Creepy Pasta
#note: Perlu diingatkan bahwa latar kisah ini berada di dunia dimana tidak ada yang namanya Pokemon, baik berupa makhluk ataupun gamenya. Ini untuk menunjang isi cerita. Terimakasih.
Aku Mendengarmu
Namaku Hikaru. Sejak kecil aku punya kemampuan untuk mendengar bisikan-bisikan ghaib, atau lebih tepatnya, aku bisa mendengar para malaikat kematian berbicara. Aku mulai menyadari kalau aku punya kemampuan ini adalah saat salah seorang tetanggaku yang bernama Neil meninggal. Sehari sebelum Neil meninggal, aku sedang bermain di teras rumahku, Neil yang baru saja pulang dari tempat kerjanya menyapaku dengan senyum yang lebar. Saat itulah aku mendengar seperti ada dua orang berbicara dengan nada yang getir, padahal tidak ada orang lain di sana saat itu kecuali aku dan Neil. Mereka berbicara dalam bahasa yang aku tidak mengerti. Esoknya, Neil ditemukan telah meninggal di kamarnya. Dia diduga telah bunuh diri karena kemarin dia baru saja di PHK dan pertunangannya dibatalkan. Aku dan keluargaku datang ke pemakaman Neil. Sesaat sebelum Neil dikebumikan, aku kembali mendengar suara-suara aneh. Namun, kali ini mereka terdengar seperti sedang... berdoa.
Aku mencoba menceritakan apa yang aku alami pada keluarga dan teman-temanku, tapi tidak ada satu pun dari mereka yang percaya denganku. Mereka justru menganggapku sedang berhalusinasi. Aku mencoba membenarkan pernyataan mereka. Secara logika, kemungkinan besar aku memang sedang berhalusinasi. Mana mungkin aku bisa mendengar ada orang lain sedang berbicara sedangkan saat itu hanya ada kami berdua... benar kan...? Tapi tidak. Tiga tahun kemudian aku kembali mendengar suara-suara tersebut. Dan kali ini aku mendengarnya saat aku sedang bersama... kedua orang tuaku. Aku panik. Aku takut kejadian tiga tahun lalu akan terulang kembali, dan kini bahkan pada kedua orang tuaku. Aku mencoba mengatakan pada mereka kalau aku kembali mendengar suara-suara aneh, tapi mereka kembali berdalih kalau aku hanya berhalusinasi. Hari demi hari, suara-suara itu tidak segera menghilang, bahkan semakin keras setiap harinya. Sampai pada suatu hari, saat aku mencoba untuk terakhir kalinya meyakinkan kedua orang tuaku tentang apa yang aku dengar, mereka sama sekali tidak mengindahkan perkataanku. Aku masih ingat kata-kata terakhir yang diucapkan ayah kepadaku sebelum ajal menjemputnya:
“Dasar anak tidak punya otak.”
Setelah kematian kedua orang tuaku, paman dan bibiku menawarkan untuk mengasuhku. Aku menolak tawaran mereka. Aku merasa saat itu aku sudah bisa merawat diriku sendiri. Walaupun dengan wajah cemas, pada akhirnya paman dan bibiku mengiyakan, namun mereka akan tetap membayari kebutuhan-kebutuhanku. Ini untuk yang terbaik. Pada akhirnya aku tidak bisa mencoba mengubah takdir mereka. Tidak, aku sudah mencobanya, tapi tidak ada hasilnya. Takdir... memang tidak bisa diubah.
---
Bel pulang sekolah telah berbunyi. Aku beranjak dari tempat dudukku dan hendak mengambil sepatuku... oh, tidak ada. Mereka benar-benar tidak bisa berhenti. Entah bagaimana beritanya bisa menyebar, tapi sejak kematian kedua orang tuaku, aku telah dicap sebagai pembawa sial oleh orang-orang di sekolahku. Tiada hari tanpa bully. Untungnya aku membawa sepatu cadangan di tasku, karena memang hal seperti ini sudah biasa terjadi. Tapi sampai kapan semua ini akan terus berlanjut? Saat aku lulus? Entahlah... aku tidak terlalu perduli...
“Yo, Hikaru!”
Seseorang menepuk pundakku dari belakang. Aku menoleh ke belakang. Seorang perempuan dengan rambut pendek dan dengan tinggi kira-kira 160 cm... Siapa?
“Ah! Maaf mengagetkanmu. Namaku Mari. Salam kenal!”
