Creepy Pasta:
Mama, Aku Akan Jadi Anak yang Baik
"Gosse, bekalnya dimakan semua, ya." Kata-kata mama terlintas di pikiranku saat aku membuka kotak makan siangku. Ugh, ada wortel. Aku sangat tidak suka wortel. Mama gimana, sih. 'Kan aku sudah pernah bilang aku gak suka wortel, soalnya rasanya manis-manis aneh gimana gitu. Ah, yasudah. Aku buang saja. Toh mama gak akan tahu. Yang penting 'kan mama liatnya bekasnya habis semua. Hehe, aku benar-benar pintar!
"Hei, Gosse! Aku punya berita bagus, nih!" Seseorang menepuk pundakku dari belakang. Aku menoleh ke belakang.
"Oh, Hans. Berita bagus apa, nih?" kataku setelah melihat siapa yang telah menepuk pundakku, Hans, teman baikku.
"Hehehe, kamu tahu kan Pokemon yang bernama Pachirisu?" Kata Hans terlihat bersemangat.
"Pokemon tipe listrik yang lucu itu, 'kan? Tapi katanya mereka gak hidup di sini, jadi aku gak pernah liat secara langsung..."
"Iyaa!" Hans terlihat semakin semangat.
"Terus kenapa?' Aku terheran dengan pertanyaan Hans.
"Kemarin kan ayahku pergi ke Hutan Ventre buat nyari kayu bakar, terus katanya dia melihat ada sekelompok Pachirisu di sana!"
"Hee? Masa'? Tapi kan mereka seharusnya gak hidup di daerah sini."
"Beneran! Ayahku gak bisa nangkep satu karena waktu itu dia udah bawa banyak kayu bakar."
"Yah, percuma, dong."
"Hehehe, karena itulah aku mau ngajak kamu ke Hutan Ventre buat menangkap sendiri Pachirisu itu!"
"Gamau, ah! Hutan Ventre 'kan serem. Katanya banyak Pokemon hantu di sana. Lagipula kenapa gak kamu minta ayahmu buat ke sana lagi dan nangkep Pachirisunya? 'Kan lebih gampang dan aman gitu."
"Gabisa, ayahku lagi sibuk buat keramik. Lagian kamu ini gimana, sih? Lebih seru kalau kita yang nangkep sendiri, dong!"
"Umm... aku coba bilang mamaku dulu, deh."
"Nah, gitu, dong! Besok aku tunggu jawabanmu, ya."
"Iya."
Meskipun aku bilang seperti itu, aku sudah yakin pasti mamaku gak bakal ngijinin aku. Saat makan malam, aku membicarakan rencana kami dengan mama, dan seperti yang aku duga, mama gak ngijinin aku. "Gak boleh! Hutan Ventre itu berbahaya! Orang dewasa saja sering tersesat di sana, apalagi kalian masih anak-anak!" Kira-kira itulah yang aku tangkap dari perkataan panjang lebar mama. Ah, padahal aku juga pengen banget liat dan nangkep Pachirisu itu. Mama bener-bener berlebihan, deh. Aku kan udah gede, masa gini aja gak dibolehin. Hmm... gimana ya kira-kira biar aku bisa ke sana tapi gak ketauan mama?
* * *
"Hans, yakin, nih, gak apa-apa?"
"Iya. Percayakan aja padaku. Kalau kamu mau ke Hutan Ventre dan tanpa ketauan mamamu, sekarang adalah waktu yang terbaik!"
