lemah di lantai yang tergenang air, sayapnya terluka parah.
Crobat menyuarakan cry terakhirnya pada Arthur, dan pergi masih dengan senyum anehnya.
“Inilah pertarungan di alam liar. Tidak ada yang akan menghentikan pertarungan ketika pokemon kehabisan tenaga, dan tidak ada juri yang akan menilai—semuanya ditentukan oleh seberapa kuatnya daya kehidupan pokemon. Mungkin sudah saatnya Crobat untuk pergi.” Jelas Serah pada Arthur.
Arthur menyeka air matanya, memaklumi keadaan ini.
Tapi, tak ada waktu bermenung. Para Kabuto ternyata sudah berhasil bergerak, dan beberapa di antara mereka berusaha menyerang Arthur dan kawan-kawan.
“Iron Head.” Perintah Arthur.
Dengan sekali sapuan, kedua mulut ekstra dari Mega Mawile memukul dan bahkan menghancurkan beberapa Kabuto yang menyerang. Melihat keadaan itu, Kabuto yang tersisa mundur dari pada Arthur.
“Ayo kita kembali.” Kata Arthur pelan.
Di lantai atas…
Setelah menjelaskan secara singkat tentang Mega Evolution, Kana mengisyaratkan sesuatu pada Arthur—ternyata Mawile yang Arthur temukan waktu itu adalah miliknya. Ia terpisah dari Kana di Southern Cross Formation, bersama dengan Key Stone ekstra yang dibawa Kana.
“[Maaf yah… Aku tak bermaksud membuat Crobat seperti itu.]” kode Kana.
Arthur menggeleng sambil tersenyum kecil. “[Sudahlah. Yang terjadi, terjadi.]” kodenya.
“[Kalau begitu, aku akan berikan Mega Stone Mawile dan Mawile sendiri kepadamu.]”
Arthur agak ragu, tapi akhirnya menjawab, “[Akan kujaga ia baik-baik.]”
Kana memandu Arthur dan kawan-kawan menuju ruang segel lewat peta tua aneh di tangannya. Mood Arthur sepertinya sudah membaik, dan ia tampak mulai bersemangat lagi saling berisyarat dengan Kana.
“Hei, Arthur, menurutmu ak—“ pembicaraan Albus terpotong ketika Serah menariknya dan berbisik, “Biarkan saja mereka berdua sendiri.”
“Mau menggodaku, yah?” bisik Albus balik. Mereka berduapun terkekeh kecil di belakang.
Akhirnya, Arthur dan kawan-kawannya sampai ke depan ruang segel. Dengan Batu Segel, Kana berhasil membuka gerbang besar menjadi pembatas ruang itu dan “dunia” luar.
“Waah… Besarnya…” Albus tampak kagum. “Inilah yang kutunggu-tunggu!” serunya.
“Ini indah juga…” kata Serah sambil tersenyum kecil, memperhatikan ruangan yang seluas bundaran kota Holon Utama yang terbentang di depan mereka.
Arthur dan Kana juga tampak seperti anak kecil yang baru melihat TCG Ghost Rare favoritnya dipajang di toko kartu.
“Itu!” tunjuk Albus.
Di altar di ujung ruangan, tampak sebutir kristal berwarna ungu terang.
“[Holon’s Phantom.]” kode Kana.
“Ini Holon’s Phantom?” tanya Arthur.
“Benarkah?” Albus tampak terkejut.
Kana kemudian mengangkat Batu Segel. Pada saat itu, kristal ungu tersebut menyala, dan berubah menjadi sesosok Pokemon—Makhluk itu memiliki warna merah-biru dengan tentakel menjulur dari tempat tangannya—Ia memiliki figur mirip manusia.
“Deoxys. Tunggu; ini CUMA Deoxys!?” tanya Albus.
“Tunggu—Delta Species STEEL/DARK?” lanjut Albus. “Ini hebat!”
Semua tampak kagum melihat sosok yang mengambang di depan mereka.
“[Aku akan mengambil foto dan beberapa data]” kode Kana.
“Yup, kami juga…” sahut Ace.
Ketika mereka hendak mendekati sosok itu, mereka baru menyadari betapa bodohnya mereka, dan bahwa mereka kurang hati-hati selama ini karena terlalu senang.
Deoxys membuka matanya, dan seketika itu juga terbang keatas.
Matanya melotot ke arah Arthur dan kawan-kawan.
“Kau tahu… Aku baru tahu pasti ada alasan kenapa mereka menyegel makhluk ini…” sahut Albus pada Arthur dan yang lainnya.
“Gawat.” Kata Serah datar.
Pada saat itu, Deoxys segera mengubah bentuknya menjadi mode Penyerangan.
“Cih… Tak ada waktu mendata…” kata Arthur seraya menyiapkan pokeball dan Key Stone.
“Jika ia sampai keluar dari sini dan menghancurkan ukiran di dinding, kita tak akan bisa pulang.” Sahut Albus.
“[Kita harus melemahkannya, kemudian menyegelnya dengan Batu Segel sekali lagi. Yang perlu kita lakukan hanyalah memberikan komando pada batu ini untuk menguncinya.]” kode Kana.
“[Dari mana kamu mendapatkan info sebanyak ini sebenarnya?]” tanya Arthur.
“[Aku seorang Holonian yang tersisa. Kakekku banyak meninggalkan banyak info untukku.]”
Arthur tampak terkejut, tetapi tidak ada waktu.