Rambut pendek.. sifat ceria.. Mari.. oh. Jadi dia adalah Mari, ketua OSIS yang sedang ramai diperbincangkan itu. Pantas aku seperti pernah melihatnya.
“Ada.. yang kau inginkan dariku, Nona Mari?”
“Nona? Hahaha. Tidak perlu formal begitu. Panggil saja Mari!”
“Oh.. baiklah. Apa yang kau inginkan dariku, Mari?”
“Ayo pulang bersama!”
“A-apa?! Tapi aku--!”
“Tidak perlu malu. Ayo!”
Mari menarik tanganku dengan erat. Aku tidak punya kuasa untuk melawan. Sesaat sebelum kami berdua keluar dari daerah sekolah, aku bisa melihat banyak orang melihati kami berdua dengan tatapan sinis. Aku sudah bisa membayangkan sambutan mereka untukku besok. Aah..masalah selalu datang kepadaku.
“Hikaru, bisa kita pergi ke suatu tempat dulu?”
“He? Oh.. boleh saja..”
---
“Aah! Yakisoba memang yang terbaik! Kau setuju kan, Hikaru?”
“Ya.. tentu..”
Aku tidak menyangka ada festival hari ini. Ini juga adalah kali pertama aku datang ke sebuah festival. Sejak kecil ayah dan ibu selalu sibuk, mereka tidak pernah punya waktu untukku. Dan siapa sangka kalau aku akan datang ke festival dengan.. gadis ini?
“Mari.. sebenarnya apa yang mau bicarakan denganku? Apa yang kau inginkan dari pembawa sial sepertiku?”
“Hikaru!”
“I-iya?!”
“Jika kau butuh teman, aku akan selalu ada untukmu. Jangan mengurung dirimu di duniamu sendiri. Hidup sendirian itu tidak enak, lho!”
“Tapi.. aku kan pembawa sial..”
“Aku tidak perduli kalau kau pembawa sial atau bukan. Yang terpenting adalah hatimu. Dan aku telah melihatnya hari ini!”
“Mari...”
Aah... jadi inilah kenapa dia sangat terkenal. Hatinya benar-benar tulus. Senyumnya bisa menghangatkan hati siapapun. Mari..
“Dan sebagai bukti persahabatan kita hari ini..”
Sebuah ciuman hangat mendarat di pipiku. Bibir Mari yang lembut bisa aku rasakan menyentuh kulitku. Ah, apakah ini.. surga dunia?
“Hehe! Sampai jumpa di sekolah besok, Hikaru!”
“Sa-sampai jumpa...”
Aku melambaikan tanganku. Dari kejauhan Mari juga terlihat melakukan hal yang sama. Wajahnya pun masih terlihat manis dari kejauhan. Sekolah, ya? Aku tidak pernah merasa sesemangat ini untuk pergi ke sekolah. Apa ini? Detak jantung yang terasa lebih cepat, perasaan hangat di dada.. apakah ini.. cinta?
“ksoeb.. rmai.. mtai..”
...! Apa..? Apa itu tadi? Tidak.. Tidak! Tidak mungkin. Aku pasti hanya salah mendengar. Orang-orang sedang berbicara dan berlalu-lalang, tidak heran aku mendengar hal-hal yang tidak jelas. Ya, pasti itu. Pasti. Tidak mungkin kau... malaikat kematian.
---
Hari sudah pagi. Saatnya berangkat ke sekolah! Yang ada di pikiranku sekarang hanyalah Mari. Aku tidak perduli lagi dengan bully yang akan aku terima. Selama aku bisa bertemu dengan Mari...! Aku membuka pintuku dan betapa terkejutnya aku melihat Mari ada di depan rumahku!
“Mari? Kau datang untung menjemputku?”
“Ah, Hikaru. Selamat... pagi...”
“Mari? Kau tidak apa-apa? Kau terlihat pucat.”
“Aku tidak... apa... apa... Hika.. ru..”
“Mari? Kau yakin kau tidak apa-apa? Hei, Ma—“
*tes tes*
Sesuatu menetes dari wajah Mari. Da.. rah..? Apa ini? Kenapa ada darah di...! Mari? Dia menangis?! Tidak. Tunggu, apa maksudnya ini? Mari menangis darah?!
“Mari! Kau kenapa?! Kita harus ke rumah sakit!”
“Aku tidak... apa...”
“Mari—“
“ksoeb.. rmai.. mtai..”
“ksoeb.. rmai.. mtai..”