Kami sekarang sudah di depan Hutan Ventre. Matahari masih bersinar terang di atas, pertanda hari masih siang. Tapi hutan di depan kami ini tetap saja terlihat gelap dan menakutkan. Aku memang mengatakan pada Hans kalau mamaku tidak mengijinkanku pergi dan aku mencoba meminta Hans untuk memberiku saran agar aku tetap dapat ke Hutan Ventre dan tanpa diketahui mamaku, tapi aku tidak pernah menyangka kalau dia langsung mengajakku ke sini langsung setelah kami pulang sekolah. Tapi mau gimana lagi, kita sudah di sini. Lebih baik sekarang atau tidak sama sekali. Setelah mengumpulkan keberanian kami, kami berjalan masuk pelan-pelan. Tidak beda dengan di luar, hutan ini tetap gelap di dalam, bahkan lebih gelap lagi. Aku bisa mendengar suara dari para Hoothoot yang tinggal di hutan ini. Sesekali semak-semaknya akan bergerak. "Hanya seekor Pokemon kecil," pikirku untuk menenangkan diri. Semakin ke dalam, hutan terasa semakin gelap meski dengan penerangan dua senter yang kami bawa. Cahaya dari jalan keluar yang kami masuki tadi pun sudah tidak terlihat lagi. Lama kami berjalan, kami tiba di sebuah pertigaan. Jalan yang kiri terlihat lebih gelap dari jalan yang kanan, sementara jalan yang kanan terlihat lebih terang, namun jalanannya terlihat lebih becek dan susah dilalui.
"Gosse, kita berpencar di sini. Kamu ambil jalan yang kiri, aku ambil yang kanan." Kata Hans memberi saran untuk situasi yang kita alami sekarang.
"Gamau, ah! Kamu cari yang enak, Hans! Yang kiri kan lebih gelap!" Aku jelas menolak usulan Hans.
"Kamu ini. Jelas-jelas punyaku yang lebih gak enak! Kamu cuma gelap aja takut. Mau nangkep Pachirisu gak?"
"Ya, iya, mau, sih, tapi..."
"Udah, gak usah tapi-tapian. Aku maju duluan, ya. Kalau kamu takut balik aja terus belok ke jalan yang aku masuki." Hans tidak menghiraukanku dan masuk ke jalan yang kanan. Tak ada pilihan lain, aku pun memberanikan diri masuk ke jalan yang kiri.
Tak berbeda dengan tadi, tetap saja gelap di sini. Cahaya dari lampu senterku terlihat hanya seperti api sebuah lilin kecil di sini. Suara Hoothoot lebih terdengar di sini. Aku juga bisa mendengar suara semak-semak yang kini makin sering di sini. Aku jadi kembali berpikir, apa iya sih ada Pachirisu di tempat seperti ini? Mereka kan lucu, masa mau berada di tempat gelap dan menyeramkan seperti ini? Saat aku memikirkan hal itu, saat itulah cahaya dari lampu senterku meredup perlahan, dan tiba-tiba mati. Meninggalkanku tanpa sumber cahaya apa pun di hutan yang gelap ini. Aku ingat akan kata-kata Hans tadi jika aku tidak kuat, aku tinggal balik badan saja dan pergi ke jalan yang ia masuki. Namun meskipun aku sudah berbalik badan dan berlari, aku tak kunjung menemui pertigaan tadi. Semua terlihat gelap. Aku tidak bisa melihat apa-apa dengan jelas. Kegelapan serasa telah memakanku. Suara para Hoothoot semakin jelas terdengar. Namun kali ini tidak hanya Hoothoot, aku bisa mendengar suara mendesis juga.
Dalam ketakutan itu, tanganku seperti sedang menyentuh sesuatu. Sesuatu yang aku sudah bisa jelaskan lagi melalui kata-kata. Saat itulah aku merasa tanganku terluka oleh sesuatu, seperti sebuah gigitan. Aku terperanjat. Aku mencoba berlari, namun tak pasti aku berlari dari apa dan menuju ke mana. Kakiku sudah tak tahan lagi. Aku terjatuh saat aku tersandung sesuatu yang keras. Aku bisa mendengar berbagai macam suara. Para Pokemon seperti sedang melakukan opera di hutan ini. Udara terasa seperti mendingin. Apakah sudah malam? Kalau aku pikir lagi, kelihatannya sudah lama aku di sini. Aku tidak akan heran kalau ternyata sekarang sudah malam. Meskipun malam, hutan ini tak ada bedanya seperti di siang hari tadi. Ah, semuanya pasti sedang mencariku. Mama... dia pasti sedang khawatir. Dia pasti sedang menangis membayangkan apa yang akan terjadi padaku. Aku telah membuat mama menangis. Mama... andai saja aku menuruti kata-katamu kemarin, pasti semua ini tidak akan terjadi. Pasti sekarang aku sedang menyantap makan malam buatanmu yang lezat. Meskipun ada wortel, aku janji kali ini aku tidak akan membuangnya dan akan memakannya sampai habis. Memikirkan semua ini, tanpa aku sadari air mataku telah mengalir. Badanku pun terasa semakin berat. Terasa berat, namun rasanya semua bagian dari tubuhku telah terangkat. Saat itu, aku tidak melakukan apa-apa kecuali menangis dan menyebut nama mama berkali-kali.
