crepas: ini bukan keinginanku
Namaku Vitam Negyvas. Aku adalah seorang panglima perang dari negara Nighabi, negara yang terkenal makmur dan kaya akan hasil tambangnya. Di setiap perang yang aku pimpin, kami selalu meraih kemenangan. Raja sangat senang atas kemenangan-kemenangan yang kami raih, karena itulah terkadang beliau mengundangku dan anak buahku untuk jamuan makan malam di istana. Raja mempunyai putri yang cantik jelita bernama putri Franda. Aku dan putri Franda sering berbincang bersama saat kami berpapasan di istana, walaupun tentunya isi pembicaraannya adalah tentang perkembangan negara. Meskipun begitu aku senang sekali bisa berbicara dengan sang putri. Terkadang aku berpikir apakah dia menyukaiku... ah, tapi tidak mungkin. Aku ini hanya seorang rakyat biasa yang mengabdikan jiwa dan raganya untuk negara yang dicintainya. Tidak mungkin seorang wanita terhormat seperti putri Franda menyukai laki-laki sepertiku.
“Tuan Vitam, pasukan siap berangkat.”
Salah seorang anak buahku membuyarkan lamunanku. Aku memang sedang duduk di kursi goyangku menunggu para anak buahku menyiapkan para Rapidash dan senjata-senjata. Kami bukannya mau berperang, tetapi kami akan mengawal kereta yang mengangkut hasil tambang negara. Banyak negara yang iri akan kekayaan hasil tambang di Nighabi, karena itulah banyak yang ingin mencuri kereta yang mengangkut hasil tambang saat akan dikirim ke istana. Kami disini memastikan hal itu tidak akan terjadi dan mengantar hasil tambang selamat sampai ke istana.
“Oh, baik. Kita akan segera berangkat.” Jawabku sambil bangkit dari kursi goyangku.
Saat berjalan di lorong istana, aku melihat seorang laki-laki berambut ikal dan bertubuh lebih pendek dariku sedang bersandar di dinding. Saat melihatku dan anak buahku datang, dia langsung berjalan dan menghadang kami. Matanya melihatku dengan tatapan yang sinis.
“Ada apa, Paul? Kali ini apa maumu?” tanyaku pada laki-laki yang aku kenal bernama Paul tersebut.
“Tidak ada apa-apa. Hanya ingin mengucapkan salam selamat jalan pada teman terbaikku.” Jawab Paul dengan angkuhnya sambil berjalan meninggalkanku dan anak buahku begitu saja.
Hubunganku dengan Paul memang berjalan tidak begitu baik. Dulu, saat terjadi pemilihan panglima perang, aku dan Paul adalah dua kandidat terkuat. Tapi pada akhirnya raja memilihku daripada Paul. Dan Paul akhirnya hanya mendapat pangkat jenderal dan penanggung jawab untuk urusan pengantaran hasil tambang. Paul kecewa karena dia tidak terpilih menjadi seorang panglima. Dan sejak saat itulah hubunganku dengan Paul menjadi semakin buruk tiap harinya. Ah sudahlah, sekarang yang terpenting aku harus segera berangkat menjalankan tugasku kali ini.
= = =
Aku dan anak buahku kembali ke istana dengan selamat. Tugas kali ini berjalan berhasil kami jalankan dengan baik. Aku mendapat kabar bahwa raja kembali mengundangku ke jamuan makan malam di istana. Tapi anehnya kali ini para anak buahku tidak diundangnya. Padahal sejauh ini beliau selalu mengundangku bersama dengan para anak buahku. Saat itulah Paul datang menghampiriku dan berbisik kepadaku:
“Semoga jamuan kali ini enak.” Setelah mengatakan itu lagi-lagi dia pergi begitu saja meninggalkanku.
‘Semoga jamuan kali ini enak’ katanya? Apa maksudnya? Terkadang aku benar-benar tak habis pikir apa maksud perkataan dan tingkah laku pria pendek satu ini. Setelah meminta maaf kepada para anak buahku karena pada jamuan kali ini mereka tidak diundang, aku pamit dan masuk ke dalam istana. Seorang penjaga istana mengatakan padaku untuk langsung saja menuju ke ruang makan. Sesampainya di ruang makan, ternyata belum ada siapa-siapa disini. Aku duduk di salah satu kursi yang telah disediakan disana. Lama aku menunggu akhirnya raja datang juga, dan tentunya bersama sang ratu dan putri Franda. Tapi ada satu lagi orang yang datang bersama raja. Dan orang itu adalah... Paul?!