“ksoeb.. rmai.. mtai.. lmoib”
“ksoeb.. rmai.. mtai..”
“ksoeb.. rmai.. mtai.. lmoib”
Tidak... Aku tidak mau ini terjadi lagi... Tidak... TIDAK!!!
*BRAKK*
Aku terjatuh dari tempat tidurku. Cuma mimpi rupanya... Tidak. Aku masih tidak tenang. Aku.. harus menemui Mari! Baru saja aku hendak mengambil seragamku, tiba-tiba bel rumah telah berbunyi. Saat aku membuka pintu alangkah terkejutnya aku melihat Mari! Dia datang untuk menjemputku?
“Ma—“
...? Aneh. Rasanya sangat sulit untuk berbicara. Apa gara-gara tadi aku jatuh dari kasur? Dan.. apa Mari bertambah tinggi? Kenapa dia melihatku dengan pandangan syok seperti itu?
“Ma.. Ma..”
“Tidak.. menjauh dariku!!!”
Mari mulai berlari. Tidak... Apa yang terjadi? Kenapa... Mari? Aku mencoba mengejarnya. Aku mencoba berteriak untuk menyuruhnya berhenti, walaupun entah kenapa aku tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun dengan benar, tapi sepertinya berhasil. Mari berhenti berlari di tengah jalan, atau dia terlihat seperti tidak bisa menggerakkan badannya.
“Ma..”
“Kau.. makhluk apa kau sebenarnya? Siapa kau..?”
Apa yang kau katakan Mari? Aku... Eh? Apa ini? Tanganku... Apa yang terjadi dengan tanganku? Mereka berwarna kuning! Kenapa tanganku berubah warna? Tidak, tidak hanya berubah warna, tapi juga berubah bentuk. Aku... berubah? Apa... Apa yang terjadi?!
“Ma..!”
“JANGAN MENDEKAT!!!”
“Ma...”
“Harusnya aku tahu... Aku tahu... Harusnya aku tidak mendekatimu! Kau benar-benar manusia pembawa sial! Tidak... bahkan kau bukan manusia lagi! Kau monster! Monster! Jika.. jika saja—“
*BRAAAKKKK*
Eh...? Mari...? Kenapa kau terbaring seperti itu...? Hei, ada darah mengalir dari kepalamu. Oh.. ini tidak baik. Aku harus segera membawamu ke rumah sakit... Benar... Kita harus ke rumah sakit. Aku harus tanyakan kepada dokter apa yang terjadi padaku juga. Kita bisa sama-sama ke rumah sakit. Tapi bagaimana kalau kita tidak bisa sembuh? Ah, tidak apa-apa. Kita bisa menghadapinya bersama meskipun dengan keadaan kita sekarang. Pada akhirnya... takdir tidak bisa diubah, kan?
---
Aku mencoba menceritakan apa yang aku alami pada keluarga dan teman-temanku, tapi tidak ada satu pun dari mereka yang percaya denganku. Mereka justru menganggapku sedang berhalusinasi. Aku mencoba membenarkan pernyataan mereka. Secara logika, kemungkinan besar aku memang sedang berhalusinasi. Mana mungkin aku bisa mendengar ada orang lain sedang berbicara sedangkan saat itu hanya ada kami berdua... benar kan...? Tapi tidak. Tiga tahun kemudian aku kembali mendengar suara-suara tersebut. Dan kali ini aku mendengarnya saat aku sedang bersama... kedua orang tuaku. Aku panik. Aku takut kejadian tiga tahun lalu akan terulang kembali, dan kini bahkan pada kedua orang tuaku. Aku mencoba mengatakan pada mereka kalau aku kembali mendengar suara-suara aneh, tapi mereka kembali berdalih kalau aku hanya berhalusinasi. Hari demi hari, suara-suara itu tidak segera menghilang, bahkan semakin keras setiap harinya. Sampai pada suatu hari, saat aku mencoba untuk terakhir kalinya meyakinkan kedua orang tuaku tentang apa yang aku dengar, mereka sama sekali tidak mengindahkan perkataanku. Aku masih ingat kata-kata terakhir yang diucapkan ayah kepadaku sebelum ajal menjemputnya:
“Dasar anak tidak punya otak.”
