Cerpen
Hero's True Color
Angin sepoi-sepoi bertiup di padang rumput yang luas selama perjalananku. Suara kicauan pokemon burung di pagi hari terdengar menyambutku ketika aku melangkah masuk ke kota Aeter yang dipenuhi bunga dan pepohonan. Sudah berapa lama semenjak aku terakhir kemari? Hmm… Mungkin tujuh bulan? Aah, aku sangat rindu tempat ini…
Di kafe kota Aeter…
Aku tengah menyeruput the pagiku ketika aku mendengar percakapan antara dua orang pria di belakang mejaku secara tidak sengaja.
“Hei, hei… Kau dengar tidak? Katanya Pahlawan Ketiga telah kembali, loh…”
“Hee? Beneran, nih? Bukan hoax?”
“Katanya sih, dia ada di kota Neo Firda sekarang… Aku belum lihat sendiri, tapi…”
*bla bla bla*
Hee? Pahlawan Ketiga? Bukannya dia itu pahlawan legenda yang mengevakuasi manusia ketika mereka dihukum beberapa ratus tahun yang lalu? Apa mungkin ia kembali lagi setelah rentang waktu yang demikian panjang? Tetapi rasa ingin tahuku akhirnya membawaku pada tujuanku yang selanjutnya!
Hero’s True Color
“Dahulu kala, Manusia, dengan kemajuan peradaban mereka, telah berhasil membawa planet mereka pada ambang kehancuran. Teknologi yang mereka kembangkan selama ini mengkhianati mereka. Kemudian, para dewa turun dari langit bersama alat-alat pengadilan mereka dan menghukum para manusia atas tindakan mereka. Meskipun akhirnya menyesali tindakan mereka, mereka tidak dapat lepas dari hukuman para dewa. Pada saat manusia berada di ambang kepunahan, Tiga Pahlawan datang menolong mereka. Setelah ketiga pahlawan itu berhasil membuat para dewa mundur, salah satu dari ketiga pahlawan itu yakni Sang Gadis Pengendali Dimensi menempatkan manusia di Distortion World. Selama waktu yang tak terkira, manusia yang terus beradaptasi di tempat tinggal mereka masih terus menunggu hingga planet mereka pulih seperti sedia kala supaya mereka bisa menghuninya kembali…”
“Waktu yang ditunggu-tunggu manusia telah tiba, dan merekapun menyeberang kembali ke dunia yang telah sembuh. Namun, para dewa datang kembali dan mencoba menghukum manusia lagi; para dewa telah kehilangan kepercayaan pada manusia. Pada saat manusia berada dalam bahaya, tiga anak manusia melangkah maju, beserta kedua dewa yang memihak mereka, dan berhasil membuat para dewa mengerti akan niat baik manusia untuk berubah. Buku baru dari sejarah manusia pun dimulailah, dan pasak dari era yang baru ditancapkan di tanah ruang dan waktu…”
***
Bundaran Kota Aeter, jam 10 pagi…
-
“(… Aku tidak dapat percaya begitu saja pada kabar angin, tetapi jika itu memang benar…)” pikirku sambil duduk-duduk di air mancur bundaran kota. “Kota Neo Firda, yah…”
Akupun memutuskan untuk berangkat ke kota Firda, dan segera berdiri dari tempat duduk ketika telepon genggam milikku bordering.
“Ya? Kaito disini… Ada apa, Prof. Geru? Ya? Huh. Uh, huh… Yup, aku akan segera kesana.”
Ternyata itu adalah Prof. Geru. Beluau adalah seorang peneliti mineral dan ahli sejarah tua yang tinggal di kota Firda, Distortion World. Ia berkata bahwa ia ingin membicarakan sesuatu denganku di laboratorium pribadinya. Tanpa basa-basi lagi…
Lab Prof. Geru, kota Firda, Hive #1
“Ada apa, profesor?” Tanyaku pada professor yang sudah duduk santai di lab.
“Begini, Kaito. Kamu sudah mendengar soal kabar bombastis baru-baru ini, kan?” Tanya profesor. Pasti yang ia maksudkan adalah tentang Pahlawan Ketiga…
“Soal kembalinya Pahlawan Ketiga?” tanyaku memastikan. Prof. Geru mengangguk. “Aku baru mendengarnya tadi pagi, karena aku baru saja pulang dari liburanku di Araela. Apa itu memang benar?” tanyaku.
“Itulah yang ingin aku bicarakan denganmu, nak Kaito. Aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri orang yang dimaksud itu. Gadis itu memang mirip sekali dengan Pahlawan Ketiga dalam sejarah, tetapi ada satu hal yang membuatku yakin bahwa ia hanya peniru.” Jelas profesor Geru.
“Huh? Apa itu, profesor? Jadi anda yakin kalau yang menampakkan diri sekarang itu palsu?” tanyaku.
“Aku cukup yakin. Menurut catatan sejarah, Tiga Pahlawan – Sang Pria Pengendali Waktu, Sang Anak Pengendali Ruang, dan Sang Gadis Pengendali Dimensi, semuanya menghilang tanpa jejak setelah membantu manusia menghindari kepunahan ratusan tahun yang lalu. Kemungkinan mereka masih hidup sampai hari ini sangat kecil.” Jelas profesor.
“Tapi salah satu dari mereka adalah pengendali waktu, mungkin saja mereka melakukan lompatan waktu atau sesuatu…” ujarku.
“Hal itu juga tidak mungkin. Hanya sebagian orang yang mengetahui, bahwa Tiga Pahlawan hanya meminjam kekuatan legenda pada waktu itu; Pengendali Waktu mengatur satuan waktu di Distortion World, Pengendali Ruang merapikan ruang di Distortion World, sementara Pengendali Dimensi membuka gerbang Distortion World dan menutupnya dari luar; setelah mereka menyelamatkan manusia, mereka melepaskan pokemon legenda yang membantu mereka menghadapi para penghukum. Bahkan waktu itu juga mereka bertiga tinggal diluar gerbang dimensi ketika seluruh umat manusia dipindahkan ke Distortion World, hanya mereka bertiga saja di dunia luar.” Ujar profesor.
“A.. Aku baru mengetahui hal itu…” jawabku. Profesor menganggukkan kepalanya.
“Memang hanya sebagian orang saja yang mengetahui fakta itu, dan tidak semua catatan sejarah yang tersisa berisi hal tersebut di dalamnya. Tanpa pokemon legenda mereka dan kemampuan untuk mengendalikan aspek-aspek tadi, mereka hanyalah manusia biasa.” Kata profesor lagi.
Aku terdiam. Haruskah aku mengungkap kebenaran disini? Bagaimana jika gadis itu benar-benar Pahlawan Ketiga? Tunggu…
“Profesor, waktu itu Tiga Pahlawan mengendalikan tiga pokemon legenda kosmik – Dialga, Palkia, dan Giratina, bukan?” tanyaku.