= = =
Hidangan-hidangan di jamuan makan malam kali ini seperti biasa, selalu bisa membuat lidahku menari. Hanya saja ada satu hal yang mengganjal di kepalaku. Kenapa Paul bisa ada di sini? Selain karena memang dia diundang ke jamuan makan malam ini, pasti ada alasan lain. Entah kenapa perasaanku mengatakan sesuatu yang buruk akan terjadi.
“Vitam, ada yang ingin aku bicarakan denganmu.” Kata raja memulai pembicaraan.
Aku menghentikan makanku sejenak, mencoba mendengarkan apa yang ingin dikatakan raja dengan seksama. Nada bicaranya tadi seperti menandakan kekecewaan. Aku melihat ke sekitar. Mata semua orang sedang tertuju padaku. Terlihat juga Paul sedang tersenyum sinis melihatku.
“Hari ini kereta yang mengangkut hasil tambang negara kita berhasil sampai ke istana dengan selamat. Ini semua berkat jasamu.”
“Terima kasih, tuan!”
“Tapi... apakah kau tahu kalau ada sebagian hasil tambang yang hilang?”
Apa? Bagaimana bisa? Aku yakin tugas kali ini berjalan dengan baik tanpa ada satu pun hasil tambang yang hilang! Jadi ini maksud dari perasaan burukku tadi...
“...Ti-tidak, tuan. Hamba yakin tadi tidak ada satu pun hasil tambang yang hilang!”
“Begitu ya? Tapi nyatanya ada.”
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku hanya bisa diam mendengar kata-kata raja tadi. Sepertinya ada yang menjebakku. Tapi siapa? Musuh negara? Tidak mungkin, mustahil mereka bisa masuk tanpa sepengetahuanku. Atau mungkin... Paul?
“Tuan, hamba bi--“
“Aku tidak perlu penjelasan darimu. Kau bisa meninggalkan ruangan ini sekarang.”
“...Baik, tuan. Hamba permisi.”
Aku beranjak dari tempat dudukku dan berjalan pergi dari ruang makan. Sesaat aku melihat senyum sinis di wajah Paul tatkala aku berjalan keluar ruangan. Suasana di ruang makan menjadi hening setelah aku pergi. Tiba-tiba putri Franda ikut bangkit dari tempat duduknya dan berlari keluar dari ruang makan, disusul oleh sang ratu yang berniat mencegahnya. Kini hanya tersisa raja dan Paul di ruangan itu.
“Sayang sekali, padahal dia adalah prajurit yang hebat dan setia pada negara.”
“Ya. Tapi sekali pengkhianat tetaplah pengkhianat.”
“Semua ini berkat kejelianmu, jenderal... tidak, panglima Paul. Kalau bukan karena kau, kita tidak akan dengan mudah menemukan curian hasil tambang yang diselundupkan di barang-barang milik Vitam.”
“Semua untuk negara yang hamba cintai ini, tuanku.”
“Hahahaha, mari bersulang Paul! Untuk perginya seorang pengkhianat negara... bersulang!”
“Seperti yang engkau mau, tuanku. Bersulang!”
= = =
Aku berjalan keluar menuju ke halaman depan istana. Kejadian di ruang makan tadi benar-benar membuatku malu dan tidak habis pikir. Maksudku, bagaimana bisa ada hasil tambang yang hilang? Aku yakin seyakin-yakinnya tadi kami menjaga kereta dengan sangat baik!
“Vitam!”
Terdengar suara manis seorang gadis memanggilku. Aku mengenali dengan baik suara itu. Itu adalah suara dari putri Franda, yang aku lihat sedang berlari kearahku diikuti oleh Sang Ratu dibelakangnya. Bagus, sekarang setelah Sang Raja, putri Franda juga akan memarahiku?
“Vitam! Aku harus mengatakan sesuatu padamu...” kata putri Franda sambil terengah-engah.
“Ada apa, tuan putri?”
“Kita harus pergi ke seorang tabib sekarang. Tidak ada waktu!”
“Tabib? Putri, apa yang—Ugh!!!”
Perkataanku terpotong saat tiba-tiba aku merasakan dadaku terasa sangat sakit. Sangat sakit seakan sebuah tombak telah menusuk jantungku. Rasa sakit apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi?