Setelah kematian kedua orang tuaku, paman dan bibiku menawarkan untuk mengasuhku. Aku menolak tawaran mereka. Aku merasa saat itu aku sudah bisa merawat diriku sendiri. Walaupun dengan wajah cemas, pada akhirnya paman dan bibiku mengiyakan, namun mereka akan tetap membayari kebutuhan-kebutuhanku. Ini untuk yang terbaik. Pada akhirnya aku tidak bisa mencoba mengubah takdir mereka. Tidak, aku sudah mencobanya, tapi tidak ada hasilnya. Takdir... memang tidak bisa diubah.
---
Bel pulang sekolah telah berbunyi. Aku beranjak dari tempat dudukku dan hendak mengambil sepatuku... oh, tidak ada. Mereka benar-benar tidak bisa berhenti. Entah bagaimana beritanya bisa menyebar, tapi sejak kematian kedua orang tuaku, aku telah dicap sebagai pembawa sial oleh orang-orang di sekolahku. Tiada hari tanpa bully. Untungnya aku membawa sepatu cadangan di tasku, karena memang hal seperti ini sudah biasa terjadi. Tapi sampai kapan semua ini akan terus berlanjut? Saat aku lulus? Entahlah... aku tidak terlalu perduli...
“Yo, Hikaru!”
Seseorang menepuk pundakku dari belakang. Aku menoleh ke belakang. Seorang perempuan dengan rambut pendek dan dengan tinggi kira-kira 160 cm... Siapa?
“Ah! Maaf mengagetkanmu. Namaku Mari. Salam kenal!”
Rambut pendek.. sifat ceria.. Mari.. oh. Jadi dia adalah Mari, ketua OSIS yang sedang ramai diperbincangkan itu. Pantas aku seperti pernah melihatnya.
“Ada.. yang kau inginkan dariku, Nona Mari?”
“Nona? Hahaha. Tidak perlu formal begitu. Panggil saja Mari!”
“Oh.. baiklah. Apa yang kau inginkan dariku, Mari?”
“Ayo pulang bersama!”
“A-apa?! Tapi aku--!”
“Tidak perlu malu. Ayo!”
Mari menarik tanganku dengan erat. Aku tidak punya kuasa untuk melawan. Sesaat sebelum kami berdua keluar dari daerah sekolah, aku bisa melihat banyak orang melihati kami berdua dengan tatapan sinis. Aku sudah bisa membayangkan sambutan mereka untukku besok. Aah..masalah selalu datang kepadaku.
“Hikaru, bisa kita pergi ke suatu tempat dulu?”
“He? Oh.. boleh saja..”
---
“Aah! Yakisoba memang yang terbaik! Kau setuju kan, Hikaru?”
“Ya.. tentu..”
Aku tidak menyangka ada festival hari ini. Ini juga adalah kali pertama aku datang ke sebuah festival. Sejak kecil ayah dan ibu selalu sibuk, mereka tidak pernah punya waktu untukku. Dan siapa sangka kalau aku akan datang ke festival dengan.. gadis ini?
“Mari.. sebenarnya apa yang mau bicarakan denganku? Apa yang kau inginkan dari pembawa sial sepertiku?”
“Hikaru!”
“I-iya?!”
“Jika kau butuh teman, aku akan selalu ada untukmu. Jangan mengurung dirimu di duniamu sendiri. Hidup sendirian itu tidak enak, lho!”
“Tapi.. aku kan pembawa sial..”
“Aku tidak perduli kalau kau pembawa sial atau bukan. Yang terpenting adalah hatimu. Dan aku telah melihatnya hari ini!”
“Mari...”
Aah... jadi inilah kenapa dia sangat terkenal. Hatinya benar-benar tulus. Senyumnya bisa menghangatkan hati siapapun. Mari..
“Dan sebagai bukti persahabatan kita hari ini..”
Sebuah ciuman hangat mendarat di pipiku. Bibir Mari yang lembut bisa aku rasakan menyentuh kulitku. Ah, apakah ini.. surga dunia?
“Hehe! Sampai jumpa di sekolah besok, Hikaru!”
“Sa-sampai jumpa...”
Aku melambaikan tanganku. Dari kejauhan Mari juga terlihat melakukan hal yang sama. Wajahnya pun masih terlihat manis dari kejauhan. Sekolah, ya? Aku tidak pernah merasa sesemangat ini untuk pergi ke sekolah. Apa ini? Detak jantung yang terasa lebih cepat, perasaan hangat di dada.. apakah ini.. cinta?
“ksoeb.. rmai.. mtai..”