“Ya, benar sekali. Memangnya kenapa, nak?” Tanya profesor.
“Apakah mereka memiliki penghubung dengan mereka? Anda tahu, maksudku, kan?” Tanyaku.
“Ah, maksudmu ketiga orb legenda? Tentu saja. Mereka masing-masing memiliki pecahan-pecahan orb tersebut. Namun, pecahan tersebut tidak dapat memanggil legenda; hanya dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan mereka. Pecahan orb yang sesuai akan beresonansi satu dengan lainnya.” Kata profesor seraya bangit dari kursinya.
Profesor mengambil dua buah pecahan batu yang ia dari dua showcase berjauhan yang berisi macam-macam pecahan mineral.
“Ini adalah dua pecahan Griseus Orb, orb yang digunakan untuk berkomunikasi – dan dalam bentuk sempurna, mengendalikan, pokemon legenda Giratina. Jika kudekatkan seperti ini…” ujar profesor.
Kedua pecahan tersebut menyala terang.
“Itu… Resonansi dari kedua mineral?” Tanyaku.
“Tepat sekali. Mineral ini juga menyusun tubuh Palkia, sehingga Palkia akan beresonansi dengannya. Tiga Pahlawan menggunakan mineral seperti ini untuk saling berkomunikasi dengan pokemon mereka masing-masing. Menurut catatan sejarah, mereka menginfusikan darah mereka dengan mineral ini, sehingga mereka dapat berkomunikasi dengan pokemon legenda mereka dengan bebas.” Jelas profesor.
“Kalau begitu, aku akan melakukannya…” jawabku. Aku akan mencari tahu kalau Pahlawan Ketiga yang ini asli, atau palsu.
“Ah, aku mengerti, nak Kaito!” seru profesor.
“Aku akan mencoba meresonansikan pecahan batu ini pada gadis itu.” Jawabku.
***
Bundaran kota Firda, Hive#1
Tampak patung Pahlawan Ketiga berdiri dengan megahnya di tengah-tengah bundaran kota. Sosok gadis berambut panjang dengan Giratina di belakannya.
“Jika ia memang masih hidup… … Ah, sudahlah.” Gumamku.
Keesokan siangnya, kota Neo Firda
Aku berencana untuk menguji apakah Pahlawan Ketiga yang hadir sekarang memang benar pahlawan yang asli atau tidak. Aku tidak begitu mengetahui kenapa aku sangat ingin mengujinya. Sesuatu dalam hatiku selalu berkata untuk membuktikan keaslian identitas dari gadis pahlawan itu. Profesor juga ikut bersamaku, atau tepatnya memaksaku untuk pergi bersamanya.
Tidak butuh waktu lama untuk mencari gadis itu, sebab keramaian yang ia timbulkan sangat mencolok ditengah kota. Aku dan profesor menghampirinya.
Gadis itu tengah sibuk berbicara dengan khalayak ramai, ketika kami menghampirinya. “Selamat siang. Apa benar anda adalah Pahlawan Ketiga dari Tiga Pahlawan dalam legenda?” tanyaku.
“Ya. Akulah ia. Aku bahkan masih memiliki Giratina bersamaku hingga hari ini.” Jawabnya. Keramaian langsung dipenuhi rasa kaget dan takjub atas hal itu.
“Tidak mungkin. Pahlawan dalam legenda telah melepas pokmon legenda mereka setelah membantu manusia dahulu. TIdak mungkin anda masih memiliki Giratina hingga hari ini!” kata profesor.
Khalayak ramai menjadi lebih terkejut lagi, hingga beberapa orang peneliti yang hadir juga setuju dengan profesor.
Gadis itu masih tampak tenang. “Jadi maksud kalian aku adalah palsu? Apakah kalian memiliki bukti yang nyata?” Tanya gadis itu.
Akupun mendekatkan pecahan Griseus Orb ke tangan gadis itu. Pandangan orang-orang tertuju kepadaku, beberapa bingung, sementara yang lainnya tersenyum penuh makna.
Setelah sekian lama, batu itu tidak menyala. Tidak ada resonansi.
Orang-orang yang mengetahui apa maksud tes batuku langsung berseru, “Ia palsu!” akupun menjelaskan maksud dari tesku, sementara gadis itu tertunduk di tengah kerumunan.
Terjadi keributan di kerumunan tersebut, namun gadis itu mampu menyelipkan dirinya dan melarikan diri dengan scooter listrik miliknya seraya tersenyum menang kearahku.
“Ugh… Empoleon! Aqua Jet” teriakku mengeluarkan Empoleon dan mengejar gadis itu.
Kami melakukan kejar-kejaran sampai ke batas kota, hingga sampai ke padang rumput luar kota. Tanpa sadar aku terus mengikutinya hingga ia berhenti di depan sebuah daerah rerumputan yang cukup datar dengan rumah kayu kecil berdiri ditengahnya.
“Hmmm Aku berhasil membawamu kemari…” ujar gadis itu. “Pertama-tama, perkenalkan. Namaku Anna. Aku adalah ilmuwan dan peneliti sejarah. Sudah lama sekali aku tertarik dengan sejarah dunia baru yang telah 4 tahun berdiri ini, beserta pahlawan-pahlawan yang membuatnya mungkin.” Jelas Anna memperkenalkan dirinya… Di saat seperti ini?
“Benarkah? Berapa lama kau meneliti? Umur kita kelihatan tidak jauh…” tanyaku sedikit bercanda pada buruanku.
“Aku? Percaya atau tidak, umurku sudah 27 – tunggu, itu tidak penting. Yang penting sekarang adalah rencanaku untuk menggapai impianku telah gagal karenamu.” Ujarnya. Serius? Ia kelihatan berumur 18 tahun!
Anna kemudian menekan tombol dari remote di scooter miliknya. “Perkenalkan… Giratina pribadi milikku.” Ujar Anna.
Dalam sekejap, muncul sosok raksasa di belakang Anna, sosok Giratina, atau tepatnya mesin raksasa berbentuk Giratina-O yang kemudian membuka bagian atas dari kepalanya. Scooter milik Anna melayang dan memasangkan dirinya ke bagian kepala tadi, yang kemudian melindungi Anna dengan tutup kaca.
“Perkenalkan; Zahhak. Mesin terbaik buatanku yang melebihi legenda…” sahut Anna.
Ugh… Ini tidak baik. Tiba-tiba, dari arah belakangku Prof. Geru datang dengan Staraptor.
“Astaga… Makhluk apa itu?” seru prof. Geru terkejut.
“Akan kupastikan kalian menerima balasan kalian karena merusak impianku…” suara Anna yang sebenarnya cukup halus terdengar lewat mikrofon yang ia pasang di dalam Zahhak.