Deoxys menyapu ke bawah dengan tentakelnya, melukai pokemon-pokemon Arthur saat mereka belum siap, termasuk Mawile yang belum melakukan Mega Evolution.
“Mawile! Mega Evolve!” sahut Arthur.
Mawile melakukan Mega Evolve, sementara Teddiursa, Zangoose, dan Manectric mencoba menyerang Deoxys.
Tak ada serangan mereka yang mengenai Deoxys, kecepatannya mengerikan.
“Mega Mawile, Bite!” seru Arthur.
“Super-Eff—Hah!?” teriakan senang Arthur terpotong ketika tubuh Deoxys menjadi sekeras baja ketika memasuki tahap Pertahanan.
“Delta STEEL.” Sahut Albus. “Teddiursa! Fire Blast!”
Serangan Teddiursa mengenai Deoxys, dan Deoxys terjatuh ke bawah. Namun, ketika debu kejatuhan Deoxys menghilang, ia muncul dalam Mode Kecepatan, menyambar Manectric.
“Manectric. Spark!” tubuh Deoxys yang menyeret Manectric tersengat listrik, dan Deoxys terbang ke atas. Mode Menyerang.
“Mega Mawile! Bite!” Mega Mawile melompati Arthur dan berhasil menggigit Deoxys.
Deoxys mencengkeram Mega Mawile dengan tentakelnya dan melemparkannya ke bawah.
“Cheh… Teruskan! Bite!” teriak Arthur penuh emosi.
Mega Mawile terus bangkit dan menyerang Deoxys.
Serangan Mega Mawile meleset, Deoxys melesat ke depan Arthur yang kehilangan pertahanan.
Deoxys tampak membentuk bola merah yang hendak ia tembakkan ke arah Arthur.
“Hah?” Arthur yang terkejut, lebih dikejutkan lagi dengan sosok yang berlari ke depannya.
Serangan Deoxys tepat mengenai Kana, yang langsung jatuh terkapar.
“. . .” Arthur terdiam.
Albus dan Serah juga ikut terdiam.
Tetapi tidak dengan Deoxys.
“Kau.”
Deoxys melesat ke arah Arthur.
“Makhluk.”
Deoxys mengayunkan tentakelnya.
“Sialan.”
Mega Mawile menggigit tentakel Deoxys.
“Ayo, Mega Mawile. Kita selesaikan makhluk bedebah ini.”
Mega Mawile tidak memberikan kesempatan bagi Deoxys untuk melepaskan gigitannya, dan menghabisinya dengan tenang di depan mata Arthur. Albus dan Serah hanya dapat melihat dengan ngeri bagaimana Mega Mawile mengeksekusi Deoxys.
“Bagus, Mega Mawile. Devolve.” Mega Mawilepun kembali menjadi Mawile.
Arthur mengambil Batu Segel dan mengarahkannya ke depan sosok Deoxys, mengubahnya menjadi kristal ungu terang seperti sedia kala. Arthur mengembalikannya ke altar, dan berjalan menuju Albus, Serah, dan Kana yang telah diamankan oleh Albus, terbaring di lantai.
“[Maafkan aku, Kana. Aku tidak—]“ Arthur belum sempat menyelesaikan isyaratnya, tetapi Kana menggenggam telapak tangannya dan mengisyaratkan Arthur untuk mengambil sebuah buku dari ranselnya.
“[Buku apa ini?]” tanya Arthur.
“[Pengetahuan dari penduduk Holon asli. Kebanyakan dari sisa-sisa kami berbaur di sebuah region jauh yang akan kamu temukan di buku itu. Buku itu juga menyimpan info mengenai kependudukan kami dahulu disini.]” jelas Kana.
“[Dan yah… Soal ini…]” kode Kana, sambil memperhatikan perutnya yang berdarah.
“Albus, kamu bi—“ Arthur belum bisa menyesesaikan perkataannya ketika Albus menggeleng.
Kana kemudian menepuk pundak Arthur sambil tersenyum kecil.
“[Sudahlah. Yang terjadi, terjadi.]”
Itulah yang menjadi perkataan terakhir Kana.
………
……
…
……
……..
“Sudah tiga bulan semenjak kejadian itu.
Setelah kepulangan kami dari Holon Ruins dan libur akademi telah usai, kami menceritakan pengalaman kami di sekolah dengan banyak perubahan…
Tetapi beberapa pihak tertentu yang dikenal Albus mendapat cerita penuh, dan Holon Ruins serta Key Stone menjadi objek menelitian sementara ini.
Semenjak kejadian itu, aku merasa diriku menjadi lebih penyendiri dari biasanya. Bahkan pada ulang tahunku yang ke-17 baru-baru inipun, aku merasa kosong…
Aku ingin tahu…
Apa yang membuat kami begitu bodoh waktu itu?
Apa yang membuat kami tidak sadar bahwa berurusan dengan makhluk seperti itu…
Bukan hal main-main?
Mengapa aku membiarkan dia mati seperti itu?
Bodoh… Bodoh…
BODOH!!!”
Di luar, tampak Albus dan Serah memanggilku untuk berbelanja bersama-sama di Department Store yang belum lama dibuka. Keadaan mereka tampak biasa saja—Mungkin mereka sudah bisa menerima kejadian waktu itu. Tapi aku, tidak.
“Ya, aku datang…” gumamku seraya berjalan ke arah pintu depan rumahku.
Suatu saat nanti, aku akan…
Aku akan…
9 23 9 12 12 2 18 9 14 7 25 15 21 2 1 3 11