...! Apa..? Apa itu tadi? Tidak.. Tidak! Tidak mungkin. Aku pasti hanya salah mendengar. Orang-orang sedang berbicara dan berlalu-lalang, tidak heran aku mendengar hal-hal yang tidak jelas. Ya, pasti itu. Pasti. Tidak mungkin kau... malaikat kematian.
---
Hari sudah pagi. Saatnya berangkat ke sekolah! Yang ada di pikiranku sekarang hanyalah Mari. Aku tidak perduli lagi dengan bully yang akan aku terima. Selama aku bisa bertemu dengan Mari...! Aku membuka pintuku dan betapa terkejutnya aku melihat Mari ada di depan rumahku!
“Mari? Kau datang untung menjemputku?”
“Ah, Hikaru. Selamat... pagi...”
“Mari? Kau tidak apa-apa? Kau terlihat pucat.”
“Aku tidak... apa... apa... Hika.. ru..”
“Mari? Kau yakin kau tidak apa-apa? Hei, Ma—“
*tes tes*
Sesuatu menetes dari wajah Mari. Da.. rah..? Apa ini? Kenapa ada darah di...! Mari? Dia menangis?! Tidak. Tunggu, apa maksudnya ini? Mari menangis darah?!
“Mari! Kau kenapa?! Kita harus ke rumah sakit!”
“Aku tidak... apa...”
“Mari—“
“ksoeb.. rmai.. mtai..”
“ksoeb.. rmai.. mtai..”
“ksoeb.. rmai.. mtai.. lmoib”
“ksoeb.. rmai.. mtai..”
“ksoeb.. rmai.. mtai.. lmoib”
Tidak... Aku tidak mau ini terjadi lagi... Tidak... TIDAK!!!
*BRAKK*
Aku terjatuh dari tempat tidurku. Cuma mimpi rupanya... Tidak. Aku masih tidak tenang. Aku.. harus menemui Mari! Baru saja aku hendak mengambil seragamku, tiba-tiba bel rumah telah berbunyi. Saat aku membuka pintu alangkah terkejutnya aku melihat Mari! Dia datang untuk menjemputku?
“Ma—“
...? Aneh. Rasanya sangat sulit untuk berbicara. Apa gara-gara tadi aku jatuh dari kasur? Dan.. apa Mari bertambah tinggi? Kenapa dia melihatku dengan pandangan syok seperti itu?
“Ma.. Ma..”
“Tidak.. menjauh dariku!!!”
Mari mulai berlari. Tidak... Apa yang terjadi? Kenapa... Mari? Aku mencoba mengejarnya. Aku mencoba berteriak untuk menyuruhnya berhenti, walaupun entah kenapa aku tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun dengan benar, tapi sepertinya berhasil. Mari berhenti berlari di tengah jalan, atau dia terlihat seperti tidak bisa menggerakkan badannya.
“Ma..”
“Kau.. makhluk apa kau sebenarnya? Siapa kau..?”
Apa yang kau katakan Mari? Aku... Eh? Apa ini? Tanganku... Apa yang terjadi dengan tanganku? Mereka berwarna kuning! Kenapa tanganku berubah warna? Tidak, tidak hanya berubah warna, tapi juga berubah bentuk. Aku... berubah? Apa... Apa yang terjadi?!
“Ma..!”
“JANGAN MENDEKAT!!!”
“Ma...”
“Harusnya aku tahu... Aku tahu... Harusnya aku tidak mendekatimu! Kau benar-benar manusia pembawa sial! Tidak... bahkan kau bukan manusia lagi! Kau monster! Monster! Jika.. jika saja—“
*BRAAAKKKK*
Eh...? Mari...? Kenapa kau terbaring seperti itu...? Hei, ada darah mengalir dari kepalamu. Oh.. ini tidak baik. Aku harus segera membawamu ke rumah sakit... Benar... Kita harus ke rumah sakit. Aku harus tanyakan kepada dokter apa yang terjadi padaku juga. Kita bisa sama-sama ke rumah sakit. Tapi bagaimana kalau kita tidak bisa sembuh? Ah, tidak apa-apa. Kita bisa menghadapinya bersama meskipun dengan keadaan kita sekarang. Pada akhirnya... takdir tidak bisa diubah, kan?
---
“Kejadian itu terjadi pada suatu pagi – seorang anak laki-laki dengan kemampuan paranormal bangun di tempat tidurnya dan berubah menjadi Kadabra”
- Entri Pokedex Kadabra (FireRed)
- Entri Pokedex Kadabra (FireRed)