“Tidak jika kami mengalahkanmu duluan!” seruku. Akan kurusak persendian mesin itu dahulu… “Empoleon! Ice Beam!” seruku seraya melompat dari Empoleon.
Hah!? Zahhak tampak mengeluarkan perisai energi berbentuk bola yang membungkus tubuhnya. Ice beam tembakan Empoleon tampak diserap menjadi cahaya keputih-putihan yang mengalir seperti listrik ke tubuh Zahhak.
“Zahhak memiliki system pertahanan terhebat yang kurancang; Ultimate Barrier, atau disingkat UBer. Ia akan menyerap serangan elemen api, es, dan listrik dan mengubahnya menjadi energi untuk Zahhak.” Jelas Anna.
“Mustahil! Perisai seperti itu… Baiklah kalau begitu, Empoleon, – “Zahhak, Shadow Ball!” seru Anna memotongku; ia membentuk bola keunguan dan menembakkannya kearah Empoleon. “ – Menghindar!” seruku. Empoleon berhasil menghindari Shadow Ball.
“Empoleon, Aqua Jet!” seruku pada Empoleon. Empoleon meluncur dengan tekanan tinggi kearah perisai Zahhak. “Kena!” seruku, namun hasilnya berbeda dari harapanku. Serangan itu tidak berpengaruh pada perisai Zahhak, dan Empoleon segera mundur kearahku.
“Perisai Zahhak menyerap serangan api, es, dan listrik… Serta menetralkan elemen lainnya. Apa yang akan kamu lakukan sekarang?” Tanya Anna. Entah kenapa nada tenang yang terus keluar dari mulut Anna memberikan efek aneh padaku. Dalam keadaan seperti ini, ia terus berbicara seakan-akan ini semua hanyalah sebuah permainan.
“Ugh… Kita harus mundur sekarang.” Kataku pada prof. Geru seraya berbalik. “Empoleon!” Empoleon segera melompat kebelakang sementara aku dan profesor menaiki Staraptor.
“Tidak akan kubiarkan…” kata Anna seraya membuka sebuah lubang pada perut Zahhak yang melontarkan bom yang dapat menembus perisainya. “Gawat… Empoleon, Protect!” seruku. Empoleon segera embuat dinding yang melindungiku dan yang lainnya, sementara ledakan bom milik Zahhak membuat keributan diluar
“Aku pernah dengan tentang bom seperti itu. Mereka akan meledak setelah berkontak dengan permukaan yang cukup keras.” Jelas prof. Geru.
Setelah hujan bom Zahhak reda, Empoleon membuka perisai proteksi miliknya, tampak daerah pertarungan kami hancur berantakan.
“Staraptor, Whirlwind!” seru prof. Geru. Staraptor kemudian mengepakkan sayapnya dan menyebabkan angin ribut. Debu yang disebabkan mengganggu pemandangan Anna, memberikan kesempatan bagiku dan profesor untuk melarikan diri.
-
Setelah beberapa saat terbang dengan Staraptor, kami sampai pada sebuah tebing rerumputan curam, dengan pepohonan lebat bertebaran di bawahnya. Tiba-tiba saja sesosok bayangan besar lewat diatas kami dan memojokkan kami.
Bayangan yang melayang di atas pepohonan itu tidak lain adalah Zahhak.
“Sayang sekali, kalian tidak dapat lari dariku…” kata Anna.
“Kita harus melawan! Staraptor! Brave Bird!” seru prof. Geru. Entah karena ia sudah kehabisan cara atau sudah panic, ia melancarkan serangan dengan Staraptor.
Tanpa kami duga, tubuh Staraptor menabrak perisai Zahhak, dan meretakkannya!
“Mustahil…” gumam Anna.
“Ba-Bagaimana bisa?” sahutku.
“Berhasil! Sudah kuduga!” seru profesor. “UBer milik Zahhak… Dapat menyerap tenaga elemen serangan musuh; tetapi tidak dapat menyerap dampak fisik dari serangan tersebut. Ice Beam, Bubblebeam, Flamethrower, dan sejenisnya menggunakan bentuk energi murni dalam serangannya; tetapi tidak dengan serangan seperti Peck, Brave Bird, dan Iron Tail yang juga menggunakan tenaga fisik untuk membuat kerusakan.” Jelas prof. Geru.
“…” Anna tampak kehabisan kata-kata, tetapi tidak begitu terkejut.
“Kalau begitu kita dapat menyerangnya dengan cara ini – Enmpoleon, Steel Wing!” seruku memerintahkan Empoleon untuk menyayat perisan Zahhak, menambah kerusakannya.
Profesor ikut membantuku dengan Brave Bird.
“Tch… Meskipun kalian bisa member kerusakan pada perisai Zahhak… Apa kalian tetap bisa menang melawanku?” tantang Anna seraya menembakkan Shadow Ball, melukai Empoleon dan mengalahkan Staraptor. “Sekarang akan kuaktifkan Barrier Regeneration System – BaRegen System. Dengan sistem ini tenaga UBer yang berkurang akan bertambah sedikit demi sedikit tiap saat.” Lanjut Anna seraya menekan tombol pada kendali Zahhak.
Prof. Geru segera menggunakan Full Restore pada Empoleon untuk memulihkan keadaannya. “Berhati-hatilah nak, ini satu-satunya Full Restore yang aku bawa.” Ujar profesor. Akupun mengangguk paham.
“Sudah selesai? Sekarang, terimalah ini…” ujar Anna seraya menembakkan beberapa bom lagi dari Zahhak.
“Empoleon! Protect!” seruku reflex, Empoleon kembali melindungiku dan profesor. “Gawat… Kalau kita tidak segera bertidak, perisai Zahhak akan segera kembali normal.” Gumamku kuatir.
Setelah gelombang ledakan telah selesai, profesor berkomentar atas serangan bom tadi, “Kekuatan serangan ini benar-benar mengerikan; daya ledak seperti itu bisa saja mengalahkan seekor legenda hanya dengan beberapa ledakan saja.” Ujarnya.
“Legenda?” sesuatu tampak samar-samar di kepalaku, sesuatu yang dapat kita – ah! Bel berbunyi di kepalaku. “Aku tahu cara menghancurkan perisai pelindung itu…” bisikku pada profesor.
“Baiklah Empoleon! Kita lakukan! Ice Beam!” seruku. Empoleon kemudian menembakkan es, membuat panjang kearah Zahhak.
“Percuma saja, Zahhak – “ perkataan Anna terhenti ketika ia melihat Empoleon menaiki jalur Ice Beam.
“Rain Dance, Empoleon!” seruku. Empoleon kemudian mulai menari, dan hujan turu di sekitar daerah pertarungan kami.
“Empoleon, Aqua Jet sambil menembakkan Ice Beam! Kelilingi Zahhak!” perintahku.