“Vitam! Kau tidak apa-apa?!”
“Tuan... putri... sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa dada hamba terasa sangat sakit seperti ini...” tanyaku pada putri Franda, mencoba menahan rasa sakitku ini
“Vitam... sebenarnya tadi saat jamuan makan malam, ayahku telah memasukkan racun ke dalam makananmu. Dia mengira kau adalah orang yang mencuri hasil tambang hari ini, karena ternyata hasil tambang tersebut ditemukan di rumahmu. Tapi aku tidak percaya! Pasti seseorang telah menjebakmu! Dan aku tahu pasti si Paul kerdil itu yang melakukannya! Kita masih bisa menyembuhkanmu sekarang! Karena itu kita harus segera pergi ke seorang tabib!”
Jadi begitu... hahaha. Entah kenapa aku tidak kaget mendengarnya. Pantas saja dari tadi pagi tingkah laku Paul terlihat aneh. Pantas saja perasaanku hari ini sangatlah tidak enak. Ternyata...
“Ugh!!!” rasa sakit di dadaku kembali membuatku mengerang kesakitan, tapi kali rasa sakitnya ini lebih sakit dari yang tadi
“Vitam! Bertahanlah, Vitam!”
“Putri... Franda... terimakasih... tapi tidak perlu... hidupku sudah cukup indah...”
“Tidak! Vitam! Kau harus tetap hidup! Karena aku... aku...”
“Pu...tri... dunia ini... memang kejam... tapi... juga indah... dengan mengetahui... kejamnya dunia ini... hiduplah... dan buat dunia ini... menjadi dunia yang lebih baik... Ugh!!!”
“Tidak!!! Vitam!!! Aku tidak bisa melakukannya sendirian!!! Vitam!!!”
“Franda... dia sudah...”
“Tidak, ibu... aku bahkan belum mengatakannya... Vitam...”
“Franda... yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah... memberikan tempat peristirahatan yang layak untuknya...”
= = =
Aku terbangun dari tidurku. Lagi-lagi mimpi ini. Aku lagi-lagi tertidur sambil memegang topeng ini. Aku memperhatikan kembali topeng yang aku pegang ini. Tanpa aku sadari... air mata mulai mengalir dari mataku saat aku melihat topeng ini. Topeng yang berisikan... kenangan saat aku masih menjadi manusia... Vitam Negyvas..
“Tuan Vitam, pasukan siap berangkat.”
Salah seorang anak buahku membuyarkan lamunanku. Aku memang sedang duduk di kursi goyangku menunggu para anak buahku menyiapkan para Rapidash dan senjata-senjata. Kami bukannya mau berperang, tetapi kami akan mengawal kereta yang mengangkut hasil tambang negara. Banyak negara yang iri akan kekayaan hasil tambang di Nighabi, karena itulah banyak yang ingin mencuri kereta yang mengangkut hasil tambang saat akan dikirim ke istana. Kami disini memastikan hal itu tidak akan terjadi dan mengantar hasil tambang selamat sampai ke istana.
“Oh, baik. Kita akan segera berangkat.” Jawabku sambil bangkit dari kursi goyangku.
Saat berjalan di lorong istana, aku melihat seorang laki-laki berambut ikal dan bertubuh lebih pendek dariku sedang bersandar di dinding. Saat melihatku dan anak buahku datang, dia langsung berjalan dan menghadang kami. Matanya melihatku dengan tatapan yang sinis.
“Ada apa, Paul? Kali ini apa maumu?” tanyaku pada laki-laki yang aku kenal bernama Paul tersebut.
“Tidak ada apa-apa. Hanya ingin mengucapkan salam selamat jalan pada teman terbaikku.” Jawab Paul dengan angkuhnya sambil berjalan meninggalkanku dan anak buahku begitu saja.
Hubunganku dengan Paul memang berjalan tidak begitu baik. Dulu, saat terjadi pemilihan panglima perang, aku dan Paul adalah dua kandidat terkuat. Tapi pada akhirnya raja memilihku daripada Paul. Dan Paul akhirnya hanya mendapat pangkat jenderal dan penanggung jawab untuk urusan pengantaran hasil tambang. Paul kecewa karena dia tidak terpilih menjadi seorang panglima. Dan sejak saat itulah hubunganku dengan Paul menjadi semakin buruk tiap harinya. Ah sudahlah, sekarang yang terpenting aku harus segera berangkat menjalankan tugasku kali ini.