* * *
Aku berjalan pelan menyusuri hutan. Kaki-kakiku masih terasa sakit, namun aku paksakan untuk berjalan. Kalau aku pikir lagi, aku sendiri tidak tahu aku berjalan berjalan kemana. Aku hanya merasa aku harus berjalan. Lama berjalan, aku melihat ada sebuah tunggul pohon yang cukup besar di depanku. Tunggul itu tidak terlalu tinggi, membuatku dapat naik dan duduk di atasnya untuk sementara mengistirahatkan kaki-kakiku yang lelah. Ah, entah kenapa rasanya nikmat sekali duduk di sini. Badanku terasa terbaring, dan tanpa aku sadari aku telah tertidur pulas di atas tunggul pohon itu.
Suara dari para Murkrow yang berterbangan membangunkanku dari tidurku. Saat aku bangun, dunia serasa lebih besar dari biasanya. Entah kenapa. Aku mencoba menginjakkan kakiku ke tanah. Aneh, terasa ringan, padahal tadi rasanya sakit sekali. Mungkin karena tidur tadi. Belum lama aku berdiri, entah kenapa kakiku yang terasa ringan tadi sekarang terasa sangat berat, membuatku jatuh tersungkur ke tanah. Untuk sebab yang tidak jelas, bukannya mencoba untuk bangun, aku malah menangis sangat keras. Aku mencoba bangun sedikit, namun lalu aku akan menangis lagi. Air mata seolah tak dapat berhenti mengalir dari mataku. Dalam setiap butir air mataku itu aku teringat akan mama yang selalu menyayangiku selama ini, mamaku yang ada di saat aku sakit, mamaku yang menyuruhku memakan habis bekalku, mamaku yang melarangku datang ke sini. Di tengah isak tangisku aku pun berkata dalam sunyi.
"Mama, aku akan jadi anak yang baik... Jadi tolong, ma... datanglah kemari..."
---
SELESAI
"Hei, Gosse! Aku punya berita bagus, nih!" Seseorang menepuk pundakku dari belakang. Aku menoleh ke belakang.
"Oh, Hans. Berita bagus apa, nih?" kataku setelah melihat siapa yang telah menepuk pundakku, Hans, teman baikku.
"Hehehe, kamu tahu kan Pokemon yang bernama Pachirisu?" Kata Hans terlihat bersemangat.
"Pokemon tipe listrik yang lucu itu, 'kan? Tapi katanya mereka gak hidup di sini, jadi aku gak pernah liat secara langsung..."
"Iyaa!" Hans terlihat semakin semangat.
"Terus kenapa?' Aku terheran dengan pertanyaan Hans.
"Kemarin kan ayahku pergi ke Hutan Ventre buat nyari kayu bakar, terus katanya dia melihat ada sekelompok Pachirisu di sana!"
"Hee? Masa'? Tapi kan mereka seharusnya gak hidup di daerah sini."
"Beneran! Ayahku gak bisa nangkep satu karena waktu itu dia udah bawa banyak kayu bakar."
"Yah, percuma, dong."
"Hehehe, karena itulah aku mau ngajak kamu ke Hutan Ventre buat menangkap sendiri Pachirisu itu!"
"Gamau, ah! Hutan Ventre 'kan serem. Katanya banyak Pokemon hantu di sana. Lagipula kenapa gak kamu minta ayahmu buat ke sana lagi dan nangkep Pachirisunya? 'Kan lebih gampang dan aman gitu."
"Gabisa, ayahku lagi sibuk buat keramik. Lagian kamu ini gimana, sih? Lebih seru kalau kita yang nangkep sendiri, dong!"
"Umm... aku coba bilang mamaku dulu, deh."
"Nah, gitu, dong! Besok aku tunggu jawabanmu, ya."
"Iya."