“Ugh… Zahhak. Tembakkan bom kearah Empoleon.” Perintah Anna. Kecepatan Empoleon yang sedang melakukan move Aqua Jet membuat semua tembakkan bom Anna meleset, dan tinggal menempel di es.
Setelah selesai melingkari Zahhak, Empoleon melompat kembali kearahku. “Berhasil…” ujarku. Wajah Anna tampak bingung, namun langsung berubah kaget setelah menyadari rencanaku. “Kau…” gumam Anna.
Efek Rain Dance menghilang, menampakkan wujud Zahhak yang dilingkari es dengan jelas.
“Satu bom. Akan memberi kerusakan pada perisai Zahhak.” Sahutku pada Anna. Anna tampak geram.
“Belasan bom. Apa yang akan terjadi jika mereka semua meledak di sekeliling Zahhak, dalam jarak sedekat ini?” tanyaku mengumpan Anna.
“Memancingmu untuk menyerang Empoleon yang sedang meluncur diatas es dengan Aqua Jet, kemudian menggunakan bom milikmu padamu sendiri…” ujarku.
“Tapi bagaimana bisa bom itu tidak meledak?” Tanya profesor.
“Mudah saja… Es tempat Empoleon meluncur tidak cukup keras untuk bom tersebut, sehingga mereka tinggal menancap diatasnya tanpa meledak. Empoleon dapat melesat diatas es hanya sebagai gertakan – Empoleon tidak benar-benar meluncur; ia melayang diatas es. Rain Dance meningkatkan kemampuan Aqua Jet untuk mendorong Empoleon, sehingga ia dapat tampak seolang-olah meluncur diatas es yang lembek.” Jelasku.
“Sekarang… Empoleon, Ice Beam! Tembak salah satu bom itu!” seruku. Empoleon segera menembakkan Ice Beam pada salah satu bom. Es yang keras terantuk pada bom, menyebabkan rantai ledakan yang keras.
Ketika rantai ledakan dimulai, Empoleon menggunakan Protect untuk melindungiku dan profesor. Setelah asap yang mengepul hilang, aku sadar bahwa ledakan tadi menghabiskan energi Empoleon untuk menggunakan Protect lagi.
Setelah asap telah benar-benar menghilang, tampaklah sosok Zahhak. Ia telah mengalami beberapa kerusakan kecil, namun yang penting adalah perisai miliknya telah menghilang.
“Ugh… Kamu memang hebat. Berhasil merusak UBer seperti itu…” gumam Anna, tampak kemarahan yang tenang di wajahnya. “Zahhak, keluarkan senjata pamungkasmu.” Ujarnya.
Zahhak mengeluarkan tiga unit alat penembak yang besar dari perutnya. “Zahhak, serang. Fice Shot, Ice Shot, Lightning Shot.” Perintah Anna.
Zahhak mencoba menembak Empoleon dengan serangan-serangan tersebut. Empoleon berhasil menghindari Fire Shot dan Lightning Shot, tetapi Ice Shot mengenainya. Untung saja Ice Shot tidak begitu efektif…
“Tsk… Zahhak, Shadow Claws.” Perintah Anna. Zahhak mengeluarkan tentakel-tentakelnya, dan mencoba mencakar Empoleon.
“Empoleon, menghindar…” perintahku. Empoleon berhasil menghindari semua tentakel Zahhak, dan meloncat kearah Zahhak.
“Empoleon, Steel Wing!” Empoleon memotong dua dari tentakel Zahhak dengan sayapnya, beserta leher Fire Cannon.
Anna tampak kehilangan ketengangan yang selama ini mengelilinginya, ketika ia berterika menyerang empoleon, “Zahhak! Lightning Shot!” teriak Anna.
Sekali lagi Empoleon berhasil menghindari tembakan Zahhak, dan kali ini berhasil memotong Ice Cannon dan Lightning Cannon.
“Empoleon! Akhiri!” perintahku. Empoleon melompat kearah Zahhak, memotong tentakel yang mencoba menyerangnya, hingga akhirnya mendaratkan sayapnya di bagian dada Zahhak, yang kemudian meledak.
-
“Sudah selesai, yah…” gumamku. Prof. Geru mengangguk setuju, selagi kami melihat Zahhak yang telah hancur.
Angin bertiup di tempat pertarungan kami yang hancur lebur. Beberapa saat kemudian, polisi yang ternyata telah dipanggil oleh prof. Geru datang dan menangkap Anna. Sebelum ia diangkut, Anna masih sempat memohon kesempatan untuk berbicara kepadaku dan profesor…
“Kalian hebat…” ujarnya mengakui kekalahannya.
“Apa… Tujuanmu sebenarnya?” tanyaku.
“Tujuanku? Apakah kamu sudah pernah mendengar cerita tentang seseorang yang ingin menjadi pahlawan, namun karena keegoisannya… Ia akhirnya menjadi seorang penjahat?” jawab Anna.
“Aku pernah mendengarnya… Saat ini.” Jawabku. Anna hanya tersenyum pahit. “Sepertinya kamu mengerti…” kata Anna, yang akhirnya merelakan dirinya ditangkap.
Kabar mengenai Anna tersebar di berbagai suratkabar, media siaran, dan internet. Tentu saja banyak orang yang terkejut atas kabar ini…
“Nee, apa menurutmu buku ini bagus? “Dreams of Ark”, terinspirasi dari mimpiku dulu, cerita ini – ” tampak seorang remaja pria yang tengah berkumpul dengan ketiga temannya, pembicaraannya terpotong.
“Hei, hei, Harute! Maki! Yuuto! Coba lihat ini… Ternyata Pahlawan Ketiga yang itu palsu?” seru seorang gadis bersurai merah yang sedari tadi tengah sibuk menonton berita to tv kepada teman-temannya.
“Aah, sayang yah…” kata seorang pria berambut merah jambu.
Suatu tebing berumput, luar koat Aeter…
Langit siang musim panas yang biru terlihat menawan…
Angin sepoi-sepoi dan pepohonan yang terbentang dibawah…
Kalung yang berbuah pecahan Griseus Orb dari waktu itu tergantung di leherku…
“Masih banyak yang perlu dilakukan, yah…” gumamku sambil melihat pemandangan di depanku.
“Apa yang sedang kau lakukan?” terdengar suara gadis di belakangku.
“Menyenangkan bukan, ketika… Kau menjadi seorang pahlawan?” Tanya suara itu lagi.
“Hanya sedang melihat-lihat pemandangan…” jawabku pada suara itu. Aku baru saja akan berpaling melihat siapa yang tengah berbicara denganku, ketika kurasakan sesuatu menyala di dadaku. Ini… Griseus Shard?
Mataku melotot ketika menerima sugesti dari kepalaku.