= = =
Aku dan anak buahku kembali ke istana dengan selamat. Tugas kali ini berjalan berhasil kami jalankan dengan baik. Aku mendapat kabar bahwa raja kembali mengundangku ke jamuan makan malam di istana. Tapi anehnya kali ini para anak buahku tidak diundangnya. Padahal sejauh ini beliau selalu mengundangku bersama dengan para anak buahku. Saat itulah Paul datang menghampiriku dan berbisik kepadaku:
“Semoga jamuan kali ini enak.” Setelah mengatakan itu lagi-lagi dia pergi begitu saja meninggalkanku.
‘Semoga jamuan kali ini enak’ katanya? Apa maksudnya? Terkadang aku benar-benar tak habis pikir apa maksud perkataan dan tingkah laku pria pendek satu ini. Setelah meminta maaf kepada para anak buahku karena pada jamuan kali ini mereka tidak diundang, aku pamit dan masuk ke dalam istana. Seorang penjaga istana mengatakan padaku untuk langsung saja menuju ke ruang makan. Sesampainya di ruang makan, ternyata belum ada siapa-siapa disini. Aku duduk di salah satu kursi yang telah disediakan disana. Lama aku menunggu akhirnya raja datang juga, dan tentunya bersama sang ratu dan putri Franda. Tapi ada satu lagi orang yang datang bersama raja. Dan orang itu adalah... Paul?!
= = =
Hidangan-hidangan di jamuan makan malam kali ini seperti biasa, selalu bisa membuat lidahku menari. Hanya saja ada satu hal yang mengganjal di kepalaku. Kenapa Paul bisa ada di sini? Selain karena memang dia diundang ke jamuan makan malam ini, pasti ada alasan lain. Entah kenapa perasaanku mengatakan sesuatu yang buruk akan terjadi.
“Vitam, ada yang ingin aku bicarakan denganmu.” Kata raja memulai pembicaraan.
Aku menghentikan makanku sejenak, mencoba mendengarkan apa yang ingin dikatakan raja dengan seksama. Nada bicaranya tadi seperti menandakan kekecewaan. Aku melihat ke sekitar. Mata semua orang sedang tertuju padaku. Terlihat juga Paul sedang tersenyum sinis melihatku.
“Hari ini kereta yang mengangkut hasil tambang negara kita berhasil sampai ke istana dengan selamat. Ini semua berkat jasamu.”
“Terima kasih, tuan!”
“Tapi... apakah kau tahu kalau ada sebagian hasil tambang yang hilang?”
Apa? Bagaimana bisa? Aku yakin tugas kali ini berjalan dengan baik tanpa ada satu pun hasil tambang yang hilang! Jadi ini maksud dari perasaan burukku tadi...
“...Ti-tidak, tuan. Hamba yakin tadi tidak ada satu pun hasil tambang yang hilang!”
“Begitu ya? Tapi nyatanya ada.”
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku hanya bisa diam mendengar kata-kata raja tadi. Sepertinya ada yang menjebakku. Tapi siapa? Musuh negara? Tidak mungkin, mustahil mereka bisa masuk tanpa sepengetahuanku. Atau mungkin... Paul?
“Tuan, hamba bi--“
“Aku tidak perlu penjelasan darimu. Kau bisa meninggalkan ruangan ini sekarang.”
“...Baik, tuan. Hamba permisi.”
Aku beranjak dari tempat dudukku dan berjalan pergi dari ruang makan. Sesaat aku melihat senyum sinis di wajah Paul tatkala aku berjalan keluar ruangan. Suasana di ruang makan menjadi hening setelah aku pergi. Tiba-tiba putri Franda ikut bangkit dari tempat duduknya dan berlari keluar dari ruang makan, disusul oleh sang ratu yang berniat mencegahnya. Kini hanya tersisa raja dan Paul di ruangan itu.
“Sayang sekali, padahal dia adalah prajurit yang hebat dan setia pada negara.”
“Ya. Tapi sekali pengkhianat tetaplah pengkhianat.”
“Semua ini berkat kejelianmu, jenderal... tidak, panglima Paul. Kalau bukan karena kau, kita tidak akan dengan mudah menemukan curian hasil tambang yang diselundupkan di barang-barang milik Vitam.”
“Semua untuk negara yang hamba cintai ini, tuanku.”