Meskipun aku bilang seperti itu, aku sudah yakin pasti mamaku gak bakal ngijinin aku. Saat makan malam, aku membicarakan rencana kami dengan mama, dan seperti yang aku duga, mama gak ngijinin aku. "Gak boleh! Hutan Ventre itu berbahaya! Orang dewasa saja sering tersesat di sana, apalagi kalian masih anak-anak!" Kira-kira itulah yang aku tangkap dari perkataan panjang lebar mama. Ah, padahal aku juga pengen banget liat dan nangkep Pachirisu itu. Mama bener-bener berlebihan, deh. Aku kan udah gede, masa gini aja gak dibolehin. Hmm... gimana ya kira-kira biar aku bisa ke sana tapi gak ketauan mama?
* * *
"Hans, yakin, nih, gak apa-apa?"
"Iya. Percayakan aja padaku. Kalau kamu mau ke Hutan Ventre dan tanpa ketauan mamamu, sekarang adalah waktu yang terbaik!"
Kami sekarang sudah di depan Hutan Ventre. Matahari masih bersinar terang di atas, pertanda hari masih siang. Tapi hutan di depan kami ini tetap saja terlihat gelap dan menakutkan. Aku memang mengatakan pada Hans kalau mamaku tidak mengijinkanku pergi dan aku mencoba meminta Hans untuk memberiku saran agar aku tetap dapat ke Hutan Ventre dan tanpa diketahui mamaku, tapi aku tidak pernah menyangka kalau dia langsung mengajakku ke sini langsung setelah kami pulang sekolah. Tapi mau gimana lagi, kita sudah di sini. Lebih baik sekarang atau tidak sama sekali. Setelah mengumpulkan keberanian kami, kami berjalan masuk pelan-pelan. Tidak beda dengan di luar, hutan ini tetap gelap di dalam, bahkan lebih gelap lagi. Aku bisa mendengar suara dari para Hoothoot yang tinggal di hutan ini. Sesekali semak-semaknya akan bergerak. "Hanya seekor Pokemon kecil," pikirku untuk menenangkan diri. Semakin ke dalam, hutan terasa semakin gelap meski dengan penerangan dua senter yang kami bawa. Cahaya dari jalan keluar yang kami masuki tadi pun sudah tidak terlihat lagi. Lama kami berjalan, kami tiba di sebuah pertigaan. Jalan yang kiri terlihat lebih gelap dari jalan yang kanan, sementara jalan yang kanan terlihat lebih terang, namun jalanannya terlihat lebih becek dan susah dilalui.
"Gosse, kita berpencar di sini. Kamu ambil jalan yang kiri, aku ambil yang kanan." Kata Hans memberi saran untuk situasi yang kita alami sekarang.
"Gamau, ah! Kamu cari yang enak, Hans! Yang kiri kan lebih gelap!" Aku jelas menolak usulan Hans.
"Kamu ini. Jelas-jelas punyaku yang lebih gak enak! Kamu cuma gelap aja takut. Mau nangkep Pachirisu gak?"
"Ya, iya, mau, sih, tapi..."
"Udah, gak usah tapi-tapian. Aku maju duluan, ya. Kalau kamu takut balik aja terus belok ke jalan yang aku masuki." Hans tidak menghiraukanku dan masuk ke jalan yang kanan. Tak ada pilihan lain, aku pun memberanikan diri masuk ke jalan yang kiri.
Tak berbeda dengan tadi, tetap saja gelap di sini. Cahaya dari lampu senterku terlihat hanya seperti api sebuah lilin kecil di sini. Suara Hoothoot lebih terdengar di sini. Aku juga bisa mendengar suara semak-semak yang kini makin sering di sini. Aku jadi kembali berpikir, apa iya sih ada Pachirisu di tempat seperti ini? Mereka kan lucu, masa mau berada di tempat gelap dan menyeramkan seperti ini? Saat aku memikirkan hal itu, saat itulah cahaya dari lampu senterku meredup perlahan, dan tiba-tiba mati. Meninggalkanku tanpa sumber cahaya apa pun di hutan yang gelap ini. Aku ingat akan kata-kata Hans tadi jika aku tidak kuat, aku tinggal balik badan saja dan pergi ke jalan yang ia masuki. Namun meskipun aku sudah berbalik badan dan berlari, aku tak kunjung menemui pertigaan tadi. Semua terlihat gelap. Aku tidak bisa melihat apa-apa dengan jelas. Kegelapan serasa telah memakanku. Suara para Hoothoot semakin jelas terdengar. Namun kali ini tidak hanya Hoothoot, aku bisa mendengar suara mendesis juga.