Namun…
Ketika kucoba berpaling untuk melihat , sosok itu menghilang…
Bersama dengan nyala kalungku…
“Ternyata… Memang belum pergi, yah…” gumamku, sambil tersenyum kecil.
[the end]
Di kafe kota Aeter…
Aku tengah menyeruput the pagiku ketika aku mendengar percakapan antara dua orang pria di belakang mejaku secara tidak sengaja.
“Hei, hei… Kau dengar tidak? Katanya Pahlawan Ketiga telah kembali, loh…”
“Hee? Beneran, nih? Bukan hoax?”
“Katanya sih, dia ada di kota Neo Firda sekarang… Aku belum lihat sendiri, tapi…”
*bla bla bla*
Hee? Pahlawan Ketiga? Bukannya dia itu pahlawan legenda yang mengevakuasi manusia ketika mereka dihukum beberapa ratus tahun yang lalu? Apa mungkin ia kembali lagi setelah rentang waktu yang demikian panjang? Tetapi rasa ingin tahuku akhirnya membawaku pada tujuanku yang selanjutnya!
Hero’s True Color
“Dahulu kala, Manusia, dengan kemajuan peradaban mereka, telah berhasil membawa planet mereka pada ambang kehancuran. Teknologi yang mereka kembangkan selama ini mengkhianati mereka. Kemudian, para dewa turun dari langit bersama alat-alat pengadilan mereka dan menghukum para manusia atas tindakan mereka. Meskipun akhirnya menyesali tindakan mereka, mereka tidak dapat lepas dari hukuman para dewa. Pada saat manusia berada di ambang kepunahan, Tiga Pahlawan datang menolong mereka. Setelah ketiga pahlawan itu berhasil membuat para dewa mundur, salah satu dari ketiga pahlawan itu yakni Sang Gadis Pengendali Dimensi menempatkan manusia di Distortion World. Selama waktu yang tak terkira, manusia yang terus beradaptasi di tempat tinggal mereka masih terus menunggu hingga planet mereka pulih seperti sedia kala supaya mereka bisa menghuninya kembali…”
“Waktu yang ditunggu-tunggu manusia telah tiba, dan merekapun menyeberang kembali ke dunia yang telah sembuh. Namun, para dewa datang kembali dan mencoba menghukum manusia lagi; para dewa telah kehilangan kepercayaan pada manusia. Pada saat manusia berada dalam bahaya, tiga anak manusia melangkah maju, beserta kedua dewa yang memihak mereka, dan berhasil membuat para dewa mengerti akan niat baik manusia untuk berubah. Buku baru dari sejarah manusia pun dimulailah, dan pasak dari era yang baru ditancapkan di tanah ruang dan waktu…”
***
Bundaran Kota Aeter, jam 10 pagi…
-
“(… Aku tidak dapat percaya begitu saja pada kabar angin, tetapi jika itu memang benar…)” pikirku sambil duduk-duduk di air mancur bundaran kota. “Kota Neo Firda, yah…”
Akupun memutuskan untuk berangkat ke kota Firda, dan segera berdiri dari tempat duduk ketika telepon genggam milikku bordering.
“Ya? Kaito disini… Ada apa, Prof. Geru? Ya? Huh. Uh, huh… Yup, aku akan segera kesana.”
Ternyata itu adalah Prof. Geru. Beluau adalah seorang peneliti mineral dan ahli sejarah tua yang tinggal di kota Firda, Distortion World. Ia berkata bahwa ia ingin membicarakan sesuatu denganku di laboratorium pribadinya. Tanpa basa-basi lagi…
Lab Prof. Geru, kota Firda, Hive #1
“Ada apa, profesor?” Tanyaku pada professor yang sudah duduk santai di lab.
“Begini, Kaito. Kamu sudah mendengar soal kabar bombastis baru-baru ini, kan?” Tanya profesor. Pasti yang ia maksudkan adalah tentang Pahlawan Ketiga…
“Soal kembalinya Pahlawan Ketiga?” tanyaku memastikan. Prof. Geru mengangguk. “Aku baru mendengarnya tadi pagi, karena aku baru saja pulang dari liburanku di Araela. Apa itu memang benar?” tanyaku.
“Itulah yang ingin aku bicarakan denganmu, nak Kaito. Aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri orang yang dimaksud itu. Gadis itu memang mirip sekali dengan Pahlawan Ketiga dalam sejarah, tetapi ada satu hal yang membuatku yakin bahwa ia hanya peniru.” Jelas profesor Geru.
“Huh? Apa itu, profesor? Jadi anda yakin kalau yang menampakkan diri sekarang itu palsu?” tanyaku.
“Aku cukup yakin. Menurut catatan sejarah, Tiga Pahlawan – Sang Pria Pengendali Waktu, Sang Anak Pengendali Ruang, dan Sang Gadis Pengendali Dimensi, semuanya menghilang tanpa jejak setelah membantu manusia menghindari kepunahan ratusan tahun yang lalu. Kemungkinan mereka masih hidup sampai hari ini sangat kecil.” Jelas profesor.
“Tapi salah satu dari mereka adalah pengendali waktu, mungkin saja mereka melakukan lompatan waktu atau sesuatu…” ujarku.
“Hal itu juga tidak mungkin. Hanya sebagian orang yang mengetahui, bahwa Tiga Pahlawan hanya meminjam kekuatan legenda pada waktu itu; Pengendali Waktu mengatur satuan waktu di Distortion World, Pengendali Ruang merapikan ruang di Distortion World, sementara Pengendali Dimensi membuka gerbang Distortion World dan menutupnya dari luar; setelah mereka menyelamatkan manusia, mereka melepaskan pokemon legenda yang membantu mereka menghadapi para penghukum. Bahkan waktu itu juga mereka bertiga tinggal diluar gerbang dimensi ketika seluruh umat manusia dipindahkan ke Distortion World, hanya mereka bertiga saja di dunia luar.” Ujar profesor.
“A.. Aku baru mengetahui hal itu…” jawabku. Profesor menganggukkan kepalanya.
“Memang hanya sebagian orang saja yang mengetahui fakta itu, dan tidak semua catatan sejarah yang tersisa berisi hal tersebut di dalamnya. Tanpa pokemon legenda mereka dan kemampuan untuk mengendalikan aspek-aspek tadi, mereka hanyalah manusia biasa.” Kata profesor lagi.
Aku terdiam. Haruskah aku mengungkap kebenaran disini? Bagaimana jika gadis itu benar-benar Pahlawan Ketiga? Tunggu…
“Profesor, waktu itu Tiga Pahlawan mengendalikan tiga pokemon legenda kosmik – Dialga, Palkia, dan Giratina, bukan?” tanyaku.
“Ya, benar sekali. Memangnya kenapa, nak?” Tanya profesor.