“Hahahaha, mari bersulang Paul! Untuk perginya seorang pengkhianat negara... bersulang!”
“Seperti yang engkau mau, tuanku. Bersulang!”
= = =
Aku berjalan keluar menuju ke halaman depan istana. Kejadian di ruang makan tadi benar-benar membuatku malu dan tidak habis pikir. Maksudku, bagaimana bisa ada hasil tambang yang hilang? Aku yakin seyakin-yakinnya tadi kami menjaga kereta dengan sangat baik!
“Vitam!”
Terdengar suara manis seorang gadis memanggilku. Aku mengenali dengan baik suara itu. Itu adalah suara dari putri Franda, yang aku lihat sedang berlari kearahku diikuti oleh Sang Ratu dibelakangnya. Bagus, sekarang setelah Sang Raja, putri Franda juga akan memarahiku?
“Vitam! Aku harus mengatakan sesuatu padamu...” kata putri Franda sambil terengah-engah.
“Ada apa, tuan putri?”
“Kita harus pergi ke seorang tabib sekarang. Tidak ada waktu!”
“Tabib? Putri, apa yang—Ugh!!!”
Perkataanku terpotong saat tiba-tiba aku merasakan dadaku terasa sangat sakit. Sangat sakit seakan sebuah tombak telah menusuk jantungku. Rasa sakit apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi?
“Vitam! Kau tidak apa-apa?!”
“Tuan... putri... sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa dada hamba terasa sangat sakit seperti ini...” tanyaku pada putri Franda, mencoba menahan rasa sakitku ini
“Vitam... sebenarnya tadi saat jamuan makan malam, ayahku telah memasukkan racun ke dalam makananmu. Dia mengira kau adalah orang yang mencuri hasil tambang hari ini, karena ternyata hasil tambang tersebut ditemukan di rumahmu. Tapi aku tidak percaya! Pasti seseorang telah menjebakmu! Dan aku tahu pasti si Paul kerdil itu yang melakukannya! Kita masih bisa menyembuhkanmu sekarang! Karena itu kita harus segera pergi ke seorang tabib!”
Jadi begitu... hahaha. Entah kenapa aku tidak kaget mendengarnya. Pantas saja dari tadi pagi tingkah laku Paul terlihat aneh. Pantas saja perasaanku hari ini sangatlah tidak enak. Ternyata...
“Ugh!!!” rasa sakit di dadaku kembali membuatku mengerang kesakitan, tapi kali rasa sakitnya ini lebih sakit dari yang tadi
“Vitam! Bertahanlah, Vitam!”
“Putri... Franda... terimakasih... tapi tidak perlu... hidupku sudah cukup indah...”
“Tidak! Vitam! Kau harus tetap hidup! Karena aku... aku...”
“Pu...tri... dunia ini... memang kejam... tapi... juga indah... dengan mengetahui... kejamnya dunia ini... hiduplah... dan buat dunia ini... menjadi dunia yang lebih baik... Ugh!!!”
“Tidak!!! Vitam!!! Aku tidak bisa melakukannya sendirian!!! Vitam!!!”
“Franda... dia sudah...”
“Tidak, ibu... aku bahkan belum mengatakannya... Vitam...”
“Franda... yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah... memberikan tempat peristirahatan yang layak untuknya...”
= = =
Aku terbangun dari tidurku. Lagi-lagi mimpi ini. Aku lagi-lagi tertidur sambil memegang topeng ini. Aku memperhatikan kembali topeng yang aku pegang ini. Tanpa aku sadari... air mata mulai mengalir dari mataku saat aku melihat topeng ini. Topeng yang berisikan... kenangan saat aku masih menjadi manusia... Vitam Negyvas..
“Kenapa harus aku... ini bukan yang aku inginkan...”
* * *
“Mereka membawa topeng yang dulunya merupakan wajah mereka saat mereka masih menjadi manusia. Terkadang mereka melihat topeng tersebut dan menangis.”
- Entri Pokedex Pokemon Black
* * *
Disusun oleh: Bagazkarap
Gambar oleh: Melodic Death Ookami DeviantArt
* * *
“Mereka membawa topeng yang dulunya merupakan wajah mereka saat mereka masih menjadi manusia. Terkadang mereka melihat topeng tersebut dan menangis.”
- Entri Pokedex Pokemon Black
* * *
Disusun oleh: Bagazkarap
Gambar oleh: Melodic Death Ookami DeviantArt