Dalam ketakutan itu, tanganku seperti sedang menyentuh sesuatu. Sesuatu yang aku sudah bisa jelaskan lagi melalui kata-kata. Saat itulah aku merasa tanganku terluka oleh sesuatu, seperti sebuah gigitan. Aku terperanjat. Aku mencoba berlari, namun tak pasti aku berlari dari apa dan menuju ke mana. Kakiku sudah tak tahan lagi. Aku terjatuh saat aku tersandung sesuatu yang keras. Aku bisa mendengar berbagai macam suara. Para Pokemon seperti sedang melakukan opera di hutan ini. Udara terasa seperti mendingin. Apakah sudah malam? Kalau aku pikir lagi, kelihatannya sudah lama aku di sini. Aku tidak akan heran kalau ternyata sekarang sudah malam. Meskipun malam, hutan ini tak ada bedanya seperti di siang hari tadi. Ah, semuanya pasti sedang mencariku. Mama... dia pasti sedang khawatir. Dia pasti sedang menangis membayangkan apa yang akan terjadi padaku. Aku telah membuat mama menangis. Mama... andai saja aku menuruti kata-katamu kemarin, pasti semua ini tidak akan terjadi. Pasti sekarang aku sedang menyantap makan malam buatanmu yang lezat. Meskipun ada wortel, aku janji kali ini aku tidak akan membuangnya dan akan memakannya sampai habis. Memikirkan semua ini, tanpa aku sadari air mataku telah mengalir. Badanku pun terasa semakin berat. Terasa berat, namun rasanya semua bagian dari tubuhku telah terangkat. Saat itu, aku tidak melakukan apa-apa kecuali menangis dan menyebut nama mama berkali-kali.
* * *
Aku berjalan pelan menyusuri hutan. Kaki-kakiku masih terasa sakit, namun aku paksakan untuk berjalan. Kalau aku pikir lagi, aku sendiri tidak tahu aku berjalan berjalan kemana. Aku hanya merasa aku harus berjalan. Lama berjalan, aku melihat ada sebuah tunggul pohon yang cukup besar di depanku. Tunggul itu tidak terlalu tinggi, membuatku dapat naik dan duduk di atasnya untuk sementara mengistirahatkan kaki-kakiku yang lelah. Ah, entah kenapa rasanya nikmat sekali duduk di sini. Badanku terasa terbaring, dan tanpa aku sadari aku telah tertidur pulas di atas tunggul pohon itu.
Suara dari para Murkrow yang berterbangan membangunkanku dari tidurku. Saat aku bangun, dunia serasa lebih besar dari biasanya. Entah kenapa. Aku mencoba menginjakkan kakiku ke tanah. Aneh, terasa ringan, padahal tadi rasanya sakit sekali. Mungkin karena tidur tadi. Belum lama aku berdiri, entah kenapa kakiku yang terasa ringan tadi sekarang terasa sangat berat, membuatku jatuh tersungkur ke tanah. Untuk sebab yang tidak jelas, bukannya mencoba untuk bangun, aku malah menangis sangat keras. Aku mencoba bangun sedikit, namun lalu aku akan menangis lagi. Air mata seolah tak dapat berhenti mengalir dari mataku. Dalam setiap butir air mataku itu aku teringat akan mama yang selalu menyayangiku selama ini, mamaku yang ada di saat aku sakit, mamaku yang menyuruhku memakan habis bekalku, mamaku yang melarangku datang ke sini. Di tengah isak tangisku aku pun berkata dalam sunyi.
"Mama, aku akan jadi anak yang baik... Jadi tolong, ma... datanglah kemari..."
---
SELESAI
"Menurut mitos, mereka adalah tunggul pohon yang telah dirasuki oleh arwah anak-anak yang mati tersesat di hutan." - Entri PokeDex dari Phantump (Pokemon Y)
Cerita oleh: bagazkarap