“Apakah mereka memiliki penghubung dengan mereka? Anda tahu, maksudku, kan?” Tanyaku.
“Ah, maksudmu ketiga orb legenda? Tentu saja. Mereka masing-masing memiliki pecahan-pecahan orb tersebut. Namun, pecahan tersebut tidak dapat memanggil legenda; hanya dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan mereka. Pecahan orb yang sesuai akan beresonansi satu dengan lainnya.” Kata profesor seraya bangit dari kursinya.
Profesor mengambil dua buah pecahan batu yang ia dari dua showcase berjauhan yang berisi macam-macam pecahan mineral.
“Ini adalah dua pecahan Griseus Orb, orb yang digunakan untuk berkomunikasi – dan dalam bentuk sempurna, mengendalikan, pokemon legenda Giratina. Jika kudekatkan seperti ini…” ujar profesor.
Kedua pecahan tersebut menyala terang.
“Itu… Resonansi dari kedua mineral?” Tanyaku.
“Tepat sekali. Mineral ini juga menyusun tubuh Palkia, sehingga Palkia akan beresonansi dengannya. Tiga Pahlawan menggunakan mineral seperti ini untuk saling berkomunikasi dengan pokemon mereka masing-masing. Menurut catatan sejarah, mereka menginfusikan darah mereka dengan mineral ini, sehingga mereka dapat berkomunikasi dengan pokemon legenda mereka dengan bebas.” Jelas profesor.
“Kalau begitu, aku akan melakukannya…” jawabku. Aku akan mencari tahu kalau Pahlawan Ketiga yang ini asli, atau palsu.
“Ah, aku mengerti, nak Kaito!” seru profesor.
“Aku akan mencoba meresonansikan pecahan batu ini pada gadis itu.” Jawabku.
***
Bundaran kota Firda, Hive#1
Tampak patung Pahlawan Ketiga berdiri dengan megahnya di tengah-tengah bundaran kota. Sosok gadis berambut panjang dengan Giratina di belakannya.
“Jika ia memang masih hidup… … Ah, sudahlah.” Gumamku.
Keesokan siangnya, kota Neo Firda
Aku berencana untuk menguji apakah Pahlawan Ketiga yang hadir sekarang memang benar pahlawan yang asli atau tidak. Aku tidak begitu mengetahui kenapa aku sangat ingin mengujinya. Sesuatu dalam hatiku selalu berkata untuk membuktikan keaslian identitas dari gadis pahlawan itu. Profesor juga ikut bersamaku, atau tepatnya memaksaku untuk pergi bersamanya.
Tidak butuh waktu lama untuk mencari gadis itu, sebab keramaian yang ia timbulkan sangat mencolok ditengah kota. Aku dan profesor menghampirinya.
Gadis itu tengah sibuk berbicara dengan khalayak ramai, ketika kami menghampirinya. “Selamat siang. Apa benar anda adalah Pahlawan Ketiga dari Tiga Pahlawan dalam legenda?” tanyaku.
“Ya. Akulah ia. Aku bahkan masih memiliki Giratina bersamaku hingga hari ini.” Jawabnya. Keramaian langsung dipenuhi rasa kaget dan takjub atas hal itu.
“Tidak mungkin. Pahlawan dalam legenda telah melepas pokmon legenda mereka setelah membantu manusia dahulu. TIdak mungkin anda masih memiliki Giratina hingga hari ini!” kata profesor.
Khalayak ramai menjadi lebih terkejut lagi, hingga beberapa orang peneliti yang hadir juga setuju dengan profesor.
Gadis itu masih tampak tenang. “Jadi maksud kalian aku adalah palsu? Apakah kalian memiliki bukti yang nyata?” Tanya gadis itu.
Akupun mendekatkan pecahan Griseus Orb ke tangan gadis itu. Pandangan orang-orang tertuju kepadaku, beberapa bingung, sementara yang lainnya tersenyum penuh makna.
Setelah sekian lama, batu itu tidak menyala. Tidak ada resonansi.
Orang-orang yang mengetahui apa maksud tes batuku langsung berseru, “Ia palsu!” akupun menjelaskan maksud dari tesku, sementara gadis itu tertunduk di tengah kerumunan.
Terjadi keributan di kerumunan tersebut, namun gadis itu mampu menyelipkan dirinya dan melarikan diri dengan scooter listrik miliknya seraya tersenyum menang kearahku.
“Ugh… Empoleon! Aqua Jet” teriakku mengeluarkan Empoleon dan mengejar gadis itu.
Kami melakukan kejar-kejaran sampai ke batas kota, hingga sampai ke padang rumput luar kota. Tanpa sadar aku terus mengikutinya hingga ia berhenti di depan sebuah daerah rerumputan yang cukup datar dengan rumah kayu kecil berdiri ditengahnya.
“Hmmm Aku berhasil membawamu kemari…” ujar gadis itu. “Pertama-tama, perkenalkan. Namaku Anna. Aku adalah ilmuwan dan peneliti sejarah. Sudah lama sekali aku tertarik dengan sejarah dunia baru yang telah 4 tahun berdiri ini, beserta pahlawan-pahlawan yang membuatnya mungkin.” Jelas Anna memperkenalkan dirinya… Di saat seperti ini?
“Benarkah? Berapa lama kau meneliti? Umur kita kelihatan tidak jauh…” tanyaku sedikit bercanda pada buruanku.
“Aku? Percaya atau tidak, umurku sudah 27 – tunggu, itu tidak penting. Yang penting sekarang adalah rencanaku untuk menggapai impianku telah gagal karenamu.” Ujarnya. Serius? Ia kelihatan berumur 18 tahun!
Anna kemudian menekan tombol dari remote di scooter miliknya. “Perkenalkan… Giratina pribadi milikku.” Ujar Anna.
Dalam sekejap, muncul sosok raksasa di belakang Anna, sosok Giratina, atau tepatnya mesin raksasa berbentuk Giratina-O yang kemudian membuka bagian atas dari kepalanya. Scooter milik Anna melayang dan memasangkan dirinya ke bagian kepala tadi, yang kemudian melindungi Anna dengan tutup kaca.
“Perkenalkan; Zahhak. Mesin terbaik buatanku yang melebihi legenda…” sahut Anna.
Ugh… Ini tidak baik. Tiba-tiba, dari arah belakangku Prof. Geru datang dengan Staraptor.
“Astaga… Makhluk apa itu?” seru prof. Geru terkejut.
“Akan kupastikan kalian menerima balasan kalian karena merusak impianku…” suara Anna yang sebenarnya cukup halus terdengar lewat mikrofon yang ia pasang di dalam Zahhak.
“Tidak jika kami mengalahkanmu duluan!” seruku. Akan kurusak persendian mesin itu dahulu… “Empoleon! Ice Beam!” seruku seraya melompat dari Empoleon.
Hah!? Zahhak tampak mengeluarkan perisai energi berbentuk bola yang membungkus tubuhnya. Ice beam tembakan Empoleon tampak diserap menjadi cahaya keputih-putihan yang mengalir seperti listrik ke tubuh Zahhak.
“Zahhak memiliki system pertahanan terhebat yang kurancang; Ultimate Barrier, atau disingkat UBer. Ia akan menyerap serangan elemen api, es, dan listrik dan mengubahnya menjadi energi untuk Zahhak.” Jelas Anna.
“Mustahil! Perisai seperti itu… Baiklah kalau begitu, Empoleon, – “Zahhak, Shadow Ball!” seru Anna memotongku; ia membentuk bola keunguan dan menembakkannya kearah Empoleon. “ – Menghindar!” seruku. Empoleon berhasil menghindari Shadow Ball.
“Empoleon, Aqua Jet!” seruku pada Empoleon. Empoleon meluncur dengan tekanan tinggi kearah perisai Zahhak. “Kena!” seruku, namun hasilnya berbeda dari harapanku. Serangan itu tidak berpengaruh pada perisai Zahhak, dan Empoleon segera mundur kearahku.
“Perisai Zahhak menyerap serangan api, es, dan listrik… Serta menetralkan elemen lainnya. Apa yang akan kamu lakukan sekarang?” Tanya Anna. Entah kenapa nada tenang yang terus keluar dari mulut Anna memberikan efek aneh padaku. Dalam keadaan seperti ini, ia terus berbicara seakan-akan ini semua hanyalah sebuah permainan.
“Ugh… Kita harus mundur sekarang.” Kataku pada prof. Geru seraya berbalik. “Empoleon!” Empoleon segera melompat kebelakang sementara aku dan profesor menaiki Staraptor.
“Tidak akan kubiarkan…” kata Anna seraya membuka sebuah lubang pada perut Zahhak yang melontarkan bom yang dapat menembus perisainya. “Gawat… Empoleon, Protect!” seruku. Empoleon segera embuat dinding yang melindungiku dan yang lainnya, sementara ledakan bom milik Zahhak membuat keributan diluar
“Aku pernah dengan tentang bom seperti itu. Mereka akan meledak setelah berkontak dengan permukaan yang cukup keras.” Jelas prof. Geru.
Setelah hujan bom Zahhak reda, Empoleon membuka perisai proteksi miliknya, tampak daerah pertarungan kami hancur berantakan.
“Staraptor, Whirlwind!” seru prof. Geru. Staraptor kemudian mengepakkan sayapnya dan menyebabkan angin ribut. Debu yang disebabkan mengganggu pemandangan Anna, memberikan kesempatan bagiku dan profesor untuk melarikan diri.
-
Setelah beberapa saat terbang dengan Staraptor, kami sampai pada sebuah tebing rerumputan curam, dengan pepohonan lebat bertebaran di bawahnya. Tiba-tiba saja sesosok bayangan besar lewat diatas kami dan memojokkan kami.
Bayangan yang melayang di atas pepohonan itu tidak lain adalah Zahhak.
“Sayang sekali, kalian tidak dapat lari dariku…” kata Anna.
“Kita harus melawan! Staraptor! Brave Bird!” seru prof. Geru. Entah karena ia sudah kehabisan cara atau sudah panic, ia melancarkan serangan dengan Staraptor.
Tanpa kami duga, tubuh Staraptor menabrak perisai Zahhak, dan meretakkannya!
“Mustahil…” gumam Anna.
“Ba-Bagaimana bisa?” sahutku.
“Berhasil! Sudah kuduga!” seru profesor. “UBer milik Zahhak… Dapat menyerap tenaga elemen serangan musuh; tetapi tidak dapat menyerap dampak fisik dari serangan tersebut. Ice Beam, Bubblebeam, Flamethrower, dan sejenisnya menggunakan bentuk energi murni dalam serangannya; tetapi tidak dengan serangan seperti Peck, Brave Bird, dan Iron Tail yang juga menggunakan tenaga fisik untuk membuat kerusakan.” Jelas prof. Geru.
“…” Anna tampak kehabisan kata-kata, tetapi tidak begitu terkejut.
“Kalau begitu kita dapat menyerangnya dengan cara ini – Enmpoleon, Steel Wing!” seruku memerintahkan Empoleon untuk menyayat perisan Zahhak, menambah kerusakannya.
Profesor ikut membantuku dengan Brave Bird.
“Tch… Meskipun kalian bisa member kerusakan pada perisai Zahhak… Apa kalian tetap bisa menang melawanku?” tantang Anna seraya menembakkan Shadow Ball, melukai Empoleon dan mengalahkan Staraptor. “Sekarang akan kuaktifkan Barrier Regeneration System – BaRegen System. Dengan sistem ini tenaga UBer yang berkurang akan bertambah sedikit demi sedikit tiap saat.” Lanjut Anna seraya menekan tombol pada kendali Zahhak.
Prof. Geru segera menggunakan Full Restore pada Empoleon untuk memulihkan keadaannya. “Berhati-hatilah nak, ini satu-satunya Full Restore yang aku bawa.” Ujar profesor. Akupun mengangguk paham.
“Sudah selesai? Sekarang, terimalah ini…” ujar Anna seraya menembakkan beberapa bom lagi dari Zahhak.
“Empoleon! Protect!” seruku reflex, Empoleon kembali melindungiku dan profesor. “Gawat… Kalau kita tidak segera bertidak, perisai Zahhak akan segera kembali normal.” Gumamku kuatir.
Setelah gelombang ledakan telah selesai, profesor berkomentar atas serangan bom tadi, “Kekuatan serangan ini benar-benar mengerikan; daya ledak seperti itu bisa saja mengalahkan seekor legenda hanya dengan beberapa ledakan saja.” Ujarnya.
“Legenda?” sesuatu tampak samar-samar di kepalaku, sesuatu yang dapat kita – ah! Bel berbunyi di kepalaku. “Aku tahu cara menghancurkan perisai pelindung itu…” bisikku pada profesor.
“Baiklah Empoleon! Kita lakukan! Ice Beam!” seruku. Empoleon kemudian menembakkan es, membuat panjang kearah Zahhak.
“Percuma saja, Zahhak – “ perkataan Anna terhenti ketika ia melihat Empoleon menaiki jalur Ice Beam.
“Rain Dance, Empoleon!” seruku. Empoleon kemudian mulai menari, dan hujan turu di sekitar daerah pertarungan kami.
“Empoleon, Aqua Jet sambil menembakkan Ice Beam! Kelilingi Zahhak!” perintahku.
“Ugh… Zahhak. Tembakkan bom kearah Empoleon.” Perintah Anna. Kecepatan Empoleon yang sedang melakukan move Aqua Jet membuat semua tembakkan bom Anna meleset, dan tinggal menempel di es.
Setelah selesai melingkari Zahhak, Empoleon melompat kembali kearahku. “Berhasil…” ujarku. Wajah Anna tampak bingung, namun langsung berubah kaget setelah menyadari rencanaku. “Kau…” gumam Anna.
Efek Rain Dance menghilang, menampakkan wujud Zahhak yang dilingkari es dengan jelas.
“Satu bom. Akan memberi kerusakan pada perisai Zahhak.” Sahutku pada Anna. Anna tampak geram.
“Belasan bom. Apa yang akan terjadi jika mereka semua meledak di sekeliling Zahhak, dalam jarak sedekat ini?” tanyaku mengumpan Anna.
“Memancingmu untuk menyerang Empoleon yang sedang meluncur diatas es dengan Aqua Jet, kemudian menggunakan bom milikmu padamu sendiri…” ujarku.
“Tapi bagaimana bisa bom itu tidak meledak?” Tanya profesor.
“Mudah saja… Es tempat Empoleon meluncur tidak cukup keras untuk bom tersebut, sehingga mereka tinggal menancap diatasnya tanpa meledak. Empoleon dapat melesat diatas es hanya sebagai gertakan – Empoleon tidak benar-benar meluncur; ia melayang diatas es. Rain Dance meningkatkan kemampuan Aqua Jet untuk mendorong Empoleon, sehingga ia dapat tampak seolang-olah meluncur diatas es yang lembek.” Jelasku.
“Sekarang… Empoleon, Ice Beam! Tembak salah satu bom itu!” seruku. Empoleon segera menembakkan Ice Beam pada salah satu bom. Es yang keras terantuk pada bom, menyebabkan rantai ledakan yang keras.
Ketika rantai ledakan dimulai, Empoleon menggunakan Protect untuk melindungiku dan profesor. Setelah asap yang mengepul hilang, aku sadar bahwa ledakan tadi menghabiskan energi Empoleon untuk menggunakan Protect lagi.
Setelah asap telah benar-benar menghilang, tampaklah sosok Zahhak. Ia telah mengalami beberapa kerusakan kecil, namun yang penting adalah perisai miliknya telah menghilang.
“Ugh… Kamu memang hebat. Berhasil merusak UBer seperti itu…” gumam Anna, tampak kemarahan yang tenang di wajahnya. “Zahhak, keluarkan senjata pamungkasmu.” Ujarnya.
Zahhak mengeluarkan tiga unit alat penembak yang besar dari perutnya. “Zahhak, serang. Fice Shot, Ice Shot, Lightning Shot.” Perintah Anna.
Zahhak mencoba menembak Empoleon dengan serangan-serangan tersebut. Empoleon berhasil menghindari Fire Shot dan Lightning Shot, tetapi Ice Shot mengenainya. Untung saja Ice Shot tidak begitu efektif…
“Tsk… Zahhak, Shadow Claws.” Perintah Anna. Zahhak mengeluarkan tentakel-tentakelnya, dan mencoba mencakar Empoleon.
“Empoleon, menghindar…” perintahku. Empoleon berhasil menghindari semua tentakel Zahhak, dan meloncat kearah Zahhak.
“Empoleon, Steel Wing!” Empoleon memotong dua dari tentakel Zahhak dengan sayapnya, beserta leher Fire Cannon.
Anna tampak kehilangan ketengangan yang selama ini mengelilinginya, ketika ia berterika menyerang empoleon, “Zahhak! Lightning Shot!” teriak Anna.
Sekali lagi Empoleon berhasil menghindari tembakan Zahhak, dan kali ini berhasil memotong Ice Cannon dan Lightning Cannon.
“Empoleon! Akhiri!” perintahku. Empoleon melompat kearah Zahhak, memotong tentakel yang mencoba menyerangnya, hingga akhirnya mendaratkan sayapnya di bagian dada Zahhak, yang kemudian meledak.
-
“Sudah selesai, yah…” gumamku. Prof. Geru mengangguk setuju, selagi kami melihat Zahhak yang telah hancur.
Angin bertiup di tempat pertarungan kami yang hancur lebur. Beberapa saat kemudian, polisi yang ternyata telah dipanggil oleh prof. Geru datang dan menangkap Anna. Sebelum ia diangkut, Anna masih sempat memohon kesempatan untuk berbicara kepadaku dan profesor…
“Kalian hebat…” ujarnya mengakui kekalahannya.
“Apa… Tujuanmu sebenarnya?” tanyaku.
“Tujuanku? Apakah kamu sudah pernah mendengar cerita tentang seseorang yang ingin menjadi pahlawan, namun karena keegoisannya… Ia akhirnya menjadi seorang penjahat?” jawab Anna.
“Aku pernah mendengarnya… Saat ini.” Jawabku. Anna hanya tersenyum pahit. “Sepertinya kamu mengerti…” kata Anna, yang akhirnya merelakan dirinya ditangkap.
Kabar mengenai Anna tersebar di berbagai suratkabar, media siaran, dan internet. Tentu saja banyak orang yang terkejut atas kabar ini…
“Nee, apa menurutmu buku ini bagus? “Dreams of Ark”, terinspirasi dari mimpiku dulu, cerita ini – ” tampak seorang remaja pria yang tengah berkumpul dengan ketiga temannya, pembicaraannya terpotong.
“Hei, hei, Harute! Maki! Yuuto! Coba lihat ini… Ternyata Pahlawan Ketiga yang itu palsu?” seru seorang gadis bersurai merah yang sedari tadi tengah sibuk menonton berita to tv kepada teman-temannya.
“Aah, sayang yah…” kata seorang pria berambut merah jambu.
Suatu tebing berumput, luar koat Aeter…
Langit siang musim panas yang biru terlihat menawan…
Angin sepoi-sepoi dan pepohonan yang terbentang dibawah…
Kalung yang berbuah pecahan Griseus Orb dari waktu itu tergantung di leherku…
“Masih banyak yang perlu dilakukan, yah…” gumamku sambil melihat pemandangan di depanku.
“Apa yang sedang kau lakukan?” terdengar suara gadis di belakangku.
“Menyenangkan bukan, ketika… Kau menjadi seorang pahlawan?” Tanya suara itu lagi.
“Hanya sedang melihat-lihat pemandangan…” jawabku pada suara itu. Aku baru saja akan berpaling melihat siapa yang tengah berbicara denganku, ketika kurasakan sesuatu menyala di dadaku. Ini… Griseus Shard?
Mataku melotot ketika menerima sugesti dari kepalaku.
Namun…
Ketika kucoba berpaling untuk melihat , sosok itu menghilang…
Bersama dengan nyala kalungku…
“Ternyata… Memang belum pergi, yah…” gumamku, sambil tersenyum kecil.
[the end]